Mohon tunggu...
Sri Wangadi
Sri Wangadi Mohon Tunggu... Penulis - 📎 Bismillah

📩 swangadi27@gmail.com 🔁 KDI - BTJ

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Melihat Sisi Lain Kejadian Serangan "Joker" di Kereta Jepang

2 November 2021   21:04 Diperbarui: 2 November 2021   21:07 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pria berkostum "joker" membuat penumpang panik berhamburan untuk menyelamatkan diri saat pria yang diketahui bernama Kyota Hattori, 24 tahun tersebut menyerang penumpang kereta di Tokyo, Jepang.

Dari cuplikan video viral yang beredar di media sosial, saat melakukan penyerangan, tersangka membakar sebagian kursi kereta sehingga penumpang pun berlarian dan mencoba keluar lewat jendela kereta.

Saat menonton video aksi beberapa penumpang yang kabur melalui jendela, saya cukup tertegun sejenak saat menyaksikan penumpang yang tetap tenang tanpa ada aksi dorong-dorongan ketika mencoba keluar. 

Padahal, kalau dipikir secara logika, ketika dalam keadaan panik, mungkin kita akan saling dorong or tarik-tarikan, disertai backing vocal teriakan histeris dari ibu-ibu saking paniknya ya kan.

Jepang memang identik dan terkenal dengan budaya antrinya. Diketahui budaya mengantri ini sudah mulai dibentuk sejak masa kanak-kanak. Anak-anak Jepang ketika melakukan suatu kegiatan, saat ada satu kelompok yang akan tampil, maka yang lain harus tetap diam dan memperhatikan.

Budaya antri Jepang memang sudah terbentuk dan tertanam dari kecil, jadi gak heran ketika sudah dewasa pun mereka terbawa akan kebiasaan tersebut.

Selain budaya antri yang sudah melekat pada masyarakat Jepang, hal lain yang bisa kita petik pelajaran dari kejadian aksi "joker" Jepang ini adalah bahwa apa yang kita tonton ternyata sangat cukup berpengaruh pada pikiran dan perilaku kita. 

Hal ini terbukti dari pengakuan "joker" tersebut yang diketahui bahwa aksi yang ia lakukan terinspirasi dari film Joker yang pernah ia tonton.

Studi yang dilakukan oleh Anderson tahun 2012 seperti dilansir dari hallo sehat menunjukkan bahwa anak yang menonton film kekerasan lebih cenderung memandang dunia sebagai tempat yang kurang simpatik, berbahaya dan menakutkan. Anggapan negatif ini lama-kelamaan dapat menumbuhkan sikap dan kepribadian yang agresif.

Para peneliti menemukan adanya kemiripan pada sikap agresif, antisosial dan emosi negatif pada partisipan yang sama pada umur 21-26 tahun.

Itulah pentingnya kita memilih jenis tontonan yang dapat memberikan dampak positif dalam kehidupan kita.

 Jika apa yang kita tonton tidak memberikan manfaat sama sekali atau bahkan memberikan dampak negatif  dalam kehidupan kita, maka kegiatan menonton yang kita lakukan hanyalah sia-sia. Lebih baik mencari kegiatan positif lain yang bisa dilakukan daripada hanya memaksakan diri melihat apa yang seharusnya tidak kita saksikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun