Sepulang dari pertemuan di Posko tersebut saya sibuk mempersiapkan kedatangan Marzuki Alie ke apartemen kami. Koordinasi dengan Polsek, RT, RW, Lurah, Babinsa, Kamtib sampai menghubungi media cetak dan televisi sangat menyita waktu dan pikiran. Belum lagi pertemuan Forum Komunikasi Warga Mediterania Gajah Mada Residences (Forkom MGMR) dimana saya duduk sebagai humas public relation nya yang berjalan alot dan banyak perbedaan pendapat.
Pada hari acara, kondisi lebih intens, telepon saya makin sering berdering dan saya meminta Kanit Intel dan Kanitreskrim untuk melakukan penyusuran rute yang akan dilewati Marzuki Alie, apalagi kami sudah mengatur supaya Beliau bisa sholat Magrib di masjid kecil di kampung warga belakang apartemen kami.
Ketika tidak ada jawaban dari RW dan RT waktu saya menelpon, perasaan saya sudah tidak enak, jangan-jangan acara kami “digembosi” oleh developer karena dari pertemuan terakhir pihak RW menyanggupi mendatangkan 100 orang warga guna menjelaskan masalah penghilangan jalan Ketentraman oleh developer yang sekarang kasusnya sedang ditangani oleh Dinas Tata Ruang Propinsi. Benar saja “feeling” saya Pak RW benar-benar lenyap ditelan bumi.
Sebagai bumbu pelengkap, kursi-kursi yang telah diatur untuk tempat duduk penonton di acara dialog terbuka yang akan dihadiri oleh Marzuki Alie dibereskan secara paksa oleh manajemen gedung. Berdalih tidak meminta ijin lampu pun tidak dinyalakan, Tanpa kursi, tanpa lampu, saya terdiam. Teman-teman forkom menghibur saya…..Show Must Go On…. Saya menelpon Marzuki Alie untuk memberitahu kondisi di lapangan nanti akan gelap dan tidak ada kursi untuk duduk. Beliau mengatakan tetap akan datang.
Selang 2 jam kemudian, datang berita mengejutkan dari staf kepercayaan Marzuki Alie yang menyatakan bahwa agenda pertama Bapak di ITC Mangga Dua ricuh. Developer Duta Pertiwi menurunkan 300 orang preman untuk berdemonstrasi menolak kedatangan Marzuki Alie.
Warga pun bentrok dan menurut informasi sempat terjadi aksi dorong mendorong. Melihat situasi yang tidak kondusif ini pengawal Marzuki Alie berbalik arah dan kembali ke DPR. Marzuki Alie marah dan staf nya menyampaikan kabar bahwa semua jadwal Beliau dibatalkan. Dengan tekad untuk meyakinkan Marzukie Alie bahwa kondisi di apartemen kami aman terkendali, saya memohon untuk biacara langsung dengan Beliau.
Ternyata tidak sulit bagi saya untuk meyakinkan Beliau, dan dari pembicaraan dengan Marzuki Alie yang mengatakan “Saya tidak pernah takut dengan developer manapun, saya hanya kasihan bila warga dengan warga harus bersinggungan karena saya. Setelah saya pergi dari tempat kunjungan apakah nanti mereka tidak akan disakiti oleh developer?” Saya jelaskan pelan-pelan bahwa warga di MGMR telah menanti dan siap menyambut Bapak walaupun jumlahnya tidak banyak.
Beliau hanya bertanya singkat “yakin disana kondusif?” saya menjawab dengan mantap “aman, Pak!”. Tanpa ragu Beliau segera menjawab “Ok, saya sholat dulu”. Tak berapa lama pengawal Marzuki Alie mengabarkan mereka sudah bergerak meninggalkan gedung DPR.
Saya segera mendekati Kanit Intel “Pak, yakin tidak ada indikasi demo penolakan Marzuki Alie ya di apartemen kita?” Kanit Intel mengangguk dengan pasti “Sejauh ini belum ada Bu, hanya kelihatannya Ketua RW dikondisikan menghilang supaya acara sepi”. Saya terdiam sejenak dan langsung mengambil keputusan “ok, kalau begitu kita batalkan kunjungan blusukan ke area pemukiman di belakang apartemen. Fokuskan acara internal kita saja”. Dengan bantuan teman-teman pengurus Forkom yang lain saya mengajak warga berkumpul di lobi utama.
Akhirnya suara sirene yang ditunggu-tunggu tersebut terdengar juga. Benar-benar seorang pemimpin yang menepati janji. Padahal siapakah kami ini? Kami hanya warga yang memperjuangkan hak-hak untuk hidup layak di apartemen kelas menengah. Apartemen kami bukan apartemen mewah. Kondisinya jorok, bau, manajemennya amburadul, iurannya selangit lengkap dari A sampai Z semua harus keluar uang. Tapi sesosok Marzuki Alie yang sudah berjanji datang ternyata sekarang telah berdiri di hadapan saya. Saya teringat ajaran orang tua saya “nilailah seorang berdasarkan kesamaan ucapan dan kelakuannya”
Sesudah mengunjungi sekolah saya dan foto bersama murid-murid dan guru di sekolah saya, kami segera menempati meja yang sudah disiapkan. Ada pemandangan unik dimana area yang seharusnya untuk penonton duduk menjadi kosong melompong akibat semua kursi telah “disita” oleh manajemen.