Saya belum pernah tertawa ngakak sekeras ini ketika membahas penjualan Indosat saat era rezim ekonomi Megawati.
Bayangkan saja, ada akun yang (konon) bergelar Sarjana Ekonomi mengatakan bahwa penjualan Indosat adalah menjual "liabilitas"--bukan "asset". Penjualan ini juga untuk menutupi APBN untuk salah satunya pembelian alusista TNI.
Hihihi....
NGAKAK no. 1 :
Istilah liabilities dan asset yang dipakai adalah bedasarkan buku "Rich Dad, Poor Dad" karya Robert T Kiyosaki. Dalam bukunya, istilah ini dijabarkan sbb:
(1). Asset adalah: Segala sesuatu yang mengalirkan uang ke kantong anda.
(2). Liabilitas adalah: Segala sesuatu yang keluarkan uang dari kantong anda.
Sayangnya, sepertinya yang menulis itu perlu dicek lagi ijasahnya. Sepertinya sih, cuman beberapa lembar saja yang dibaca--esensinya enggak.
Lha bayangkan, Indosat kok dianggap "liabilitas" alias "nyedot" pendapatan negara. Padahal dalam sejarahnya Indosat sebelum dijual dan di merger TIDAK PERNAH RUGI...! Bahkan 10 tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan sebagai BUMN terbersih dan pembayar pajak tertinggi di Indonesia.
Sudah begitu, saudara-saudara tahu harga penjualan Indosat? Hanya Rp. 3,7 Trilyun!
Harga yang sangat murah untuk perusahaan sekelas Indosat. Di Singapore, dengan uang segitu hanya cukup untuk membeli lisensi/ijin frekuensi GSM saja!
Kalau di Indonesia (saat itu) bisa untuk membeli lisensi GSM, CDMA, SATELIT, internet, MIDI, termasuk gedung yang di ring 1 (sekitaran monas), dan para engineer ganteng kayak saya, eh, dengan gaji lokal. *tepok jidat.