[caption id="attachment_332212" align="aligncenter" width="578" caption="Perbandingan identitas keaslian akun di Kompasiana"][/caption]
Sebenarnya saya enggan menanggapi tulisan perihal tanggapan akun anonim “Jack Soetopo” di Kompasiana yang di HL (Headlines) kan oleh admin tanggal 13/4/2014 beberapa hari yang lalu.
Disamping saya tidak melihat esensi penting dalam tulisan tersebut yang format penulisannya sangat acak-acakan dan ploting yang melompat-lompat, saya juga melihat tulisan tersebut hanya sekedar reaksi “sumbu pendek” yang gampang meleduk—khas pendukung Jokowi di Kompasiana ini atas fakta kecil yang sebelumnya saya posting di wall facebook secara singkat dan berisi pokok-pokok pikiran saja.
Namun seiring perjalanan waktu dan banyaknya rekan yang share link tulisan tersebut ke status komen facebook saya, atas masukan istri—saya diminta membalas promosi gratis branding “Hazmi Srondol” dengan jawaban yang lebih detail sebagai bagian dari sarana belajar bersama dalam melihat masalah dan saling memberi masukan.
Baiklah, walau tulisan engkong Jack sangat berantakan—namun sedikit saya bantu dua pokok pembahasan yang bisa kita pelajari bersama. Yaitu:
1.Fitnah dan pembunuhan karakter atas statement “Penipuan Publik”
2.Teknik mengali informasi dengan cara “Google it”
Penjelasan dari saya kurang lebih sebagai berikut:
1.“Penipuan Publik”
Jujur saja, saya sangat heran dengan begitu mudahnya Jack Soetopo memberi cap dan klaim bahwa yang saya tulis adalah sebuah ‘penipuan publik’. Padahal, jika tanpa embel-embel kata tersebut, akan terbuka ruang diskusi yang menarik. Apalagi saya punya banyak data yang bisa saling dikembangkan dan dicari titik tengahnya.
Namun sepertinya, Jack lebih suka memakai jurus fitnah dan cap yang caranya mirip dengan PKI di film “G30S/PKI” yang sering saya tonton saat masih SD. Cuman bedanya—PKI sedikit lebih jantan dalam film tersebut. Bendera dan tokoh-tokohnya terlihat. Berbeda dengan akun Jack Soetopo yang tidak jelas identitasnya. Ter-verifikasi pun tidak.
Padahal setahu saya, setiap manusia di bumi—punya identitas. Kecuali Tarzan atau manusia yang setipe kehidupannya dengan itu. Kalau sungkan mengirimkan KTP-nya, saya fikir passport pun juga bisa. Ini masalah itikad baik untuk tidak bersembunyi dibalik topeng akun lalu seenaknya memfitnah dan memberi cap yang berfungsi sebagai pembunuhan karakter kepada akun yang nyata dan mudah dijumpai--seperti saya “Hazmi Srondol” misalnya.
Belum lagi, boleh di cek informasi akunnya. Hampir di semua media UGC (user generated content) yang diikutinya menyatakan ia adalah seorang tukang becak (pedicab driver) atau mantan tukang becak. Helooow, siapa yang melakukan “penipuan publik” sekarang? Hazmi Srondol atau Jack Soetopo?
Hanya bermaksud bercanda? Waduh, kalau akun anonim untuk kolom fiksi ya tidak masalah. Wajar malah. Tapi kalau untuk politik dan digunakan sebagai alat penistaan terhadap akun penulis asli, ini namanya apa?
Dan untuk menuntutnya secara hukum terkait pencemaran nama baik pun rasanya juga bakal sia-sia, secara dia hanya akun anonim saja.
Padahal, dalam dunia blogging dan nyata—saya hanya mengenal seorang “tukang becak” asli yang pintar menulis. Namanya mas Harry van Yogya dan sudah menerbitkan buku “The Becak Way”. Saya pun pernah kopdar dan berkunjung langsung ke yogya untuk bertemu beliau sambil ngopi di warung istri mas Harry di pasar Serangan Yogya.
Sudah begitu, apa mungkin engkong-engkong masih kuat ngenjot becak?
Boleh cek salah satu tulisan engkong Jack yang meng-klaim pengalamanannya dekat dengan presiden Soeharto dan Presiden AS sejak zaman Kennedy hingga Obama. Kutipannya sebagai berikut:
“Pertama kalinya saya ditugaskan di Indonesia, diakhir tahun 60-an. Ekonomi Indonesia porak poranda, kekacauan, kemelaratan dimana-mana. “
“Pengalaman saya, sebagai orang asing, yang bekerja untuk presiden AS, mulai dari Kennedy sampai Obama, sangat setuju perlunya regenerasi. “
Dari info klaim Jack—anggap saja benar, maka jika sekitar tahun 1969 sudah berkerja untuk Pak Harto dan jika usia kerjanya dimulai umur 35 seperti saya—maka di tahun 2014 adalah sekitar 80 tahun. Jadi wajar kiranya jika saya menyebutnya ‘engkong’ dan jadi paham kenapa draft tulisannya berantakan dan penuh typo yang parah. Mungkin menulisnya sambil batuk-batuk atau tangannya gemetaran karena pikunen (Jawa-red).
Wong jujur saja, saya pernah iseng menelepon engkong Jack saat masih belum melakukan pendzoliman ini dan saya pun sebenarnya kasihan dengan nada suara ngap-ngapan nya mengatur nafas. Antara energi hembusan dada yang melemah atau kelupaan memakai gigi palsunya. Entahlah…
Sudah begitu, anggap lagi klaimnya benar—bisa diartikan akun Jack ini adalah sejenis ‘agen’ yang berkerja untuk Amerika. Namun, saya fikir berlebihan jika ‘agen’ tersebut adalah sejenis agen rahasia seperti di film-film Hollywood mengingat kemampuan analisis masalah yang naudzubilah min dzalik sembrononya.
Ya, jadi saya rasa gelar ‘agen’ yang pas untuk akun Jack adalah agen pulsa elektronik atau agen gas elpiji 3Kg. Itu pun kalau ada disana.
Nah, itu baru dari informsi akun nya saja. Untuk data yang lainnya, wah… sepertinya perlu disediakan cermin besar untuk membuat engkong Jack mengaca diri. Cuman jangan sampai ia terkaget sendiri dengan wajah di cermin yang berbeda dengan foto yang itu-itu saja yang di pajang baik di kompasiana maupun akun sosial media lainnya.
2.“Google it”
Ya, sedikit ada benarnya konsep pencarian data dimulai dari “google it”. Saya pun sering menyarankan rekan-rekan di kantor untuk melakukan ini ketika sedang memulai sebuah konsep acara atau kerja. Siapa tahu sudah ada yang membuatnya. Jadi kita bisa memilih apakah kita akan meniru dan memodifikasinya atau bahkan membuat cara lain yang lebih seru dan baru.
Namun, untuk mencari benang merah sebuah kasus—saya fikir langkah ini masih sangat kurang. Hanya sekedar awal pembuka saja. Karena kita sama-sama tahu bahwa hasil pencarian di google hanya berupa link-link artikel dari media/blog/twitter yang siapa pun bisa membuatnya.
Jangankan sekelas Kompas, saya pun bisa membuat portal berita sebanyak anggaran dompet saya untuk membeli domain dan templete blog/situs premium yang harganya minimal $70 untuk desain yang menarik. Contoh nya situs berita humor saya www.srondolnews.com.
Selanjutnya tinggal kemampuan membagi lewat jejaring sosial atau penguasaan ilmu SEO yang baik yang akan membuat postingan kita akan muncul di halaman pertama atau awal di situs pencarian google. Jayalah blogger yang mempunyai pages facebook dan akun twitter yang pengikutnya ratusan ribu atau jutaan. Hehehe…
Sedangkan untuk sisi kebenaran dan keabsahannya, ya kita tahu sama tahu. Perlu saringan jiwa, pemikiran logis dan holistik untuk membedakannya.
Jadi, beruntunglah yang sewaktu kecil sering digembleng ustad/pendeta/biksu di tempat ibadah masing-masing untuk mempelajari kitab suci.
Untuk saya yang muslim, pelajaran “iqra” adalah basis segalanya. Kita dituntut untuk bisa membaca apa yang tersurat, tersirat bahkan hal yang seakan ‘tersembunyi’ yang sering guru kita sebut sebagai ‘hakekat’.
Pelacakan sumber sejarah, bertanya langsung kepada sosok-sosok pelaku utama hingga mengorek data lain seperti kronologis, berita dan lain sebagainya menjadi alat tambahan untuk memecahkan keping puzzle masalah yang berserakan.
Jika terpecahkan, kita ucapkan alhamdulillah atau puji Tuhan. Jikalau pun tidak—hanya tawakal dan berserah diri kepada Tuhan pemilik kebenaran sejati.
Nah, kembali ke beberapa hal yang disanggah akun anonim Jack.
a.Kasus Wilfrida
Nah, dari tulisan akun Jack—langsung bisa kita lihat sisi kelemahan dasar dari penggunaan teknik “google it” secara membabi buta. Google tidak mampu membaca desas desus dan berita A1 dari intelejen atau keluarga dekat.
Jangan harap kita bisa tahu kedekatan Prabowo dengan Mahatir saat masih menjadi menantu Pak Harto. Dari kedua orang tersebut, mudah baginya tahu sejarah Malaysia—bahkan obrolan tentang pengiriman 4 juta warga Indonesia saat pemilu saat awal adanya negara Malaysia.
Google pun saya yakin tidak tahu bagaimana dahulu keluarga pak Soemitro dibantu keluarga Najib Razak sewaktu dalam masa pembuangan.
[caption id="attachment_332213" align="aligncenter" width="576" caption="Prabowo, Shafee dan Wilfrida (sumber foto: sayangi.com)"]
Kalau pun ada, kisi-kisinya malah dari media Malaysia www.themalaysianinsider.com. Media itu menurunkan artikel berjudul “Indonesian presidential hopeful on mission to "save" teenage maid accused of murder” pada Minggu (29/9/2013) pukul 22.10 waktu setempat.
Sedikit kutipannya pun sempat muncul dalam berita lokal detik.com yang menuliskan sebagai berikut:
“Di artikel tersebut Prabowo disebut capres dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan saat ini melakukan pendekatan personal kepada Najib Razak untuk menyelamatkan Wilfrida. Kedekatan hubungan antara ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusimo, dengan ayah Najib Razak disebut menjadi faktor penting pendekatan yang dilakukan oleh Prabowo.”
Link selengkapnya ada di : http://news.detik.com/read/2013/09/30/025509/2372674/10/media-malaysia-pantau-perjuangan-prabowo-selamatkan-wilfrida
Mungkin saja para pendukung Jokowi keberatan dan akan selalu mencari-cari alasan penolakan prestasi Prabowo ini. Namun, bagaimana jika saya membagikan kronologis tanggal kejadian penyelamatan Wilfirda oleh pengacara Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah yang diminta bantu dan dibayar Prabowo seperti dibawah ini, apakah masih mau menyangkal?
Kronologis Pengacara Wilfirida:
26 November 2010 - Wilfrida berangkat ke Malaysia tanpa dokumen ketenagakerjaan, diterima di Kelantan oleh agen perekrut, AP Master SDN. BHD. Passport dan dokumen penting Wilfrida dipalsukan, sehingga umur yang tertera berbeda dengan umur asli, tanggal lahir Wilfrida dirubah dari 12 Oktober 1993 menjadi 8 Juni 1989.
7 Desember 2010 - Wilfrida diduga membunuh majikannya, Yeap Seok Pen (60), dengan pisau dapur. Kemudian ia ditangkap polisi Daerah Pasir Mas di kampong Chabang Empat, Tok Uban, Kelantan, sekitar 5 jam setelah kejadian.
Desember 2010 s/d 2012 - Kasus Wilfrida diproses dengan sangat lama, tiga tahun ia mendekam di penjara Pangkalan Chepa, Kota Nharu, Kelantan. Awal 2012, kasus Wilfrida dilimpahkan ke Mahkamah Tinggi Kota Bharu.
26 Agustus 2013- Wilfrida dituntut hukuman mati terkait pembunuhan berdasarkan pasal 302 Kanun Keseksaan (Penal Code).
14 September 2013 - Wilfrida bertemu dengan Prabowo Subianto pertama kali di penjara Kelantan.
30 September 2013 - Prabowo Subianto mendampingi Wilfrida pada sidang tahap penuntutan, ia menunjuk pengacara terkemuka negeri Jiran, Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah, untuk membantu Wilfrida. Tan Sri berhasil meminta penundaan vonis, untuk pemeriksaan lebih detil, ada 3 permintaan Tan Sri yaitu pemeriksaan kembali umur Wilfrida, pemeriksaan kesehatan, dan pemanggilan saksi.
17 November 2013 - Sidang lanjutan Wilfrida dilaksanakan, setelah hakim
mengabulkan 3 permintaan Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah pada sidang sebelumnya.
29 Desember 2013 - Sidang lanjutan Wilfrida kembali dilaksanakan, kali ini hakim memeriksa bukti kondisi kesehatan Wilfrida.
12, 19, 26, dan 29 Januari 2014 - Sidang lanjutan dilakukan secara maraton, dan pengadilan memanggil semua saksi kunci. Sidang dipantau oleh Komisi HAM Malaysia, SUHAKAM.
3 April 2014 - Pembelaan dan pemeriksaan saksi Wilfrida selesai, setelah 7 saksi dipanggil dalam sidang marathon, termasuk saksi yang diminta oleh Wilfrida sendiri.
7 April 2014 - Setelah proses yang sangat panjang, Wilfrida dinyatakan tidak bersalah.
Dan saya masih punya banyak data lain yang sekiranya rekan-rekan membutuhkan. Jangan ditanya darimana sumbernya--yang pasti bukan dari “google it” dan sebelum membaginya, saya akan memakai jurus “wani piro?”. Hehehe…
Dan rahasia yah, dari desas-desus di Malaysia yang juga dipastikan susah ditemukan di google-- Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah ini bukan hanya pengacara terbaik namun calon Hakim Agung Malaysia loh. Insya Allah 2-3 bulan lagi akanmenjabat posisi ini. Semoga kerajaan Malaysia tidak berubah pikiran setelah iseng membaca tulisan saya ini. Amiiin.
b.Lokasi strategis pabrik kertas PT KIANI
Opini akun Jack yang mengatakan bahwa masuknya Prabowo ke Kiani hanya masalah kedekatan dengan Bob Hasan, saya rasa itu sudah pe-ngawur-an kelas berat dan penyesatan opini khas pengidap PrabowoPhobia.
Pemikiran Prabowo lebih luas dan dalam. Jelas sebuah penyelamatan “aset negara” yang berada pada wilayah strategis Indonesia di bagian utara.
Saking strategisnya daerah Berau, Kaltim—sampai-sampai satu kompi (12 unit) main battle tank Leopard yang sedang dibeli TNI ditempatkan pertama kali disana. Disamping tank Scorpion yang sudah exist sebagai pelengkap dari program pembangunan skuadron tempur Mi-17 dan heli Apache serta Bell-412 EP.
Lalu, bisa kira-kira kan dimana pangkalan skuadronnya? Silahkan cek gambar di tulisan saya sebelumnya soal PT KIANI. Hehehe…
Sudah ah, kesenangan musuh-musuh kita dapat bocoran info seperti ini. Segini saja saya yakin rekan-rekan mampu menterjemahkannya. Untuk info beritanya, silahkan buka link ini :
Sedangkan soal bantahan lokasi pangkalan militer Amerika. Haduh, sudahlah—mana ada yang mau mengaku? Pasti dirahasiakan dan dibantah. Toh mudah bagi kita jika memakai jurus dasar “google it” nya akun Jack perihal lokasi pangkalan militer yang mengepung Indonesia ini. Monggo cek gambar dibawah ini:
c.Hutan, hutang dan pemilik PT KIANI
Nah, terkait soal bisnis pabrik kertas ini—mesti kita melongok kebelakang ilmu pelajaran tata usaha atau sejenisnya saat masih sekolah mau pun kuliah. Disana kita sering mendengar istilah ‘modal cair’ dan ‘modal beku’. Modal cair merujuk pada kemampuan untuk pembiayaan cash operasional perusahaan dan modal beku merujuk pada jumlah total nilai aset perusahaan.
Modal cair diperlukan untuk operasional perusahaan termasuk gaji ribuan karyawan serta bahan bakar. Paling utama adalah pembelian bahan baku produksi kertas. Dan di modal cairlah akar masalah PT Kiani mau pun pabrik kertas lainnya muncul di Indonesia.
Sekedar berbagi informasi—dalam produksi kertas/pulp setidaknya dibutuhkan bahan baku berupa kayu asli atau bahan baku kertas bekas (recovared paper).
Untuk bahan baku bekas ini sejak tahun 2012 sudah mulai ada pengetatan regulasi impornya dan verifikasi yang rumit. Hal yang membuat banyak pabrik kertas menjadi mengeluh. Beritanya bisa disimak di link berikut: http://www.neraca.co.id/article/19618/Impor-Diperketat-Industri-Kertas-Kesulitan-Bahan-Baku
Akhirnya, boleh di cek di media atau blog para aktifis lingkungan. Pada tahun 2004 hampir 70% bahan baku pabrik kertas di Indonesia adalah hasil curian dari hutan alam (ilegal logging). Padahal, semestinya pabrik kertas mengambil bahan baku dari HTI (Hutan Tanaman Industri) atau hutan rakyat yang di tanam masyarakat.
Informasi kasarnya bisa dilihat di link ini : http://kumpulanberitalama.blogspot.com/2013/04/korantempo-70-persen-kebutuhan-kayu.html
Dan
http://www.balithut-kuok.org/index.php/home/56-industri-pulp-dan-kertas-belum-mandiri
Untuk PT Kiani yang berdiri sejak tahun 1991—mempunyai minimal 223.500 hektar area hutan industri dan sudah mulai tanam sejak 1994. Jadi sekitar tahun 2014 ini sudah panen dan bisa digunakan untuk dijadikan bahan baku secara legal.
Data : http://www.dephut.go.id/uploads/files/HasilAuditPHPL_PTKianiLestari2011.pdf
Dan selama dalam proses panen inilah pabrik Kiani tidak beroperasi selama beberapa bulan. Itu pun tetap perlu biaya operasional dan mengaji karyawannya. Padahal selama itu tidak ada untung dari hasil produksi kertasnya.
Mohon di catat, Prabowo masih mempertahankan karyawan ini. Dirumahkan tanpa di pecat dan hanya diminta menunggu hingga bahan baku selesai dipanen.
Sedangkan untuk hutang, sekedar tambahan info—Prabowo saat membeli pabrik ini bukan hanya asetnya, tetapi termasuk hutang yang hasil peninggalan pemilik sebelumnya. Lalu mohon di cek lagi pembayarannya. Kali ini jangan lewat google—tapi konfirmasi ke krediturnya. Kan sudah tertib bayar dan lunas tuh.
Berita pelunasan : http://www.rmol.co/read/2014/04/18/151801/PT-Kertas-Nusantara-Sudah-Tak-Punya-Hutang-Rp-14-Triliun
Kalau pun ternyata mendadak ada kemacetan pembayaran—sudah dijelaskan berulang kali bahwa modal beku (aset) PT Kiani 200% dari hutannya. Artinya ketahanan modal masih kuat dan tidak bisa disebut bangkrut.
Nah, disini saya minta tolong teman-teman yang paham soal pabrik kertas, lingkungan hidup atau yang paham betul masalah teknis bisnis ini untuk berkomentar.
Jangan model akun jack yang asal mangap. Saking asalnya dan untuk menyenangkan pendukung jokowi sampai kehilangan akal sehatnya dan bilang bahwa pemilik Kiani bukan Prabowo. Sepertinya saat menulis di bait tersebut mulai sadar yang ditulisnya penuh daya khayal hingga mesti di tutup celah ‘prestasi’ Prabowo dengan data ngawurnya.
Sebenarnya saya ingin mengutip komposisi kepemilikan saham dari situs resmi BUMN.go.id (http://publik.bumn.go.id/mandiri/berita/19/JP.Morgan.Bayar.Utang.Kiani.ke.Mandiri) yang menyebutkan bahwa Prabowo memiliki saham 79% terhadap Kiani dengan menggunakan bendera PT Nusantara Energi seblum sebagian saham tersebut dijual ke adiknya—Hasjim Djojohadikusumo.
Namun, anggap saja akun Jack benar dan Prabowo tidak punya saham di Kiani, lalu, HALOOOOOOOW! Kalau dianggap tidak punya saham kepemilikan, kanapa pada demo dan menjatuhkan nama Prabowo soal Kiani? Aneh betul cara berfikirnya…
Dan soal JP Morgan Europe. Posisi nya adalah begini: ada dua tipe kreditur Kiani yaitu kreditor konkuren dan kreditur separatis.
Kreditur konkruen adalah kreditor yang tidak dijamin dengan aset perseroan. Adapun kreditor separatis sebaliknya. Kreditor separatis di antaranya Boshendal Investment Ltd, Langass Offshore Inc, JP Morgan Europe Ltd, PT Binaartha Parama, PT Sucorinvest Central Gani, Credit Suisse Internasional, dan PT Dhanawibawa Arthacemerlang.
Lah ngapain JP Morgan ngebet merebut lewat tuntutan sita jika aset Kiani lebih besar daripada hutangnya waktu itu? Ada misi apa sih? Jangan-jangan hanya pengen wilayah bandara nya saja yang disita buat … (isi sendiri)
d.Tukang jamu “Srondol168”
Nah paling menggelikan soal sebutan yang berbau menghina “tukang jamu” kepada saya (Hazmi Srondol). Jujur saya bukannya jadi marah, malah tertawa terbahak-bahak karena semakin tahu, si engkong akun Jack ini jelas tersesat di dunia maya oleh teknik ‘google it’ nya.
Ya, memang ada nama akun baru di sebuh forum balap motor motoGP bernama “Srondol168” yang sering membahas motor Ducati nya Valentino Rossi.
Baiklah, saya tegaskan disini. Hazmi Srondol berbeda dengan akun Srondol168.
Walau memang saya juga sama-sama menyukai bidang otomotif, tetapi dahulu saya lebih aktif di milis yang membahas Formula 1 dan cinta mati dengan Benetton BMW yang kecepatannya mencapai 460 Km/h dan tak sempat ditonton karena masih kecil lalu terpaksa mendukung Ferarri karena team kesayangan sudah mati suri.
Hazmi dengan nama belakang “Srondol” sudah dipakai sejak tahun 2000 saat mendapat sejenis pendidikan dasar militer oleh Dispasiad (Dinas Psikologi Angkatan Darat) tahun tersebut di sekitar waduk Jatiluhur.
[caption id="attachment_332214" align="aligncenter" width="604" caption="Waduk Jatiluhur tahun 2000, awal nama HAZMI SRONDOL mengudara. Untuk Srondol168, saya tidak tahu..."]
Nama ini ditasbihkan oleh salah satu pelatih saat menerima hukuman dan ditanyakan asal kelahirannya. Saya jawab “Srondol, Semarang!” dan langsung dijadikan nama panggilan oleh para pelatih dan rekan seangkatan. Bahkan juga menjadi panggilan saat kuliah kelas karyawan di kampus swasta di bilangan Salemba dan kemudian di Meruya.
Sedangkan akun di forum “Srondol168” yang menyebut dirinya “Jamu Srondol” baru muncul beberapa tahun yang lalu. Saya menduga akun ini masih ada hubungan tetanggan dengan saya di Semarang. Sosoknya memang belum pernah saya temui, tapi menurut Kompasianer Yayat—ia sudah sering berkomunikasi lewat social media. Monggo hubungi langsung mbak Yayat untuk lebih detailnya.
Nah, apa mesti saya sebut si engkong itu ‘bego’ atas kesesatan menggali informasinya? Ya nggak sopan lah ama orang tua.
e.SBY dan Bank Mandiri
Soal tuduhan akun Jack Soetopo terhadap SBY yang memberikan jalan untuk fasilitas pinjaman kepada Prabowo, haduh, saya tidak mau berkomentar. Itu wilayahnya pak SBY dan simpatisannya untuk menjawab. Ini fitnahnya lebih besar daripada fitnah kepada saya. Sudah kelas Presiden loh. Monggo tanggung sendiri.
Nah, kembali ke akar masalah soal teknik “google it’ nya engkong Jack. Saya mengakui ini salah satu bagian awal proses pencarian data untuk mencari hubungan antar masalah. Namun, kembali saya sampaikan. Google bukan segalanya. Kalau memang sebegitu ‘dewa’nya—mosok untuk mencari informasi tentang sosok asli akun anonim “Jack Soetopo” saja tidak bisa.
Kalau ada yang bisa mencari wajah asli, tempat tinggal, biodata engkong jack lewat teknik “google it” itu, saya beri hadiah dua buku karangan saya, lengkap dengan tanda tangan dan gratis ongkos kirim. Tapi maaf, hanya untuk satu pemenang.
Bisa?
Sekian, selamat siang dan tetap MERDEKA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H