[caption id="attachment_343166" align="aligncenter" width="576" caption="Sumber Foto: FB/Bachren Lukskardinul"][/caption]
Saudara-saudara,
Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, debat capres yang mempertemukan dua calon presiden tanpa calon wakilnya akan masuk ke pembahasan yang lebih detail.
Jika sesi sebelumnya--ibarat buku, Prabowo masih membuka debat dengan pokok-pokok judul besar dan daftar isi, kini mulai masuk ke dalam paparan penjelasan yang lebih detail.
Peluru-peluru utama tetangga sudah dihamburkan dan kini Prabowo mengeluarkan satu persatu senjata visi misi dan olah fikirnya secara bertahab. Pokok fikiran utama seperti "menutup kebocoran kekayaan negara Rp. 1000 trilyun" sudah disampaikannya. Sebagian dari konsep 'strategi dorongan besar' atau "the big push strategy" dan "hattanomic" yang fokus pada re-negosiasi aset asing di republik ini juga sudah mulai sedikit dibuka.
Namun, kali ini saya tidak sedang membahas detail pokok pikiran dan penjelasan itu. Saya lebih tertarik mengamati cara berdebat Prabowo yang bagi saya pribadi lebih dari sekedar mengagumkan--namun lebih dari itu, Prabowo mampu "ngu-wong-ke" atau memanusiakan lawan bicaranya lewat pertanyaan yang diajukannya pada sesi tertentu.
Ya, kita sama-sama melihat. Pertanyaan Prabowo tampak tidak ada yang sulit. Hanya bertanya soal setuju atau tidak setuju saja perihal investasi asing. bahkan ketika sudah dijawab, pertanyaan selanjutnya juga masih tidak sulit. Kembali pertanyaan berupa persetujuan tentang renegosiasi kontrak-kontrak investasi asing--khususnya pertambangan. Itu pun penuh "clue" alias petunjuk agar tetap mudah dijawab dan dijabarkan.
Jawaban dan jabaran yang memang akan didengar dan dipandang oleh seluruh dunia.
Sungguh, saat mendengar pertanyaan itu, mendadak teringat salah atasanku yang kini sudah pensiun itu. Beliau yang terkenal "galak" sering memakai format bertanya yang sama, khususnya saat sedang akan rapat mewakili beliau atau presentasi.
Pertanyaan yang tampak mudah tetapi sebenarnya saya tahu--beliau sedang meng-explore kemampuanku serta mengontrol pamahaman tantang sesuatu hal. Jika ada yang dirasanya kurang pas atau mantab, kembali "clue-clue" pertanyaan muncul sampai titik dirasanya saya sudah pantas untuk dilepasnya.
Saya pun merasa, beliau bukan sekedar atasan--tapi beliau adalah seorang guru kehidupan.
Demikian pula Pabowo Subianto ini. Dari beberapa kali pertemuan, tak sedikit pun beliau tampak sedang menggurui. Dialog berjalan natural dengan banyak kisi-kisi pertanyaan yang secara tidak langsung merupakan cara beliau memberikan pemahaman dan mendidikku.
Cara yang merangsangku segera mencari buku-buku rujukan dan browsing di google untuk melengkapi pembendaharaan data dan mencari benang merah terhadap permasalah bangsa yang sedang terjadi untuk dicari solusinya bersama.
Saya merasa sangat dimanusiakan tanpa perlu ketakutan bahwa pertanyaan beliau adalah jebakan untuk mencari sisi salah atau bodohku.
Malah sebaliknya, menunjukan kekuranganku dengan halus dan elegan untuk diperbaiki. Saya jadi merasa tidak takut jika Prabowo sedang bertanya. Saya malah semakin menjadi penasaran dan berkata dalam hati "tanya lagi, pak... lagi!".
Saya merasa mengaku kalah tanpa beliau mengalahkan atau mempermalukan saya. Hal yang dalam bahasa Jawa sering disebut "menang tanpa ngasorake"...
Lalu kembali ke acara debat capres seri kedua tersebut. Jujur saja, saya tidak tertarik untuk memberi skor atau menunjuk siapa yang menang atau kalah dalam acara tersebut.
Panggung debat tersebut bukan perandingan piala dunia, badminton atau tenis meja yang ada skor-skornya. Masyarakat luas yang menonton punya persepsi dan penilaian sendiri atas gestur, gaya bicara dan materi yang disampaikan Prabowo. Biarlah mereka yang menjawab lewat tusukan di bilik TPS tanggal 9 Juli 2014.
Kalau pun ada yang memaksa penilaianku terhadap debat tersebut, saya hanya bisa mengatakan saya sangat puas dengan penampilan Prabowo tersebut. bahkan kalau boleh saya menggambarkan, seharusnya diacara debat tersebut semestinya digubah menjadi "kuliah umum capres". Dimana saya adalah mahasiswanya dan Prabowo adalah dosennya.
Semoga "mahasiswa" yang langsung berhadapan dengannya merasakan hal serupa. Jika tidak, ya tidak apa-apa.
Sekian, selamat pagi, tetap belajar dan MERDEKA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H