Mohon tunggu...
S. R. Siola
S. R. Siola Mohon Tunggu... Relawan - Pengamat Azadegan

Pengamat Azadegan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

[Februari 2020] 41 Tahun Kemenangan Republik Islam Iran

19 Januari 2020   23:58 Diperbarui: 21 Januari 2020   05:13 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bendera Iran yang berkibar. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Saya memilih untuk membahas tema ini dikarenakan mencuatnya nama Iran di mata internasional, terutama pasca serangan balasan Iran ke dua pangkalan militer AS atas serangan teror terhadap jendreral mereka, Qossem Soleimani, Komandan Tinggi Pasukan Quds, Garda Ravolusi. 

Iran saat ini berada sejajar dengan Amerika, meski pun posisi tak seimbang ini hanya sebagai musuh politik saja, sebagaimana Rusia, Thiongkok, dan Korea Utara yang jeas-jelas menolak arogansi sepihak Amerika Serikat.

Republik Islam Iran merupakan buah revolusi faqih Islam, yang menjadi satu-satunya revolusi Islam yang bertahan hingga saat ini. Banyak revolusi sukses di awal cetusannya, tapi tumbang di tengah perjalanannya. 

Tapi tidak begitu dengan Iran Islami. 22 Bahman 1387/Februari 2019, Iran memasuki tahun ke 40. Ini berarti, 22 Bahman 1398/ Februari 2020, Iran Islami memasuki kemenangan ke 41. Pertanyaan, apa yang membuat Iran Islami mampu bertahan? 

Mengapa revolusi Islam lainnya tumbang, sedang Revolusi Islam Iran malaju? Langkah apa yang diambil Iran Islami selanjutnya, agar dapat terus mempertahankan eksistensinya?

Di tahun 40 kemenangannya, Iran menganggap perlu memperkokoh langkahnya agar dapat terus melanjutkan perjalanan, mengingat musuh terus mencari kesempatan untuk mengakhiri Revolusi Islam ini. 

Olehnya, Maqam Muazzam Rabbari, Sayyid Ali Khamenei, merumuskan "Gham-e Dovom-e Enghelab, atau Rumusan Langkah Kedua Revolusi, yaitu penjabaran jihad akbar dalam pembangunan Iran Islami dalam mengawal langkah pembangunan bangsa, masyarakat, dan peradaban dunia.

Sebab hakikatnya, Republik Islam Iran sedang memasuki kehidupan keduanya, yaitu membentuk pemerintahan berkeadilan dan berkemanusiaan, guna menyambut pemerintahan "Wilayah" akhir zaman yang sebentar lagi akan terwujud.

Apa yang membuat Iran mampu bertahan?

Sebagaimana negara baru lainnya, mengutip penjelasan Pemimpin Besar Revolusi, Sayyid Ali Khamenei, bahwa Revolusi Islam Iran sebagaimana revolusi Islam lainnya, menghadapi cercaan dan penolakan di awal eksistensinya.

Iran Islami tidak memiliki pengalaman, dan memulainya dari nol. Selain menghadapi perlawanan eksternal, Iran Islami juga menghadapi ancaman kudeta dan perlawanan dari dalam.

Banyak kelompok munafik dan anti revolusi terus berupaya menumbangkan Republik Islam Iran. Tapi iran terus berjalan dengan berharap petunjuk Ilahi, hati nurani, dan tuntunan dari pemikiran cemerlang Imam Khomeini (kala itu, Wali Faqih I).

Semangat jihad pembangunan, keyakinan dan percaya diri bahwa rakyat Iran mampu menjalankan pemerintahan Faqih ini, ternyata membawa Iran menuju kemanangan empat dasawarsanya. Tentunya, tanpa campur tangan kaum Imperialis! Sebab, pemerintahan Islami dan thagut tidak akan pernah bisa bersatu.

Rupanya Iran tahu benar, untuk kelangsungan kedaulatan diperlukan satu jargon yang selalu siap dibenturkan dengan solidaritas sosial masyarakat Iran.

Selama solidaritas ini kuat dan terus dijaga, maka solidaritas lain tak kuasa merampas kedaulatan bangsa. Marg bar America! Down with America! Death to Amerika!. Jargon ini yang hidup di Iran Islami.

Di Iran, selama 12 tahun pengalaman saya belajar hidup dan berbaur dengan masyarakat Iran, menjadi saksi akan kesadaran politik masyarakat Iran yang patut diacungi jempol.

Solidaritas sosial yang disebut Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya sebagai satu syarat kelangsungan pemerintahan, dimiliki secara penuh oleh bangasa Iran nufuz bersama dengan kekuatan ilmu dan maknawiyat di dalamnya. Ini yang kemudian menjadi ruh dari gerakan kesadaran rakyat Iran.

41 tahun Kemenangan

Selama 41 tahun perjalanan, satu hal yang tidak pernah bisa lepas dari kehidupan Iran Islami, yaitu embargo demi embargo yang dilancarkan musuh kepada negara ini.

Semua embargo ini tentu berdampak pada pengucilan Iran di mata dunia, dan usaha pemiskinan negara mereka. Tapi apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa Revolusi Islam Iran masih terus berjalan, dan bahkan menuai kemenangan demi kemenangan?

Benar bahwa Rakyat Iran menanggung beban kemiskinan dan keterbatasan. Tapi mereka terus memperkuat basis produksi dalam negeri mereka. Bukan main-main.

Dampak embargo perdagangan yang dikeluarkan oleh Imperialis AS mengakibatkan lemahnya nilai tukar Real Iran terhdapa Dollar. Saya masih ingat betul, pada 2004, nilai 1 Dollar US masih 10.000 Real Iran.

Kemudian 2015, setara dengan 35.000 Real Iran, terus melemah pada 2018 hingga ke titik 200.000 Real/Dollar. Akhir 2019 menguat senilai 135 Real/Dollar.

Hari ini, harga susu cair full cream 1 liter senilai 75.000 Real/kotak, tujuh kali lipat harga susu 1 liter di Indonesia (sekitar Rp. 14.000-16.000/kotak). Meski faktanya seperti ini, tapi kemenangan demi kemenangan masih saja dituai oleh Republik IsIam Iran. Bahkan banyak mendapat dukungan dan simpati dari negara-negara kawasan, dan penghormatan dari bangsa Eropa. Ada apa sebenarnya?

Sumber Kekuatan Iran Islami

Saya mengutip pandangan Dina Sulaiman, seorang dosen HI di salah satu universitas di Jakarta dan pemerhati politik Timur Tengah, bahwa dalam ilmu Hubungan internasional, dikenal dua jenis kekuatan, yaitu hard power (seperti kekuatan ekonomi, sosial, budaya, dan militer), dan soft power (meliputi kekuatan 'lain' seperti motivasi dan integrasi).

Kekuatan fisik yang dimiliki Iran tentu tidak sekuat Amerika yang kita bayangkan. Statistik kekuatan militer Iran bisa dengan mudah ditemukan di mesia sosial. Akan tetapi, soft power yang dimiliki oleh bangsa Iran tidak semua dapat memahaminya.

Setidaknya ada dua kekuatan 10 kekuatan Iran yang dianggap sukses membawa negara ini meraih kemenangan demi kemenangannya. Satu hal yang tidak pernah diduga bahwa sumber kekuatan pertama dan utama Iran adalah kekuatan yang bersumber dari Tuhan. 

Banyak ujian yang secara logis tak mampu dijawab oleh Iran, justru terjawab dengan bantuan-bantuan gaib Ilahi. Setidaknya ini yang diungkap oleh Monouchehr Momammadi, seorang Professor Hubungan Internasional di Fakultas Hukum dan Ilmu Politik, Universitas Tehran, dalam makalahnya.

Selain itu, ada kharisma yang kuat terpancar dari kepemimpinan faqih (Rahbar) yang dipercaya oleh muslim Syiah Iran terhubung dengan kekuatan wilayah, bahkan kenabian.

Kejujuran (fearlessness) sebagai kekuatan dalam meyakinkan negara-negara lain. Ini tidak dimiliki oeh musuh besar iran, Amerika Serikat. Kesabaran, ketekunan, dan daya tahan yang tidak pernah dimengerti oleh para musuh juga menjadi soft power masyarakat Iran.

Sikap tabah, pantang menyerah pada kenistaan (musuh), tekad menunaikan tugas dengan baik, mengubah ancaman menjadi peluang, kebijaksanaan dan kehati-hatian, serta aktualisasi segala potensial yang dimiliki, adalah kekuatan tersendiri bagi iran dalam meraih kemenangan revolusinya selama 41 tahun berjalan. Ini yang dimiliki oleh bangsa Iran, dan sedikit dari kita (bangsa Indonesia) memilikinya. 

Penghargaan Terhadap Nilai-nilai

Saya ingin mengutip Teori Siklus Ibn Khaldun, Muqaddimah, bahwa dibutuhkan solidaritas sosial yang kuat agar dapat mempertahankan kedaulatan pemerintahan.

Kekuatan solidaritas ini dipercaya mampu melawan kekuatan solidaritas lain yang mengancam kedaulatan. Jika kuat, akan bertahan. Jika lemah, maka akan terganti oleh kekuatan solidaritas lainnya.

Satu hal unik juga disebut oleh Ibn Khaldun sebagai penghancur kedaulatan, yaitu kemewahan. Semakin besar kemewahan dan kenikmatan, semakin lebar gerbang kehancuran sebuah negara dan lenyapnya solidaritas. Ini menarik!

Iran selama 41 tahun berada di bawah tekanan negara-negara adikuasa yang gerah dengan revolusi faqihnya. Tekanan-tekanan politik, ekonomi, teknologi, maupun budaya membawa Iran pada kondisi hidup yang jauh dari kemewahan dan kenikmatan, yang menurut Ibn Khaldun merupakan salah satu sebab kehancuran. 

Rupanya di sini, musuh salah membaca kekuatan Iran. Sampai hari ini, musuh masih percaya bahwa kelaparan akan membuat Iran hancur.

