Mohon tunggu...
SRI WARDANI
SRI WARDANI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan MC

Suka Menulis, MC pemerintahan. Pernah menjadi Presenter di stasiun TV lokal. Meraih Juara II MC antar instansi Provinsi Riau (2014). Juara I lomba cerpen Penerbit Kertas Sentuh, Juara II Lomba Cerpen Penerbit Prospect. Juara III lomba Dongeng Tianisa Bookstore, Juara Harapan I Lomba cerpen The Journalish Publishing, Peringkat 5 lomba Cerpen Horor Tinta Misteri. Meraih 10, 20, 30, 50 besar lomba cerpen dan puisi lainya. Karya puluhan buku antologi fiksi dan non fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Prosedur yang Mesti Diikuti Jika Ingin Naik Pesawat

16 Oktober 2021   22:44 Diperbarui: 22 Oktober 2021   08:15 1928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir dua tahun pandemi mengunyah dan memamah negeri, berbagai perjuangan dan upaya melawan rezim virus yang berkuasa, memberikan dampak besar terhadap perekonomian dan mengubah beberapa kebiasaan. 

Sekarang kekuasaan sang raja 'halus' mulai melemah, terlihat penurunan jumlah kasus harian dan kembali berangsur menggeliatnya pariwisata, seperti dibukanya Provinsi Bali tanggal 14 Oktober untuk penerbangan internasional.

Selama pandemi saya memilih mengeram dan tidak melakukan perjalanan jauh via udara. Meskipun masih melakukan perjalanan darat, tetapi rasanya tidak serumit terbang di langit.

Kali ini saya ingin membagi pengalaman saat melakukan perjalanan via udara di masa pandemi. Hal ini dilakukan karena sebuah tugas kantor yang harus dilakukan. Selama ini saya mengelak dan menghindari mengingat pandemi yang masih bersemi.

Salah satu alasan membuat saya bersedia selain menjalankan tugas, juga karena telah terjadi penurunan kasus covid-19. Berikut ini catatan saya semoga memberi manfaat bagi pembaca.

Penerbangan udara domestik yang saya lakukan terakhir pada Desember tahun 2019 ke Jakarta dan Bali. Sedangkan penerbangan internasional pada bulan November menuju Bangkok. 

Pandemi yang meraja dari Maret 2020, sejak itu saya tidak lagi tertarik naik pesawat. Dalam rentang itu jika rindu bepergian saya melakukan perjalanan via darat.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Jika ada tugas ke luar kota yang menggunakan via udara, saya mengelak dan menolak. Selain karena pandemi, prosedur swab PCR yang membuat saya enggan. 

Ditambah  takut dan khawatir jika terjadi perubahan kondisi tubuh selama perjalanan, seandainya saya terpapar dan positif  tentu akan dikarantina dan tidak bisa pulang. Inilah saya menghindar dan menolak terbang. Namun, tidak selamanya saya egois, kewajiban harus ditunaikan.

Perbedaan terbang masa pandemi dan sebelumnya adalah pada syarat penerbangan dan beberapa hal yang harus dilakukan.

Senin, 11 Oktober 2021, saya berangkat ke Jakarta selama lima hari dari Pekanbaru. Syarat penerbangan adalah vaksin minimal dosis pertama dan hasil tes PCR negatif minimal dua kali 24 jam.

Sabtu sore tanggal 9 Oktober saya melakukan swab di sebuah rumah sakit. Menjalani proses swab PCR terasa berat karena bersiap hidung dan lidah dicolok. Namun, itulah syarat yang harus dipenuhi. Untuk yakin melakukan pemesanan tiket, tentu setelah hasil swab keluar. Namun, hasil PCR membutuhkan waktu dalam 24 jam.

Waktu yang semakin dekat, tentu harga tiket terus merangkak naik. Target maskapai yang ingin dibooking awalnya berkisar satu jutaan terus melonjak. Pada hari minggu ketika swab telah keluar, kursi maskapai tersebut sudah habis. Saya dan rekan mencari penerbangan lainnya.

Mengapa melakukan pemesanan tiket menunggu hasil swab? Karena siapa yang menjamin hasil negatif. Swab langsung terkoneksi pada aplikasi pedulilindungi. Memastikan diri benar-benar negatif itu penting dari pada terlanjur membeli tiket ternyata tidak layak terbang.

Setelah memesan tiket, agar tidak ribet di bandara, lakukan chek-in online. Hal ini untuk memudahkan pengisian syarat terbang di aplikasi Pedulilindungi, yaitu  fitur Elektronic Health Alert Card (e-HAC). e-HAC adalah pengontrolah kesehatan calon penumpang untuk dinyatakan layak terbang atau tidak.

Dalam e-HAC dilakukan pengisian data pribadi, data perjalanan berupa nama maskapai, nomor penerbangan, tanggal keberangkatan dan lokasi tujuan secara lengkap. Didalamnya terdapat pernyataan kesehatan. Semua informasi tersebut akan menjadi sebuah barcode yang akan dilakukan validasi di bandara.

Pada hari keberangkatan saat berada di bandara Sultan Syarif Qasim II Pekanbaru, masing-masing calon penumpang melakukan proses validasi layak terbang. Dengan melakukan scan barcode dari e-HAC. Di sana ada beberapa petugas yang mengarahkan. Jika barcode tidak terbaca, petugas akan menginput NIK.

Dari uji validasi ini akan dihasilkan pada layar komputer bahwa penumpang layak terbang , lengkap dengan informasi hasil tes PCR berupa tanggal. hasil ini harus difoto dan akan di cek oleh petugas bandara sebelum menuju proses chek-in pada masing-masing masakapai.

validasi
validasi

Setelahnya dilanjutkan masuk ke ruang tunggu dengan tetap menjaga protokol kesehatan. Terasa perbedaan suasana Bandara yang tidak terlalu ramai.

Setelah terbang satu jam lebih dari Pekanbaru dan tiba di Terminal Tiga Soekarno Hatta. Pada pintu masuk sebelum klaim bagasi dan pintu keluar terdapat petugas yang berjaga dalam dua jalur. Terdapat dua layar untuk scan barcode menguji kelayakan penumpang. Posisi ponsel saya masih dalam tas, bergegas mengambil dan membuka aplikasi.

 "Penerbangan dari mana, Mbak?" petugas bertanya.

"Dari Pekanbaru." Saya masih membuka ponsel.

"Apakah ada teman dalam satu penerbangan?" Petugas bertanya lagi.

"Ada." teman saya sudah menyodorkan ponselnya di layar pada jalur sebelah, mereka mempersilakan saya lewat tanpa melakukan hal yang sama.

Perjalanan dilanjutkan menuju hotel tempat bertugas di Jakarta. Tiba di hotel pada pintu masuk kembali masing-masing tamu melakukan scan barcode aplikasi pedulilindungi sebagai syarat masuk hotel.

Hotel ini menerapan protokol kesehatan ketat, tamu di kamar hanya sendiri, termasuk fasilitas makan di restoran. Piring dan makanan diambilkan petugas, tamu hanya menunjuk apa yang diiinginkan. Hidangan dan tamu dibatasi kaca bening.

Hari keempat, sebelum pulang, saya melakukan tes PCR pada pagi kamis tanggal 14 Oktober untuk syarat penerbangan pulang. Di sini cukup membuat jantung berdebar. Bagaimana hasil swab tidak bersahabat, akan dikarantina di kota ini. Dari awal saya berusaha menjaga kebugaran tubuh agar fit.

Kali ini beripikir positif saja semoga hasilnya negatif, saya dan rekan melakukan pemesanan tiket padahal hasil swab belum keluar, hasil tes PCR baru muncul di aplikasi  peduli lindungi pada malam hari.

Sama seperti sebelumnya, setelah melakukan pemesanan tiket. Kembali mengisi data e-HAC. Tiba di Terminal Tiga Bandara Soekarno Hatta dengan melakukan cetak boarding sendiri berlanjut menuju gate yang ditentukan. Saat akan menuju gate, petugas hanya menanyakan apakah sudah PCR. Jadi saya tidak diminta melakukan validasi pada aplikasi.

Pukul setengah tujuh malam pesawat mendarat di Pekanbaru. Ketika memasuki terminal ada petugas yang menguji validasi PCR melalui aplikasi Peduli Lindungi pada ponsel.

Begitulah sekelumit cerita dalam perjalanan udata saya saat pandemi. Menurut saya yang paling berat adalah melakukan tes PCR dan kehawatiran jika di tempat lain tiba-tiba sakit dan terkendala pulang.

Pekanbaru, 16 Oktober 2021
Salam sahabat dunia akhirat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun