1.Larangan menghamparkan tangan seperti Anjing.
عن أنس بن مَالِكٍ عَن النَّبي صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اعْتَدِلُوا فِي السجود ولا يبسُط أخذكم ذراعيه البساط الكلب
Dari Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Seimbanglah di dalam sujud, dan janganlah seseorang dari kamu menghamparkan kedua lengannya sebagaimana terhamparnya (kaki) anjing". [HR al-Bukhari, no. 822, dan Muslim, no. 493].
2.Larangan menyerupai burung/ayam mematuk.
وَنَهَانِي عَنْ نَقْرَةٍ كَنَقْرَةِ الدِّيكِ وَإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الْكَلْبِ وَالْتِفَاتٍ كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ
Artinya: Beliau melarangku sujud dengan cepat seperti ayam mematuk, duduk seperti duduknya anjing, dan menoleh-noleh seperti rusa. (HR Imam Ahmad)
3.Larangan turun sujud seperti turunnya unta.
عن أبي هريرة قَالَ قَالَ رَسُولُ الله صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ أحدكم فلا يبرك كما يبرك البعير وليضع يديه قبل ركبتيه
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasûlullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika seseorang dari kamu sujud, maka janganlah ia turun sujud sebagaimana mendekamnya onta. Hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya".
[HR Abu Dawud, no. 840; Nasa-i, juz 2 hlm. 207; Ahmad, 2/381; dan lain-lain. Dishahihkan oleh Imam Nawawi, Zarqani, 'Abdul-Haq al-Isbili, Syaikh Ahmad Syakir, al-Albani, dan Salim al-Hilali, dan lain-lain. Lihat Mausû'ah al-Manahi asy-Syar'iyyah, 1/51.]
Adapun hadits Wail bin Hujr Radhiyallahu anhu yang memberitakan bahwa ia melihat Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam turun sujud dengan meletakkan dua lututnya sebelum dua tangannya, maka hadits ini dho'if (lemah).
Hadits diatas keduanya maqbul atau diperbolehkan. Hadits dari Abu Hurairah (mendahulukan tangan) kualitasnya shahih lighairih sedangkan hadits kedua dari Wa'il bin Hujr (mendahulukan lutut) kualitasnya hasan lighairih. Jika dilihat dari segi ilmu ulumul hadits kedudukan hadits shahih lighairih lebih tinggi dibandingkan dengan hadits yang berstatus hasan lighairih sehingga hadits yang mendahulukan tangan lebih utama daripada hadits yang mendahulukan lutut. Di samping itu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah merupakan hadits yang berupa perkataan, sedangkan hadits Wail bin Hujr berupa perbuatan. Di dalam kaidah telah ditetapkan bahwa hadits yang berupa perkataan itu lebih didahulukan dari hadits yang berupa perbuatan, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah selain berupa perkataan ia juga didukung oleh perbuatan nabi SAW sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar.
Untuk mendahulukan tangan atau lutut dilakukan menyesuaikan kondisi atau keadaan yang melakukan shalat, karena hadits yang bertentangan di atas bukan untuk diperdebatkan mana yang benar atau tidak tapi untuk sebuah pilihan ketika ada udzur (halangan seseorang untuk beribadah, seperti sudah berumur/ada masalah dengan badan atau lututnya)
Adapun dalil Larangan lainnya :
1.Larangan menggerakkan tangan ketika salam seperti ekor kuda.
عن جابر بن سمرة قال صليت مع رسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فكنا إذا سلمنا قلنا بأيدينا السلام عليكم السلام عَلَيْكُمْ فنظر إلينا رَسُولُ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال ما شأنكم تشيرون بأيديكم كأنها أذناب خيل شمس إذا سلم أحدكم فليلتفت إلى صاحبه ولا یومی بیده
Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Aku shalat bersama Rasûlullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kami dahulu jika salam (dari shalat), kami mengisyaratkan dengan tangan kami 'as-salaamu 'alaikum, as-salaamu 'alaikum, kemudian Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat kami, lalu beliau bersabda, 'Mengapa engkau memberi isyarat dengan tanganmu, seolah-olah ekor-ekor kuda yang tidak tenang? Jika seseorang dari kamu salam (dari shalatnya), hendaklah ia menoleh kepada saudaranya, dan janganlah ia memberikan isyarat dengan tangannya'." [HR Muslim, no. 431, dan lain-lain].
2.Duduk iq'a seperti duduknya anjing
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mengatakan,
نهائي خليلي عن أن أقعي إقعاء الشبع
Kekasihku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) melarangku untuk duduk iq'a sebagaimana cara duduk iq'a binatang buas. (HR. Abu Ya'la dalam Al- Musnad).
Abu Ubaidah dan ulama lainnya mengatakan, posisi duduk iq'a seperti binatang adalah duduk jongkok, sementara pantat diletakkan di tanah dan kedua tangan diletakkan di samping. (Syarh Shahih Muslim An-Nawawi, 5/19).
والله أعلمُ بِالصَّوَاب
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H