Pemimpin Besan Revolusi Islam Iran, Sayyid Ali Khamenei, saat memperingati 40 tahun kemenangan Revolusi Islam Iran (22 Bahman 1397/2019) mengatakan bahwa Iran adalah satu-satunya revolusi Islam yang mampu bertahan hingga 40 tahun.

Dan, saat ini, telah memasuki fase kedua menuju masa depan Iran, yaitu fokus pada pembangunan diri, masyarakat dan peradaban.

Kemenangan ini tidak mungkin dicapai begitu saja tanpa penghargaan terhadap nilai-nilai kebebasan, moral, spiritualitas, keadilan, kemerdekaan, kesucian, kaidah-kaidah ilmiah, dan persaudaraan. Tidak satu bangsa pun mampu bertumbuh dengan mengabaikan begitu saja pesan-pesan fitrawi ini.

Langkah Iran Islami Mempertahankan Eksistensinya

Masyarakat Iran, Revolusi Islam, dan capaian-capaian yang diraihnya selama ini, tidak lain adalah pengorbanan tulus para syuhada. Darah mereka menyuburkan tanah Iran, dan pengorbanan ini tidak sia-sia, ujar Pemimpin Besar Revolusi Islam, dalam pidatonya di hadapan masyarakat Tehran, 22 Bahman 1397/2019 silam.  

Tapi bagaimana Iran dapat melangkah ke fase masa depan? Pemimpin Besar Iran menguraikan beberapa poin yang merupakan kunci kemenangan mereka di masa depan.

Tanpa kunci ini, tak satu pintu kemenangan pun akan terbuka. Masyarakat Iran mesti memfokuskan perhatiannya pada tujuh poin kunci ini, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian, spiritualitas dan moral, ekonomi, keadilan dan memerangi kejahatan, independensi dan kebebasan, kehormatan bangsa dan hubungan internasional serta ketegasan terhadap musuh, dan gaya hidup.

Memasuki fase kedua Revolusi Iran, pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian menjadi fokus utama. Ilmu adalah jembatan menuju kemuliaan dan kejayaan satu bangsa.

Ilmu adalah inti kekuatan, dan ini diketahui benar oleh negara-negara imperialis. Mereka terus berusaha menghalangi tranfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Iran, agar Iran terhalang dari kemajuan.

Spiritual dan moral. Iran menjadikan keduanya sebagai ruh masyarakat Iran masa depan. Semua cinta dan pengorbanan rakyat Iran senantiasa berasaskan keikhlasan, itsar, tawakkal kepada Ilahi, dan iman.

Tidak ada pondasi pembangunan masyarakat sebaik dan sekuat nilai-nilai dasar ini. Begitu pula dengan ekonomi.

Generasi Iran masa depan mesti mengetahui dengan benar, bahwa ekonomi merupakan salah satu kunci kekuatan. Kejayaan satu bangsa dapat diukur dari kekuatan ekonominya.

Meski begitu, tujuan revolusi Islam semata-mata bukan kejayaan ekonomi. Ekonomi hanyalah alat menuju tujuan masyarakat Islami yang terikat dengan wilayah.

Salah satu fokus ekonomi masa depan Iran adalah minyak dan gas alam yang dimilikinya. Musuh selalu menanti peluang dari kelemahan bangsa Iran dalam pengolahan dan eksplorasi minyak bumi Iran. 

Olehnya, kunci kejayaan Iran masa depan adalah memperkuat SDA yang berorientasi pada ekonomi perminyakan dan gas alam.

Keadilan dan memerangi kejahatan mesti terus ditegakkan dan dikampanyekan. Jika kejahatan ekonomi, sosial, politik praktis, dan degradasi moral menyerang tubuh pemerintahan, maka kedaulatan negara akan ikut bergetar. Akan tetapi, penegakan keadilan adalah tujuan utama revolusi Isram Iran. 

Demikian pula dengan suara kebebasan, kemerdekaan, dan kemandirian. Ini merupakan suara hati nurani Republik Islam Iran eraih kemenangan masa depan. Bagaiamana Iran membangun hubungan luar negerinya mestilah bijak melihat kehormatan dan harga diri bangsa, demikian pula dengan hikmat dan manfaatnya.

Hingga akhirnya, langkah Iran akan terus kokoh melaju dengan memperhatikan gaya hidup (style life) berbudaya, berbangsa dan bernegara. Perang budaya yang dilancarkan oleh penjajah Barat merupakan ancaman bagi kekuatan bangsa, termasuk ekonomi, moral, agama dan politik budi luhur yang selama ini bangsa Iran perjuangkan.

Usia Republik Islam Iran, bisa dibilang 34 tahun lebih muda dari usia kemerdekaan Republik Indonesia. Mungkinkah Indonesia dapat belajar dari bangsa Iran? Semoga jaya dan kokoh Indonesia!

Rujukan:
1- dinasulaeman.wordpress.com
2- Bayaniyeh-ye Gham-e Dovom-e Enghelab, Khatab beh Mellat-e Iran, Sayyid Ali Khamenei, Moavenat-e Farhanggi va Ijtimaie Sazman-e Aughaf va umur-e Khairiyyeh, Cet. 1, Tehran, 1397.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun