Mohon tunggu...
Sri Wahyu Ramadhani
Sri Wahyu Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menikmati waktu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Semester 2, Mental Aman? Belajar Apa?

31 Mei 2022   17:34 Diperbarui: 31 Mei 2022   17:38 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semester kedua, 1 tahun jadi mahasiswa. Bisa dibilang, semester 2 baru awal banget untuk ngerasa capek sama tugas-tugas yang tidak jarang secara sengaja ditumpuk karena dianggap enteng. Mungkin salah satu contoh tugas yang tidak jarang dianggap remeh adalah tugas menulis artikel dari dosen. Tapi, karena dosen kami percaya bahwa kami pasti mengerjakan tugas (walaupun demi nilai), beliau terus menerus meluruskan pikiran dan niat hati kami dalam mengerjakan dan menulis artikel. "Tulisan kalian, bukan cuma ditujukan untuk saya atau hanya sebatas tugas, tapi artikel kalian itu dibaca sama banyak orang." Kalimat itu sering sekali beliau lontarkan. Karena itu juga, beliau meminta kami terjun ke lapangan dengan wawancara kepada masyarakat sekitar. Selain untuk mendapatkan wawasan baru tentang hal-hal yang jarang tersentuh oleh mahasiswa atau anak muda seperti kami, tetapi juga kami jadi mendapat koneksi baru yang lebih luas.

Mengambil contoh dari tugas artikel tentang mengenal agama lain selain yang kami anut (agama Islam) dengann berkunjung dan wawancara pemuka agama di tempat ibadah. Pertama saya mendapat tugas itu, saya berfikir bahwa tugas itu cukup menantang. Dengan adanya tugas itu, saya kembali terhubung dengan teman daring saya yang bergama Katolik dan sedikit demi sedikit menggali tentang agamanya. Selain itu, saya juga pergi ke Gereja Katolik di Kota Malang dan bertemu pemuka agama di sana, mengenal agama Katolik secara langsung.

Selain ke gereja, saya dan teman-teman juga pergi ke salah satu kelenteng di Malang. Melihat orang datang untuk berdoa, sekaligus melihat perkembangan agama Konghucu di kelenteng tersebut. Dari perjalanan ke tempat-tempat ibadah tersebut, pertemanan kami menjadi semakin erat. Perjalanan itu juga bisa dihitung healing atau refreshing, karena bisa keluar mahad dan melihat dunia luar. Walaupun menguras tenaga dan cuan, saya merasa kalau tugas-tugas wawancara bisa jadi salah satu jalan untuk menikmati udara luar.

Sebelum mendapat tugas menulis artikel tentang mengenal agama selain agama Islam, saya juga mendapatkan tugas menceritakan salah satu teman di kelas. Bagi saya yang bisa dibilang jarang bersosial dan bisa mendapat banyak teman, di mahad bisa langsung mengenal teman-teman yang juga offline, menjadi tantangan baru untuk lebih membuka diri dan belajar kepo dengan kehidupan. Saat itu, saya memilih Uut sebagai teman yang saya wawancara dan saya ceritakan kembali. Bagi saya, Uut adalah salah satu teman yang bisa satu frekuensi dengan saya. Walaupun sama-sama introvert, karena kegemaran kita sama, jadi kisar pembahasan kami tidak jauh dari segudang tugas dan kegemaran kami.

Seperti yang saya jelaskan tadi, ada beberapa mahasiswa dari kelas kami yang tinggal di mahad, jauh dari keluarga, beradaptasi dengan suhu dingin Malang, beradaptasi dengan teman sekamar, dan peraturan mahad yang sebenarnya cukup padat dan melelahkan. Apalagi setiap sholat berjamaah, kami diabsen satu persatu, dan diserbu dengan cukup banyak kegiatan mahad. Kami juga sempat dikarantina beberapa kali, hal itu membuat kami suntuk di mahad. Oleh karena itu, begitu diberi tugas untuk wawancara di lapangan, saya merasa senang karena setidaknya saya bisa sambil jalan-jalan.

Kalau ngomongin evaluasi selama semester 2 ini, khususnya di mata kuliah Kewarganegaraan yang tiap minggunya pasti ada tugas menulis artikel, sejujurnya saya masih merasa kurang dengan hasil ketikan saya selama ini. Manusia memang tidaka da puasnya, tapi saya merasa ada sedikit peningkatan dari hasil tulisan saya belakangan ini, seperti sudah sedikit lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Selain tulisan saya yang sedikit lebih baik, saya merasa sekarang-sekarang ini saya lebih sering menulis hal-hal yang berkaitan dengan tema yang diberikan oleh dosen secara berkala. Muncul inspirasi untuk diksi-diksinya, langsung saya tuliskan karena takut beda waktu beda pemikiran lagi atau bahkan lupa.

Diksi-diksi yang muncul di otak biasanya muncul ke permukaan secara tiba-tiba, padahal sedang tidak memikirkan tugas artikel. Tapi karena biasanya otak suka berisik sendiri, muncul beberapa kata yang saya sambung-sambungkan menjadi satu kalimat, sampai menjadi satu artikel yang utuh. Kadang di situ saya merasa bangga dengan diri saya sendiri, ternyata berguna juga otak saya bergemuruh dan saling beradu argumen sendiri. Selain memunculkan diksi-diksi baru untuk menuntaskan tugas menulis artikel, otak juga perlahan jadi si paling ingin tau tentang ada berita apa yang ramai diperbincangkan, mulai berpikiran kritis dan belajar mengolah kata agar terlihat baik. Karena kritis bukan berarti harus berisi kata-kata kasar yang bisa menyakiti orang lain, tapi bagaimana kita menyampaikan pendapat terhadap suatu masalah atau isu dengan berdasar pada fakta, riset, dan ilmu-ilmu yang ada dan berhubungan dengan masalah tersebut.

Jadi si paling ingin tau ternyata tidak seburuk yang saya pikirkan. Dari rasa ingin tau, saya bisa menambah wawasan tentang banyak hal. Dulu, saya hanya tertarik pada sastra saja, seiring berjalannya waktu saya juga belajar banyak tentang politik, hukum, psikologi, hubungan antar manusia, desain, dan masih banyak lagi. Dengan rasa ingin tau, kita juga bisa belajar membandingkan dan memilah mana berita yang bermanfaat dan mana yang hanya sebagai hiburan. Di tengah hiruk-pikuk menjadi mahasiswa yang rajin, kita juga perlu tau apa saja yang terjadi di luar sana selama kita terlalu fokus menjadi mahasiswa. Kadang kita perlu mengubah pola pikir jika tugas sangat beban, menjadi tugas-tugas, seperti menulis artikel, ini sebagai upaya pelarian atau healing dari tugas-tugas yang lebih membutuhkan tenaga otak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun