Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pengalaman Masuk ke Tambang Bawah Tanah PT Freeport Indonesia

9 September 2015   12:00 Diperbarui: 9 September 2015   23:54 10123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Hazmi Srondol di dalam area tambang bawah tanah"][/caption]

Saya sebenarnya kurang nyaman dengan sepatu boot karet yang dipinjamkan oleh tim dari Freeport ketika hendak memasuki lokasi tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone) di gunung Grasberg.

Kulit kaki terasa terjepit dan sedikit susah memasukan telapak kaki. Kalau boleh memilih, lebih baik saya memakai boot kulit model standar militer milik sendiri daripada memakai sepatu model ini. Engkel kaki terasa lebih terlindungi apabila terpeleset.

Namun apa boleh buat, semua tim yang mendampingi memakai sepatu yang serupa. Helm, rompi warna ngejreng dan kacamata plastik bening sudah menjadi standar minimal keselamatan di tambang ini. Tidak peduli pekerja atau tamu.

Sempat beberapa menit saya merasa seperti sebuah robot dengan “costum” ini. Aneh rasanya.

Itu pun ternyata belum cukup. Sebelum masuk kedalam area tambang bawah tanah, saya diajak untuk masuk ke kantor divisi Underground PT Freeport ini untuk mengikuti presentasi dan memakai tambahan alat pengaman lainnya.

What? Seperangkat pakaian ala robot ini belum cukup?

Ya, mereka benar-benar memberikan tambahan alat lain. Alat yang saya pikir adalah sejenis tempat minum tentara (paples). Namun setelah dilihat lebih jelas, benda itu adalah sejenis alat detektor bagi kendaraan tambang yang hilir mudik di dalam area underground. Tanpa membawa alat ini, keberadaan kita tidak akan dideteksi oleh mobil-mobil beraneka jenis.

Alat lain yang wajib kami bawa adalah savox dan senter helm. Savox sendiri adalah sejenis alat bantu pernafasan saat keadaan darurat. Alat ini bentuknya juga mirip tempat minum tentara.

Untuk alat tambahan berupa senter helm. Saya pikir, senter ini hanyalah sekedar alat bantu penerangan biasa untuk menembus kegelapan terowongan.

Namun ternyata lebih dari itu. Senter helm ini berfungsi sebagai alat komunikasi dengan kendaraaan atau perkerja tambang lainnya. Cara komunikasinya adalah dengan menggunakan isyarat gerak. Jika kepala kita angguk-anggukan, berarti kita diminta mendekat. Jika digeleng-gelengkan artinya kita diminta mundur dan jika digerakan berputar, artinya kita harus berhenti. Ada kode penting yang akan disampaikan kemudian.

Usai mendapat tambahan alat safety tersebut, barulah sesi presentasi dimulai. Disana, dijelaskan perihal era potensi tambang baru bawah tanah yang berada dalam perut gunung Grasberg. Nama-nama lokasinya agak unik. Ada yang berupa singkatan seperti DOZ/ESZ; MLZ; DMLZ atau berupa kata dalam bahasa Inggris seperti BIG GOSSAN, GRASBERG BLOCK CAVE hingga yang paling unik dan membuat penasaran adalah lokasi yang bernama KUCING LIAR.

Potensi tambang bawah tanah tersebut sangat besar sekali, sampai tahun 2041 pun masih bisa dieksplore. Namun tetap saja, tidak serta merta semuanya langsung bisa digarap.

Contohnya area tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone). Area ini adalah yang pertama kali digali dan biaya pembangunan insfratrukturnya diperkirakan mencapai US$ 15 Milyar atau sekitar Rp.195 Trilyun. Hingga akhir Maret 2015, sekitar Rp. 9 Milyar (Rp. 117 Trilyun) sudah digelontorkan untuk dapat menembus lokasi ini. Itu pun ternyata merupakan dana pinjaman (hutang) dari pemodal dan hasil produksinya masih jauh dari BEP (break event point) atau balik modal.

Besarnya angka modal dasar itulah yang sepertinya membuat pihak PT Freeport Indonesia berniat sekali melepas 25% kepemilikannya kepada pemerintah Indonesia. Disamping untuk berbagi keuntungan yang lebih besar kepada pemerintah selain pajak dan royalti, juga sekaligus berbagi ‘tanggung jawab’ terhadap besarnya biaya dan resiko pembukaan area tambangnya.

Hingga saat artikel ini dibuat, belum ada informasi perihal rencana pembelian kepemilikan saham ini oleh pihak pemerintah.

Nah, lokasi DOZ inilah yang akan segera saya masuki untuk bisa melihat secara langsung bagaimana bentuk dan suasana didalamnya.

Saya cukup beruntung, ternyata atasan (manager) karyawan Freeport yang mengantar saya memasuki area bawah tanah ini adalah teman sekolah saya ketika masih STM jurusan telekomunikasi.

Saya agak terkejut jika ternyata ia membelot dari dunia telekomunikasi ke dunia pertambangan. Usut demi usut, sahabat saya ini hanya setahun melanjutkan kuliah di kampus telekomunikasi dan selanjutnya memilih masuk ke kampus ITB jurusan pertambangan sebelum akhirnya bergabung di perusahaan tambang ini.

Banyak sisi lain yang diceritakan oleh sahabat saya ini perihal karakter pekerja tambang bawah tanah yang sedikit berbeda dengan pekerja tambang terbuka. Salah satu yang khas dari pekerja underground adalah reaksi ‘parno’ atau paranoid terhadap suara kemresek , contohnya seperti suara botol Akua yang sedang diremas.

Suara ini konon, mirip salah satu suara pertanda runtuhnya terowongan. Banyak pekerja underground yang terselamatkan karena respon cepat terhadap reaksi suara sejenis ini.

Hal yang pernah iseng-iseng saya coba test ketika disekitar terminal Tembagapura. Ketika botol mineral tersebut saya remas, tampak beberapa karyawan Freeport terlihat menegang dan terdiam sebentar lalu mengambil posisi sigap. Saya lihat, yang tampak tegang dan matanya terbelalak tersebut adalah yang baju atau jaketnya terdapat tulisan “underground”.

Saya sedikit tertawa geli sebelum akhirnya dipelototi dan diingatkan agar tidak mengulang keisengan yang menurutnya tidak lucu ini. Hmm… Baiklah. Hehehe…

Setelah peralatan keselamatan lengkap terpasang, akhirnya kami naik kendaraan 4WD berwarna putih. Agak kagum juga dengan tipe kendaraan ini. Kendaraan bermerk Toyota Land Criuser seri J70 berkapasitas 4500 cc Diesel ini masih menjadi kuda pekerja pilihan dan mendominasi di perusahaan tambang ini.

Padahal jenis ini sudah ada sejak tahun 1984 dan sudah ada versi terbarunya yang lebih lembut penampilannya. Toyota Land Cruiser Prado atau jenis pick up double cabin seri terbaru lainnya yang sangat populer akhir-akhir ini seperti Ford Ranger atau Mistubishi Strada.

Saya menduga, spek kaku tetapi dengan mesin dan suspensi yang kokoh ala seri J70 ini belum ada yang mengalahkan kemampuannya dalam mendaki seperti area tambang Freeport di Grassberg ini.

Detik-detik pertama memasuki area tambang bawah tanah memang mendebarkan. Suasana sangat hening dan gelap. Pikiran saya mendadak teringat suasana didalam kubur. Entah mengapa, mendadak langsung merasa dekat dengan Tuhan karena banyaknya dzikir dalam hati.

Setelah beberapa ratus meter, mobil berhenti. Ada pintu dua lapis seperti area taman Safari yang harus dibuka tutup agar kendaraan bisa masuk. Cara membuka pintunya melalui tali yang terhubung pada saklar hidroliknya. Pintu-pintu ini ternyata berfungsi sebagai pengatur sirkulasi udara agar semua lorong merata aliran oksigennya. Disamping itu, juga terdapat dua kipas raksasa di mulut tebing gunung yang fungsinya mirip exhaust fan di rumah-rumah.

Air tampak menetes didinding terowongan sehingga mengakibatkan jalanan terowongan menjadi becek. Ketika saya coba tanyakan asal muasal air ini kepada staff Freeport yang menghantar kami, ternyata air ini berasal dari cekungan ujung gunung Grasberg.

Rekan saya yang bertugas membawa kamera untuk mendokumentasikan perjalanan ini sampai terheran pada dirinya sendiri. Sebagai seorang pendaki gunung, selama ini ia sudah pernah berada di berbagai puncak gunung dan kali ini, baru merasakan berada dalam perut gunung.

Selama perjalanan didalam terowongan, saya sempat bertemu beberapa “tikus tanah” atau sebutan yang dibuat sendiri oleh para pekerja tambang underground ini. Disitulah saya baru paham, sempat terdengar suara “biiip-biiip” didalam kendaraan sesaat bertemu para tikus tanah ini. Suara yang dihasilkan dari alat mirip ‘peples’ yang terpasang dipinggang ini.

Sesekali saya juga bertemu beberapa mesin pembawa batuan tambang yang bisa berbelok 90 derajat. Sebuah kendaraan yang selanjutnya saya ketahui tidak ada sopir manusianya langsung. Mesin ini ternyata dikendalikan secara remote dari gedung yang tak jauh dari ruang tempat presentasi sebelumnya.

Keberadaan mesin yang disebut oleh pekerja Freeport mirip kadal ini membuat saya teringat sebuah video tentang tambang bawah tanah Freeport yang diunggah di youtube.

Ternyata, video tersebut tampaknya palsu. Lokasi pembuatannya memang mirip di area Grasberg tetapi dari wajah-wajah pekerja, logo helm, warna rompi, logo mobil, dan mobil ‘kadal’ ini bukan berada di tambang Freeport Papua. Bahkan sabuk berjalan yang berfungsi membawa hasil tambang tidak kutemukan didalam terowongan ini.

Pekerjanya pun kebanyakan dari Papua, Jawa, Sunda dan sedikit pekerja dari Filipina. Bahkan pekerja dari Papua mencapai 40% besarnya. Berbeda dengan video yang saya duga hoax tersebut kebanyakan berwajah bule/eropa.

Ada kesan yang mendalam ketika didalam terowongan saya menemukan adanya gereja dan masjid. Tidak saya sia-siakan kesempatan mencoba sholat didalam terowongan ini.

Tak lupa pula, saya mencoba mencicipi masakan yang terdapat di ruang makan bawah tanah ini. Aroma bumbu kacang ala gado-gado menyeruak menggoda nafsu makan. Lebih menggoda lagi, ternyata menu masakan Indonesia sangat mendominasi disini. Tak heran, ada beberapa pekerja yang sepertinya membungkus menu disini untuk dibawa pulang ketika keluar terowongan.

Saya memahami kerinduan menu seperti ini. Dari pengalaman makan di kantin karyawan Tembagapura, memang menu eropa ala restoran hotel bintang lima lebih banyak porsinya untuk dinikmati. Saya kira, lidah ala Indonesia masih susah jauh-jauh dari nasi, tempe dan masakan bumbu kacang seperti ini.

Terakhir, sebelum keluar meninggalkan terowongan ini, saya diajak bertemu beberapa karyawan tambang yang juga sama-sama pengkoleksi batu akik. Saya dihadiahi beberapa buah bahan batu akik.

Jelas ini sebuah hadiah yang sangat menceriakan saya. Harap maklum jenis akik diarea tambang ini rata-rata berjenis piruz atau akik badar dengan material yang tampak mengkilat ketika terkena cahaya.

Pemberian ini melengkapi koleksi bahan akik yang saya dapatkan sebelumnya di tengah-tengah terowongan. Saat itu saya berhenti sejenak mengambil sample atau contoh material batu sebelum diolah menjadi konsentrat untuk diolah pada tahap berikutnya.

Untuk video dokumentasi lengkapnya, silahkan klik link berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=i6boJaDvXnk

[Hazmi Srondol]

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun