Sekitar pukul 17.30 kami mencari makanan dan minuman di Kampung Turis yang letaknya di depan pintu gerbang masuk bagian pantai Barat. Yang dahulu diterjang tsunami.
Rombongan sedang makan dan minum  juga tetap gelisah . Tidak menikmati liburan karena masih was-was adanya gempa. Sekitar pukul 19.30 rombongan kembali ke hotel . Setelah melaksanakan sholat Magrib - Isya.Â
Untung bapak-bapak dan pemuda-pemuda tetap tenang. Tidak seperti emak-emak suka panik , termasuk penulis. Inginnya makan itu pulang lagi ke Bandung.
 Walaupun sewa hotel dan bis sudah dibayar semuanya. Tidak masalah yang terpenting hati tenang . Kalau kita pulang malam ini , kata suamiku kepada peserta rombongan lainnya.Â
Kasihan Pak Sopir Bis baru tidur 1 jam. Namanya musibah kita tidak tahu. Hanya yang tahu adalah Allah ,kata suamiku lagi.Ceritanya kita menghindar dari Pantai Pangandaran karena ada gempa.
 Tidak tahu diperjalanan . Apakah kita selamat / celaka ??? Karena Pak Sopir ngantuk menjalankan bisnya. Setelah dijelaskan oleh suamiku . Alhamdulillah ...rombongan yang lain setuju.Â
Tapi ingat yang merasa jadi laki-laki ,harus jaga ...pintu kamar jangan di kunci . Takut ada apa-apa waktu malam hari . Tas dan barang-barang yang sudah digunakan dirapihkan lagi.
 Kecuali barang yang lagi dipakai simpan di meja atau di kasur .Supaya mudah membereskannya lagi. Pada malam hari suami ,anak-anak dan yang lainnya.Â
Bermain dipinggir pantai Pangandaran sewa motor besar. Kalau penulis menunggu di kamar. Takut ada apa-apa mudah membawa barang-barang keluar kamar.Â
Perasaan tidur nyenyak tapi mata masih ngantuk. Kulihat jam di hp baru pukul 03.30 masih subuh. Terdengar suara yang keras . Angin berhembus sangat kencang. Lalu penulis mengintip di balik tirai ternyata baru turun hujan cukup lebat .Â
Suamiku juga bangun mendengar suara angin yang sangat kencang. Penulis membuka kunci pintu ternyata tidak dikunci. Waduh...hujan diserat angin ( hujan angin ) sangat besar . Apalagi menimpa air kolam .Â