Mohon tunggu...
Sausan Al Ward
Sausan Al Ward Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan MC

Suka Menulis, MC pemerintahan. Pernah menjadi Presenter di stasiun TV lokal. Meraih Juara II MC antar instansi Provinsi Riau (2014). Menjuarai beberapa lomba cerpen dan cerita anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[RTC] Pahlawan yang Bersembunyi

10 November 2021   22:12 Diperbarui: 10 November 2021   22:13 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Haji Kibay terkenal di penjuru Desa Pucuk Bambu dan sekitarnya. Selain punya kekayaan yang melimpah, ia memiliki sifat pemurah. Haji Kibay bagaikan pahlawan yang sangat berjasa bagi penduduk desa. Kedermawanannya dirasakan oleh setiap fakir miskin, tua renta, janda dan anak-anak yatim. Setiap bulan mereka yang membutuhkan mendapatkan uluran tangan berupa sembako dan uang.

            Pengusaha sukses itu menjadi jawaban atas setiap permasalahan masyarakat. Misalnya ketika beberapa acara peringatan hari besar Islam. Untuk mengundang ustaz, pengurus masjid terkadang kesulitan mengutip iuran dari masyarakat. Menagih uang beberapa ribu perak untuk keperluan acara bukan hal mudah. Padahal, dalam rapat telah disepakati dengan anggukan kepala dan suara. Kesulitan ini tidak terjadi lagi. Haji Kibay selalu menjamin ustaz yang datang sekaligus amplopnya.

Selain itu, ketika hari raya iduladha, ia selalu menyumbangkan satu ekor kerbau sesuai banyak penduduk. Hal ini menambah jumlah hewan kurban. Jika hanya mengandalkan peserta kurban yang ada pastilah tidak cukup. Masyarakat yang hidup mampu bisa dihitung. Ada pun yang mampu dan mau berkurban sedikit. Jika pun ada, mendekati hari raya, ada saja yang mundur dari pendaftaran dengan beragam alasan. Hal ini mengacaukan panitia. Jika demikian, ketua RT mendatangi utusan Haji Kibay untuk menggenapkan peserta. Bantuan dan kebaikan Haji Kibay menjadi inspirasi orang berbuat baik.

            "Seandainya nanti kaya raya, aku ingin berbuat baik seperti Haji Kibay. Membantu setiap orang yang membutuhkan," ucap seorang laki-laki di sebuah warung kopi.

            "Alah, itu rencana kamu sebelum kaya, belum tentu nanti. Dalam pepatah, kacang sering lupa kulit," celetuk salah satu pria, bersambut gemuruh tawa yang bercampur asap rokok dari beberapa penikmat kopi yang duduk di kursi berhadapan meja kayu.

            "Terserah mau dianggap khayalan, yang penting punya niat baik," balas pria itu tidak terima.

            "Kita lihat nanti," timpal yang lain. Suasana warung sederhana itu tampak ramai. Beberapa pria paruh baya sengaja merehatkan diri setelah pulang dari kebun dari beragam aktivitas, mulai dari menerima tenaga upahan, buruh angkat dan nelayan ikan dari sungai.

             "Jika Haji Kibay meninggal, apakah anaknya akan melanjutkan bantuannya selama ini?" Pertanyaan salah satu dari mereka membuat suasana hening sejenak.

            "Bisa, jika anaknya dia." Seseorang menunjuk pada pria pertama yang bermimpi menjadi orang kaya. Semua yang hadir terkekeh.

            Perbincangan di warung desa terus berlanjut. Mereka memuji keberhasilan bisnis dan investasi yang dilakukan pria pensiunan tentara itu. Memang tidak banyak orang kenal dan bertemu Haji Kibay. Ia menetap di pinggiran kota. Menyalurkan bantuan diserahkan kepada anak buahnya. Ia bukan pribadi yang turun ke kampung-kampung memamerkan kebaikan. Tidak pula tergabung dengan politikus desa.

            Mereka juga menghitung-hitung penghasilan pengusaha itu. Dari kebun sawit puluhan hektar yang ia memiliki saat ini, dapat ditaksir dengan melihat harga sawit yang meroket, penghasilan pun melejit.

Selain itu, Haji Kibay juga memiliki bisnis properti yang sukses. Orang tidak akan iri melihat kekayaanya. Justru makin banyak doa-doa terlontar dari mereka yang membutuhkan. Semoga panjang umur dan sehat.

***

            Perbincangan beberapa hari lalu tak seindah berita hari ini. Pahlawan yang dibanggakan itu pergi. Kabar kematian Haji Kibay tersiar cepat.

            "Orang baik memang cepat dipanggil." Kalimat itu terdengar dari para pelayat. Banyak yang merasa sedih. Meskipun tidak pernah bertemu dengan Haji Kibay, tetapi semua orang merasa kenal dengannya. Berbagai ucapan dan layatan memadati rumah yang tidak terlalu mewah tetapi cukup luas. Semuanya yang turut  mendoakan dalam kebaikan dan dimasukan dalam surga.

            Kepergian orang baik, bagi mereka yang selama ini mendapat uluran tangan almarhum tentu menjadi kehilangan. Bagaimanapun, bantuan Haji Kibay sangat membantu ekonomi mereka.

            Satu bulan berlalu. Ternyata tidak ada yang berubah. Nama pria yang berkalang tanah masih disebut-sebut. Bantuan dan sumbangan tidak surut.

            Beberapa bulan berikutnya, orang-orang menjadi kaget, bantuan Haji Kibay lebih banyak dibandingkan dari sebelumnya. Haji Kibay makin terpuji. Sudah meninggal pun kebaikannya masih mengalir. Bahkan menjadi tanda tanya, mengapa lebih banyak sumbangan diterima setelah kematiannya.

            "Ternyata anak Haji Kibay mirip bapaknya, bahkan lebih pemurah." Pujian itu kembali melangit.

            "Kaya raya dan punya anak berhati mulai, memang surga tempatnya nanti," sambung yang lain di warung kopi suatu hari.

            Orang-orang kembali merasakan ketenangan dan kebahagian. Kekhawatiran putusnya bantuan Haji Kibay tidak terbukti. Desas desur terdengar. Selama ini bantuan itu sebenarnya dari anak sulung Haji Kibay. Haji Namir, putra tertuanya. Ia yang mengolah dan melanjutkan bisnis sang ayah semenjak mulai sakit-sakitan. Ia yang menjadi pelopor program bantuan untuk lembaga pendidikan dan masyarakat yang membutuhkan dengan mengatasnamakan ayah. Siapapun itu, ayah dan anak tetap dinilai berhati emas, peduli kepada sesama.

           Waktu berjalan tanpa terasa. Kebaikan Haji Namir terus berlanjut. Hanya saja sedikit perubahan pemandangan di pinggir jalan termasuk sekitar warung kopi. terdapat baliho

          "Wajar, Haji Namir lolos mencalonkan diri sebagai wakil rakyat." Seseorang menyeruput kopi hitam dari gelas yang mulai pirang.

          "Kira-kira, apakah jika ia duduk  masih memperhatikan kita?" jawab yang lain.

         "Jika aku kaya raya, aku tidak akan terjun ke politik," ucap seorang pria yang baru bergabung di warung.

                                                              ***

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021.

 rtc,  haripahlawan2021, rumahpenainspirasisahabat, kompasiana;

Selamat Hari Pahlawan

Salam Sahabat Dunia Akhirat

sumber : kompasiana
sumber : kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun