Olvah Alhamid, seorang finalis Putri Indonesia 2015, melontarkan pernyataan yang berbau rasis di sosial media miliknya. Olvah yang kerap menggaungkan untuk stop rasisme dan diskriminasi tetapi ia justru meneriaki sekelompok orang China. Ia bahkan menyebut mereka sebagai pembawa penyakit (CNN Indonesia, 8 Desember 2021).
Ini merupakan salah satu contoh rasisme yang ada di sekitar kita. Rasisme tidak hanya berkaitan dengan warna kulit, tetapi juga diskriminasi terhadap orang lain, seperti budaya, gender, bahasa, agama, dan status sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena seseorang dengan mudah mengelompokkan dan menilai satu kelompok lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang lainnya.
Indonesia yang memiliki 714 suku dan lebih dari 1.001 bahasa (Kompas, 30 Maret 2019) sangat rentan terhadap persoalan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan). Seringkali isu SARA ini digiring ke ranah politik, terutama pada saat Pemilu. Ini sangat membahayakan ketahanan negara Indonesia.
Berdasarkan pandangan Gadamer, pendidikan semestinya menjadi pilar penyanggah semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu kesatuan. Pendidikan seharusnya mengakomodasi peleburan horizon-horizon interkultural. Peleburan horizon-horizon ini bisa dilakukan dengan membuka dialog-dialog antar suku, agama, ras, atau kelompok.
Di sekolah-sekolah, guru sebagai pemimpin dialog bisa mengarahkan siswa untuk mencapai suatu pemahaman yang baru mengenai perbedaan tersebut. Dengan mengenal dan memahami suku, agama, ras, dan kelompok lain, maka rasisme tidak akan terjadi. Peleburan horizon-horizon para siswa menghantarkan kepada suatu pemahaman. Pemahaman ini bisa dibawa ke kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara.
Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan sangat berperan penting dalam memberantas rasisme. Dengan pemahaman tentang pentingnya kesetaraan antar suka, agama, ras, dan antar golongan sejak dini, maka siswa dapat menerima perbedaan yang ada di lingkungan sekitarnya. Rasisme pun tidak akan tumbuh di Indonesia.Â
"We cannot understand without wanting to understand, that is, without wanting to let something be said...Understanding does not occur when we try to intercept what someone wants to say to us by claiming we already know it."Â Hans-Georg GadamerÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H