Konsep diri dan aktualisasi diri secara pribadi akan terbawa karakterisik dan budaya komunitas, latar belakang secara pribadi, dimana seseorang dibesarkan. Hubungan sosial menjadi acuan penting dalam proses sosial antara komunitas beda agama.
Pemeluk Islam dan Kristen di Kota Ternate terbangun oleh kesadaran individual maupun kolektif dalam kehidupan sosial. Sistem kekerabatan sosial dan keagamaaan lahir dari kesadaran keagamaan, maupun kesadaran nilai-nilai kearifan lokal seperti "Marimoi ngone foturu" yang mencakup dimensi luas tanpa sekat-sekat etnik, agama, suku dan ras. Agustinus (Informan) menjelaskan " Kehidupan sosial keagamaan di Kota Ternate dibangun atas kesadaran individual dan kolektif sebagai komunitas keagamaan yang mempraktekkan ajaran agamanya. Kekerabatan dan kekeluargaan tercipta dalam hubungan sosial keagamaan. Komunitas beragama tidak melihat perbedaan agama dalam kehidupan, sehingga setiap orang Kota ini merasa aman dan nyaman.
Perbedaan agama, tidak menghalangi proses komunikasi sosial dua komunitas beda agama, setiap orang sudah dapat membina hubungan silaturrahim, hubungan persaudaraan dan kekeluargaan. Tidak saling mengganggu antara pemeluk agama saat merayakan hari besar keagamaan, penghargaan orang Islam sebagai komunitas mayoritas terhadap simbol keagamaan Kristiani mulai terlihat. Umat Islam dengan puasa ramadhan dan Idil Fitri, umat Kristiani merayakan Natal dan Tahun Baru, dua komunitas ini saling menghargai dan menjalin kekerabatan sebagai manusia. Muhammad Nur Yunus (informan), menjelaskan "Pasca konflik, secara umum di Kota Ternate ini kehidupan telah kondusif, hubungan komunitas beda agama seperti biasa berjalan lancar, kesadaran umat beragama sudah nampak, kami bertetangga dengan orang Kristen dan saling mnghargai perbedaan agama. Pemahaman akan ajaran agama masing-masing, baik Islam maupun Kristen yang menjunjung tinggi kehidupan sosial kemanusiaan. Saling membantu dalam menjaga kekerabatan sosial adalah perintah agama.
Jaga kekerabatan sosial adalah perintah agama.10 Toleransi ummat beragama di Kota Ternate mulai kondisif dengan upaya sungguh-sungguh pemerintah Kota mengkoordinasikan hubungan sosial keagamaan lewat berbagai kegiatan bersama. Silaturrahmi antar komunitas beragama, upaya dialog yang dilakukan pemerintah Provinsi Maluku Utara melalui Kementerian Agama dalam rangka menyatukan persepsi ummat beragama dalam kehidupan keberagamaan terus dilakukan. Dalam lingkungan sosial, komunikasi antara komunitas beda agama juga berlangsung sangat kondisif, hasil observasi peneliti, rutinitas masyarakat di pasar, terminal, dalam pertokoan misalnya tokoh Makmur Utama, Toko Sejahtera, bahkan Mol yang ada di Kota Ternate, karyawan toko tersebut dari berbagai komunitas beragama, baik Islam, Kristen bahkan Hindu dan Budha. Karyawan yang berbeda agama telah membaur mencari nafkah bersama di tempat-tempat tersebut.
Ariffin salah satu informan mengatakan dalam proses wawancaranya, bahwa :
"Setiap anggota masyarakat perlu mengembangkan sikap toleransi yang wajar, sesuai dengan proporsinya dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya mengembangkan sikap toleransi dalam kegiatan sosial dan ekonomi. Sikap toleransi inilah yang menjadi daya dorong rohaniyah yang paling menentukan terwujudnya kerukunan hidup antarumat beragama.
Toleransi umat beragama dibangun atas kesadaran kemanusiaan melahirkan proses komunikasi sosial yang santun dan damai, masing-masing komunitas beragama membangun garis batas, dengan tidak menyentuh nilai substansial agama masing-masing. Bapak Piet (informan) menceritakan pengalaman kehidupan beliau "Saya hidup di Kelurahan Toboleu hampir 10 tahun, dan saya merasa hubungan saya secara sosial dengan masyarakat di Kelurahan ini cukup baik, kami saling menghargai, saling memahami, terutama dalam hal kehidupan sosial. Kami tidak mempersoalkan perbedaan agama, saya Kristen dan mereka mayoritas Muslim, namun kami saling hidup damai".
Hubungan dua komunitas baik Islam maupun Kisten berlangsung secara baik penuh keakraban. Dua Komunitas ini dapat menjaga harkat kemanusiaan, dan kekerabatan dalam bingkai orang Ternate, dengan konsep Marimoi ngone future yang tidak mengenal batas agama dan etnis. Kondisi yang sama dirasakan beberapa informan di Kelurahan Tanah Tinggi, misalnya Bapak Josius Souw (informan) menjelaskan "Selama ini saya merasa bahwa hubungan sosial dengan masyarakat di Kelurahan Tanah Tinggi cukup baik, sesama tetangga kami saling menghormati dan menghargai. Agama tidak menjadi kendala hubungan sosial, bahkan saya dan keluarga juga sering terlibat dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Kami saling menjaga perasaan dan menjaga nilai-nilai dan norma agama masingmasing. Konflik tidak melahirkan dendam atas nama agama, karena konflik disebabkan oleh berbagai spekulasi yang tidak kuat, artinya tidak berakar dari sentimen agama, atau fanatisme keagamaan.
Persepsi Terhadap Perbedaan Agama
Secara sosiologis, agama memiliki peranan sosial yang dapat membentuk integrasi masyarakat. Dalam pengertian harfiah, agama menciptakan suatu ikatan bersama baik diantara anggota masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Nilai yang mendasari sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok keagamaan. Bagi masyarakat Kota Ternate, agama adalah sebuah pilihan hidup, setiap orang bebas menentukan agama mana yang dipilih.
Perbedaan agama bukan penghalang komunikasi sosial umat beragama. Sikap masing-masing individu komunitas beda agama tercipta oleh kemampuan mengendalikan diri dan saling mengayomi, sebagai bagian dari ajaran moral agama. Sikap mengendalikan diri menjadi bagian dari kepribadian masyarakat yang terekspresi lewat sikap dan tingkah laku. Pengendalian diri itu lahir dari kesadaran individu dan kelompok komunitas beda agama yang memiliki pertalian persaudaraan kemanusiaan. Silaturrahmi sangat positif bagi masyarakat Kota Ternate, karena terbentuk dalam kognisi masing-masing. Kognisi sebagai embrio lahirnya trust pada individu dan kelompok keagamaan dalam membangun dan membentuk kerukunan.