Mohon tunggu...
Sari Mulyani
Sari Mulyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sari Mulyani | 33222010007 | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB | Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

QUIZ - Diskursus Sigmund Freud dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   18:47 Diperbarui: 14 Desember 2023   18:47 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

      Pendekatan holistik yang mencakup baik dimensi psikologis maupun sosial menjadi krusial dalam upaya mengatasi fenomena kompleks korupsi. Pertama-tama, aspek psikologis menekankan perlunya pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor psikologis yang mendorong individu terlibat dalam tindakan koruptif. Psikoanalisis Freudian, dengan menyoroti dorongan tidak sadar dan konflik batin, dapat membantu mengidentifikasi motivasi dan pola perilaku yang mendasari korupsi. Dengan memahami akar psikologis tersebut, intervensi dapat dirancang untuk membimbing individu menuju perubahan perilaku yang lebih positif.

      Sementara itu, dimensi sosial membutuhkan pendekatan yang mencakup struktur dan norma-norma dalam masyarakat yang dapat memengaruhi penyebaran korupsi. Analisis ini mencakup pemahaman tentang ketidaksetaraan ekonomi, kebijakan pemerintah, serta budaya organisasi yang dapat mendukung atau memadamkan tindakan koruptif. Melibatkan masyarakat dalam proses perubahan sosial juga menjadi kunci, karena tekanan sosial dapat memainkan peran penting dalam mengubah norma-norma yang mendukung korupsi. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi perlu mencakup kampanye penyuluhan, pelibatan aktif masyarakat, dan reformasi kebijakan yang mendukung transparansi dan akuntabilitas.

      Pentingnya pendekatan holistik juga menekankan kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta. Keterlibatan semua pihak ini diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang bersih dari korupsi. Selain itu, pendekatan holistik tidak hanya memerlukan respons terhadap kasus-kasus korupsi secara reaktif, tetapi juga upaya pencegahan yang proaktif. Pendidikan anti-korupsi, peningkatan transparansi, dan penguatan sistem peradilan menjadi bagian integral dari upaya holistik ini. Dengan menggabungkan dimensi psikologis dan sosial, kita dapat mengembangkan strategi yang komprehensif untuk meredakan dan mengatasi fenomena korupsi, memastikan perubahan yang berkelanjutan dan positif dalam masyarakat (Alatas, 1980).

      Pendekatan holistik yang mencakup dimensi psikologis dan sosial muncul sebagai strategi esensial dalam menanggulangi fenomena kompleks korupsi. Pertama-tama, aspek psikologis menuntut pemahaman mendalam terhadap motivasi dan dinamika individu yang terlibat dalam tindakan koruptif. Melalui psikoanalisis Freudian, kita dapat mengidentifikasi dorongan-dorongan tidak sadar serta konflik batin yang mungkin menjadi pendorong utama perilaku korupsi. Dengan memahami kompleksitas psikologis ini, program rehabilitasi dan pencegahan dapat dirancang untuk memberikan dukungan psikologis yang diperlukan bagi individu agar dapat mengatasi faktor-faktor pendorong korupsi dalam diri mereka.

      Di samping itu, dimensi sosial merupakan bagian integral dari pendekatan holistik ini. Analisis mendalam terhadap struktur sosial, norma-norma budaya, dan faktor-faktor ekonomi yang mendukung atau menghambat korupsi menjadi krusial. Pemahaman konteks sosial ini dapat membimbing perancangan kebijakan dan intervensi yang lebih efektif. Dalam mengatasi ketidaksetaraan ekonomi, misalnya, program redistribusi kekayaan dan kebijakan inklusif dapat membentuk dasar untuk menciptakan lingkungan sosial yang kurang mendukung praktik koruptif. Selain itu, menggalang dukungan masyarakat dan memperkuat lembaga-lembaga transparansi dapat berkontribusi signifikan dalam menciptakan iklim yang tidak bersahabat bagi korupsi.

      Pentingnya pendekatan holistik tercermin dalam kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta. Keberhasilan memerangi korupsi memerlukan keterlibatan semua pihak terkait untuk menciptakan perubahan berkelanjutan. Pendidikan anti-korupsi menjadi alat penting dalam membentuk kesadaran masyarakat, sedangkan reformasi kebijakan dan perbaikan sistem hukum dapat membantu memastikan adanya hukuman yang efektif terhadap pelaku korupsi. Dengan menggabungkan upaya di kedua dimensi ini, pendekatan holistik bukan hanya merespon gejala korupsi, tetapi juga bertujuan untuk mengubah struktur masyarakat dan norma-norma yang mendukung integritas, menciptakan fondasi yang lebih kuat untuk pencegahan dan penanggulangan fenomena ini (Poernomo, 1984).


Mengapa Korupsi Bisa Terjadi?

PicsArt//SariMulyani
PicsArt//SariMulyani

      Mengintegrasikan pemahaman Freudian tentang psikologi individu dengan analisis struktural sosial membuka pintu untuk merinci penyebab dan solusi yang lebih efektif terhadap fenomena korupsi. Pertama-tama, psikoanalisis Freudian memberikan wawasan mendalam ke dalam aspek-aspek psikologis yang mungkin mendorong individu terlibat dalam tindakan koruptif. Dorongan tidak sadar, konflik batin, dan dinamika kepribadian menjadi bagian integral dari pemahaman ini. Dengan merinci penyebab korupsi dari perspektif psikologis, kita dapat mengidentifikasi pola perilaku yang mendasarinya dan merancang strategi intervensi yang lebih tepat sasaran, seperti program rehabilitasi psikologis atau dukungan kesejahteraan mental.

      Analisis struktural sosial, di sisi lain, memungkinkan kita memahami bagaimana faktor-faktor lingkungan, kebijakan, dan ketidaksetaraan masyarakat dapat menjadi pendorong korupsi. Melihat korupsi sebagai produk dari struktur sosial yang tidak seimbang, kita dapat mengidentifikasi area-area di mana reformasi dan perubahan diperlukan. Ini bisa mencakup perbaikan dalam distribusi kekayaan, peningkatan transparansi kebijakan, dan penguatan lembaga penegak hukum. Dengan menganalisis akar penyebab dari sudut pandang struktural sosial, solusi yang dirancang dapat mengatasi masalah fundamental dan menciptakan perubahan yang lebih berkelanjutan.

      Integrasi kedua perspektif ini memungkinkan pengembangan strategi holistik yang melibatkan baik individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Solusi yang efektif untuk mengatasi korupsi tidak hanya mencakup perubahan perilaku individu, tetapi juga transformasi struktural dalam sistem sosial. Program pendidikan anti-korupsi yang mengintegrasikan aspek psikologis dan sosial dapat membentuk kesadaran masyarakat dan mendorong perubahan norma-norma yang lebih integritas. Dengan demikian, pendekatan ini menciptakan landasan yang kokoh untuk pencegahan dan penanggulangan korupsi yang tidak hanya menargetkan gejala, tetapi juga akar penyebab yang kompleks dan terkait erat dengan dimensi psikologis dan sosial masyarakat.

      Mengintegrasikan pemahaman Freudian tentang psikologi individu dengan analisis struktural sosial membuka pintu untuk merinci penyebab dan solusi yang lebih efektif terhadap fenomena korupsi. Pertama-tama, psikoanalisis Freudian memberikan wawasan mendalam ke dalam aspek-aspek psikologis yang mungkin mendorong individu terlibat dalam tindakan koruptif. Dorongan tidak sadar, konflik batin, dan dinamika kepribadian menjadi bagian integral dari pemahaman ini. Dengan merinci penyebab korupsi dari perspektif psikologis, kita dapat mengidentifikasi pola perilaku yang mendasarinya dan merancang strategi intervensi yang lebih tepat sasaran, seperti program rehabilitasi psikologis atau dukungan kesejahteraan mental (Alatas, 1980).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun