Mohon tunggu...
Sri Wangadi
Sri Wangadi Mohon Tunggu... Penulis - 📎 Bismillah

📩 swangadi27@gmail.com 🔁 KDI - BTJ

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

RCTI, Are You OK?

27 Agustus 2020   23:32 Diperbarui: 29 Agustus 2020   12:10 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi penyiaran dan televisi | TOTO SIHONO/Kompas

Adanya gugatan RCTI-iNews tentang UU Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi pada 22 Juni lalu ternyata memiliki dampak yang besar bagi dunia konten kreator di platform media sosial. Jika gugatan terkabul, aktivitas streaming via media sosial terancam menjadi ilegal.

Perlukah pemerintah turun tangan untuk membuat regulasi dalam UU Penyiaran yang baru?

Batasan mengenai objek wewenang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga negara yang bersifat independen diatur dalam UU 32/2002 tentang jasa penyiaran yang terdiri atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi. Dengan kata lain, KPI tidak memiliki wewenang untuk mengawasi konten digital.

Sebenarnya, konten digital seperti youtube sudah memiliki ketentuan mengenai kebijakan dan keamanan. Video yang tidak sesuai dengan aturan youtube akan dihapus atau dikenai pembatasan usia. Konten-konten yang bermasalah atau tidak layak tayang di youtube juga dapat dikenakan sanksi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). So, apakah diperlukan regulasi UU Penyiaran untuk media digital?

Media hiburan konvensional seperti televisi dan media digital seperti youtube memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Keduanya seiring sejalan saling melengkapi dalam perkembangan teknologi.

Seperti kita ketahui, kabar adanya fitur live streaming di media sosial yang akan menjadi ilegal ditanggapi negatif oleh pengguna media sosial. Banyak nitizen yang menganggap stasiun televisi milik MNC Group tersebut takut kalah bersaing dengan platform digital.

Seiring perkembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi, sudah sewajarnya ada perubahan pada berbagai sektor kehidupan termasuk dengan media dan hiburan. Stasiun-stasiun pertelevisian mulai terabaikan karena adanya perilaku konsumen yang doyan berselancar di dunia maya.

Anak-anak muda cenderung melakukan hal-hal yang baru, terlebih menyangkut dengan perkembangan teknologi masa kini, termasuk dalam hal media digital. Adanya migrasi penonton televisi yang beralih ke Youtube ataupun netflix karena banyaknya pilihan konten menarik didalamnya.

Kesamaan yang diperebutkan oleh dunia televisi dan dunia digital adalah perhatian kita sebagai penonton. Konten tayangan yang harus diberikan adalah sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai penonton tanpa mengesampingkan norma-norma yang layak untuk disajikan kepada khalayak.

RCTI, iNews dan stasiun televisi lainnya terancam bersaing dengan media premium TV seperti Netflix, konten youtube dan beragam media sosial yang hampir semua masyarakat memiliki akunnya, terutama bagi anak muda dan remaja. Hanya dengan bermodalkan sebuah gawai yang multi fungsi, semua bisa dinikmati dalam satu genggaman. Tinggal berselancar menggunakan jempol, dan mata pun siap untuk melihat banyaknya konten yang sudah siap disajikan oleh platform digital.

Kasusnya mungkin sama dengan dunia radio yang kala itu harus disalip dengan televisi, dan sekarang media cetak yang kalah saing dengan media online, iklan media yang bersaing dengan influencer atau produk offline yang kalah saing dengan penjualan online. Semua itu tidak bisa kita salahkan karena sangat lumrah terjadi dengan perkembangan zaman. "Setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya".

Televisi masih terus bertahan karena memiliki tim yang besar dan banyak didukung oleh karyawan yang ahli dibidangnya masing-masing. Dibandingkan dengan media digital seperti youtube, umumnya memiliki tim yang berjumlah lebih sedikit. Meskipun saat ini sudah ada beberapa content creator yang telah memiliki tim profesional.

Dalam dunia bisnis, jatuh bangun adalah hal yang biasa. Keunggulan stasiun TV adalah karena sifatnya terlembaga, sehingga memiliki jaringan yang luas untuk mendapatkan informasi-informasi terkini. Info yang disajikan media konvensional ini juga adalah informasi yang resmi sehingga lebih dipercaya. Tinggal pintar-pintarnya dunia pertelevisian bagaimana membaca minat masyarakat dengan kreativitas tayangan yang akan disajikan agar tidak kehilangan penontonnya.

Mungkin saja bukan konten yang menjadi masalahnya, namun karena kemudahan mengakses media digital yang kapan saja, dimana saja, dan dalam kondisi apa saja menjadi penyebab "lari"nya penonton televisi ke youtube atau media digital lainnya. Buktinya, banyak acara televisi yang mengunggah acaranya ke youtube dan ternyata diminati dan dinikmati oleh pengguna youtube.

So, menurut hemat saya, persaingan media konvensional dan media digital bukan hanya sekedar konten yang disajikan, namun lebih kepada kemudahan dalam mengkases hiburan atau informasi yang diinginkan. Sekarang tergantung bagaimana kreativitas sebuah stasiun dalam menarik minat penontonnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun