“Ethok-ethok kendel kok, mas” jawab Ratna Listy, sabtu siang (12/10/2013) melalui pesan di blackberry saatku bertanya tentang keberanianya menjadi host acara Dua Dunia di Trans 7, salah satu stasiun TV swasta di Indonesia ini.
Ya, memang seringkali aku menerima pesan broadcastnya untuk menonton acara yang bergenre misteri ini.Awalnya rada menggelikan, kok bisa Ratna Listy yang setahuku tidak seberani itu mendadak bersemangat sekali menjadi host tamunya. Oh, ternyata keberaniannya itu hanya sekedar “ethok-ethok, kendel” alias “pura-pura berani”. Terbayang bagaimana menggigil dan gemetarannya saat berada di lokasi shooting. Hahaha…
[caption id="attachment_294788" align="aligncenter" width="511" caption="Ratna Listy di acara Dua Dunia Trans7"][/caption]
Namun kegelian itu mendadak menjadi rasa penasaran dan terkejutan saat sore harinya, muncul lagi pesan keluhan dari Ratna Listy perihal hujatan di akun facebooknya yang menkritik keras acara tersebut. Segera aku menuju kolom komentar, sesuai permintaannya.
Hmm, entah kenapa—mendadak menjadi ikutan gerah. Ya, saya bisa menerima perbedaan pendapat, tapi skeptisme dan hujatan bahwa acara tersebut berbau syirik, karena melibatkan jin dan sebangsanya kedalam alam manusia. Dijadikan acara TV pula.
Jadi bertanya-tanya, apa masalahnya dengan dunia misteri ini? Apalagi sempat malam harinya, aku sempat dikeplak istri gara-gara saat tengah malam anak kami terbangun dan minta dibacakan cerita dari majalah Bobo. Entah kebetulan atau tidak, baru ngeh ada kolom cermis (cerita misteri) di majalah anak-anak itu. Aku menurut saja, walau dalam hati menahan tawa. Istriku yang sering mengklaim penggemar film horor ini ternyata juga ethok-ethok, kendel.
Masih teringat betul bagaimana semangatnya ia mengajakku menonton film The Conjuring saat awal tayangnya di bioskop terdekat. Namun, betapa ruginya waktu ini, dengan biaya tiket yang sama, ia hanya menonton tak kurang dari setengahnya karena kebanyakan ia malah ngumpet dan menutup mata ndusel pada suaminya. Mestinya bayarnya setengah dong?
Nah, kembali ke soal acara Dua Dunia-nya Ratna Listy ini. Sempat terkaget dengan cerita alasannya mau menjadi host di acara tersebut. Baginya, acara tersebut berbeda. Sejak edisi “Terbaik 1” yang ditontonnya, ia merasa ada yang berbeda dalam acara ini yang membuatnya mau bergabung dengan acara ini.
Selain mendapatkan tambahan iman, ilmu dan amal, banyak hal menarik lainnya yang Ratna Listy dapatkannya. Diantaranya adalah akhirnya ia memahami bahwa tidak semua jin jahat. Mereka seperti halnya manusia, ada yang baik, bersahabat. Bahkan ada episode kocak di edisi “Air Terjun Pulosari”, ada pertanyaan polos dan kocak soal wajah jin yang merasuki salah satu narasumber,
Pertanyaannya kurang lebih “Apakah kamu lebih ganteng dari yang kamu masukin?” dan di jawab “tidak, lebih jelek”. Hahaha…
Nah, soal memanfaatkan jin dalam bentuk kemasukan atau lainnya inilah yang sepertinya jadi bahan hujatan penggemarnya. Katanya sih, apapun yang berhubungan dengan jin berarti musyrik atau yang berarti sudah masuk dalam level murtad atau kafir.
Boleh-boleh saja berpendapat begitu. Walau boleh juga dong saya punya pendapat tersendiri. Mengutip kebinggungan para pakde dan eyang-eyang saya di kampung yang heran, kok bisa-bisanya anak-anak jaman sekarang begitu ketakutan dengan yang namanya jin atau hantu-hantuan.
Padahal, jaman dahulu—mahluk itulah yang ketakutan dengan anak-anak manusia karena sering dikejar-kejar untuk di jadikan mainan. Khususnya jelangkung.Sungguh zaman yang terbolak balik.
Kemudian, perihal tidak diperbolehkannya memakai jin dalam urusan manusia-- hal ii sungguh repot jika dihubungkan dengan khasanah budaya Nusantara dimasa silam. Khususnya di Tanah Toraja. Di sana, sudah menjadi hal biasa menggunakan jin atau apapun namanya untuk menghidupkan mayat. Bukan untuk pesugihan, lebih kepada hal teknis seperti membawa mayat untuk pulang kerumah.
Maklum, jaman dahulu di Tanah Toraja banyak hutan dan gunung-gunung. Tentu saat bertani, berkebun atau berburu di hutan ada anggota keluarga yang terkena musibah dan meninggal di hutan. Lha siapa yang bisa membawanya pulang? Belum ada yang namanya ambulan yang bisa membawanya kembali ke rumah. Untuk di gotong dan digendong, tentu lebih merepotkan.
[caption id="attachment_294789" align="aligncenter" width="599" caption="Budaya menghidupkan mayat di Toraja (sumber: www.anehdidunia.com)"]
Jadi, secara teknis lebih mudah mereka menghidupkan mayat tersebut agar bisa berjalan pulang sendiri ke rumah. Baru nanti dirumah mendiang, baru diuruslah acara pemakamannya. Itu pun jika ingin dimakamkan, kadang hanya disimpan dan diawetkan dan pada saat pesta-pesta adat tertentu, para mayat leluhur ini kembali dihidupkan walau nanti seusai pesta akan kembali ditidurkan.
Lebih detailnya, coba perhatikan kisah Nabi Sulaiman AS. Jikalau memang berhubungan dengan jin dianggap kafir, berarti menganggap Nabi Sulaiman kafir dong?
Padahal, bisa atau tidak berhubungan dengan dua dunia yang berbeda—semua kembali kepada izin Allah. Sebagaimana Allah mengizinkan Nabi Sulaiman mempergunakan sebagian jin untuk membantunya berkerja. Bahkan, konon emas yang dipergunakan Nabi Sulaiman untuk membangun istananya ini juga mempergunakan jin untuk mengangkutnya dari pulau emas yang berada di Indonesia.
Kurang lebih, pulau emas itu adalah Swarnadwipa atau kini lebih dikenal sebagai pulau Sumatera.
Lebih menakjubkan lagi, fungsi detail para jin yang dalam pimpinan proyek Nabi Sulaiman ini tertuang dalam surah As Saba’ ayat 13. Terjemahannya sebagai berikut:
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.“
Kadang ingin sekali menafsirkan kata “piring-piring” tersebut adalah pesawat UFO yang kini diperdebatkan. Namun berhubung ilmu bahasa arabnya masih pas-pasan, saya kembalikan ke arti harfiahnya saja.
Ya, memang—dengan mencoba memberi pandangan seperti ini tetap tidak akan mengurangi pro kontra yang muncul di masyarakat. Saya faham banyak latar belakang keilmuan yang berbeda-beda di negara kita ini.
Hal ini pun disadari oleh sang produser acara—Komet Multazam. Menurut Komet, baik yang pro dan kontra selalu punya niat baik. Niat untuk mengingatkan bahwa di dunia gaib batas anatar aqidah dan syirik itu tipis sekali. Jadi semua dikemablikan kepada kesetiaan kepada niat baik.
Nah, akhirnya semua kembali ke diri masing-masing. Baik mbak Ratna Listy dengan profesionalitasnya sebagai presenter sekaligus belajar keimanan dalam pekerjaannya ataupun para pemirsanya.
Silahkan pemirsanya menikmati sensasi debaran ketakutan atau malah terinspirasi menulis kisah misteri. Seperti contohnya mbak Wylvera Windayana, salah satu anggota komunitas KEB (Kumpulan Emak Blogger) yang sudah merilis beberapa buku cerita misteri seperti Misteri Anak Jagung dan Misteri Hantu Bertopeng.
Walau pun, tetap saja saat ditanya tentang keberaniannya menulis cerita misteri, Mbak Wyl juga menjawab hal serupa, “ tapi sejujurnya aku ini... aku ini... penakuuut. *ngumpeeet*”
Haiyah! Ternyata juga ethok-ethok, kendel.
Hihihi…
---------------
follow: @hazmiSRONDOL
[Bekasi, Idul Adha, 15 Oktober 2013]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H