Senjata yang sangat khas dan tentu saja bentuk dan fisiknya menyesuaikan karakter geografis Nusantara. Indonesia tentu berbeda dengan jazirah Arab dengan pedang lengkungnya atau Jepang dengan pedang Shinken para Samurai. Karakter pertempurannya juga berbeda.
Jikalau pedang Arab, Eropa atau Jepang tampak mengkilat seperti kaca dan tajam maka keris tampak berkelok-kelok dengan hiasan pamor yang tampak indah dan artistik. Walau kesannya tidak tajam, apalagi untuk membelah kertas--keris tetap senjata paling ditakuti dan efek membunuhnya paling kuat. Jangankan tertusuk--tergores pun orang bisa langsung wassalam....
Kenapa bisa begitu?
Ya, Keris yang dibuat berlapis-lapis dengan pamor beraneka rupa ini memang dibuat tampak berpori-pori atau jika diperbesar akan tampak seperti ada alur-alur selokan. Suatu tempat sekaligus teknik untuk menyimpan racun WARANGAN atau dizaman ini lazim disebut racun ARSENIK. Racun yang pernah heboh saat kejadian meninggalnya tokoh pengiat HAM di negeri ini--Munir.
Selain warangan, masih banyak lagi racun-racun lain yang biasa dioleskan ke keris atau mata tombak. Antara lain Bacem Kodok, Bisa Ular Weling dan lain sebagainya.
Bahkan, jika kita perhatikan keris Indonesia dan pisau Damaskus--walau sekilas tampak mirip dengan warna hitam dan motif silver/mengkilatnya, esensi keduanya sangat berbeda.
[caption id="attachment_369003" align="aligncenter" width="619" caption="Perbandingan keris Jawa dan pisau Damaskus"]
Pisau damaskus menjadi tampak berwarna hitam dengan motif beralur dibuat dari besi dan arang (karbon), fungsinya untuk menjadikan pisau tersebut menjadi sangat keras dan tajam.
Sedangkan keris, warna hitam tersebut dihasilkan dari proses "warangi" atau pemberian upas/wisa/racun arsenik saat pembuatannya. Jadi, logam besi, baja, batu meteor dan wisa/racun ini sejak awal memang awal disatukan dalam pembuatannya. Hasilnya, jika saat pertempuran terjadi, jangankan tertusuk, tergores keris ini--apalagi ditambah minyak warangan yang pekat, maka dengan cepat tercabut nyawanya dengan darah yang berubah warna menjadi hitam.
Kisah legendaris tentang ini tentu saat kematian Rakrian (Ra) Tanca oleh keris Gajahmada di era Majapahit. Dan coba perhatikan keris-keris yang dibuat zaman Majapahit ini, alur pori dan rongga untuk racunnya tampat jelas terlihat atau teraba.
Nah, tak heran ketika sesepuh sudah menugaskan kita meneruskan merawat pusaka ini begitu keras agar kita hati-hati dalam menyimpan dan mencuci pusaka ini. Apalagi jenis pusaka yang pekat kandungan kristal warangan (arsenic) nya. Tidak boleh sembarangan dikeluarkan. Khawatir mengenai badan sendiri yang bisa membuat pemegangnya panas dingin kena senggolan efek racun arsenicnya. Biasanya keris yang model beginian, disimpan jauh jauh dan tersembunyi--apalagi jika ada anak kecil dirumah tersebut.