Cara yang merangsangku segera mencari buku-buku rujukan dan browsing di google untuk melengkapi pembendaharaan data dan mencari benang merah terhadap permasalah bangsa yang sedang terjadi untuk dicari solusinya bersama.
Saya merasa sangat dimanusiakan tanpa perlu ketakutan bahwa pertanyaan beliau adalah jebakan untuk mencari sisi salah atau bodohku.
Malah sebaliknya, menunjukan kekuranganku dengan halus dan elegan untuk diperbaiki. Saya jadi merasa tidak takut jika Prabowo sedang bertanya. Saya malah semakin menjadi penasaran dan berkata dalam hati "tanya lagi, pak... lagi!".
Saya merasa mengaku kalah tanpa beliau mengalahkan atau mempermalukan saya. Hal yang dalam bahasa Jawa sering disebut "menang tanpa ngasorake"...
Lalu kembali ke acara debat capres seri kedua tersebut. Jujur saja, saya tidak tertarik untuk memberi skor atau menunjuk siapa yang menang atau kalah dalam acara tersebut.
Panggung debat tersebut bukan perandingan piala dunia, badminton atau tenis meja yang ada skor-skornya. Masyarakat luas yang menonton punya persepsi dan penilaian sendiri atas gestur, gaya bicara dan materi yang disampaikan Prabowo. Biarlah mereka yang menjawab lewat tusukan di bilik TPS tanggal 9 Juli 2014.
Kalau pun ada yang memaksa penilaianku terhadap debat tersebut, saya hanya bisa mengatakan saya sangat puas dengan penampilan Prabowo tersebut. bahkan kalau boleh saya menggambarkan, seharusnya diacara debat tersebut semestinya digubah menjadi "kuliah umum capres". Dimana saya adalah mahasiswanya dan Prabowo adalah dosennya.
Semoga "mahasiswa" yang langsung berhadapan dengannya merasakan hal serupa. Jika tidak, ya tidak apa-apa.
Sekian, selamat pagi, tetap belajar dan MERDEKA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H