Mohon tunggu...
sriutamidevilestari
sriutamidevilestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pemanfaatan Teknologi Ringan Dalam Pertanian Menyongsong Masa Depan Agrikultur

17 Desember 2024   07:42 Diperbarui: 17 Desember 2024   07:43 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil studi menunjukkan bahwa teknologi ringan memiliki dampak signifikan dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian di berbagai wilayah. Sebagai contoh, penggunaan irigasi tetes sederhana di wilayah semi-arid Indonesia mampu meningkatkan hasil panen hingga 20%, sekaligus menghemat konsumsi air. Perangkap hama berbasis feromon di perkebunan kakao juga terbukti efektif mengurangi serangan hama hingga 40%, mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia(Van Loon, G. W,. Patil, S. G,. dan Hugar 2011).

Dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan teknologi ringan ini didukung oleh beberapa faktor, termasuk kemudahan implementasi, biaya rendah, dan dampak positif terhadap lingkungan. Teknologi ringan mampu menjawab tantangan efisiensi sumber daya di tengah perubahan iklim yang semakin sulit diprediksi(Altieri, M.A.2018) . Namun demikian, terdapat kendala yang perlu diperhatikan, seperti rendahnya akses informasi bagi petani mengenai teknologi ringan dan kurangnya dukungan kebijakan pemerintah untuk memperluas distribusi alat-alat ini. Oleh karena itu, kerjasama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan swasta sangat penting untuk memastikan teknologi ini dapat diakses secara luas.(Uphoff, N. 2019)

Penerapan teknologi ringan dalam sektor pertanian telah memberikan dampak positif yang signifikan di berbagai wilayah. Salah satu contoh sukses adalah penggunaan irigasi tetes sederhana(Saptana, S. 2019). Teknologi ini menggunakan pipa plastik berlubang yang memungkinkan air mengalir langsung ke akar tanaman, sehingga meminimalkan pemborosan air. Studi kasus yang dilakukan di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa teknologi ini mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air hingga 50% dibandingkan dengan metode irigasi tradisional. Hasil panen jagung pada lahan yang menggunakan irigasi tetes juga meningkat sebesar 25%, bahkan di tengah kondisi kekeringan ekstrem(Irwanto. I,. Dan Rahayu,N.2020). Hal ini menunjukkan bahwa teknologi ringan seperti irigasi tetes sederhana memiliki potensi besar dalam mengatasi tantangan perubahan iklim dan kekurangan air.

Teknologi ringan lainnya yang memberikan manfaat nyata adalah perangkap hama berbasis feromon. Perangkap ini bekerja dengan menarik hama menggunakan zat feromon, sehingga dapat mengurangi populasi hama tanpa perlu menggunakan pestisida kimia. Di perkebunan kakao di Sulawesi, perangkap ini terbukti efektif menurunkan serangan hama penggerek buah kakao hingga 40%. Selain itu, teknologi ini mengurangi biaya produksi sebesar 20% karena berkurangnya penggunaan bahan kimia. Dengan demikian, perangkap feromon tidak hanya membantu petani mengendalikan hama secara efisien tetapi juga mendukung upaya untuk menerapkan pertanian organik yang lebih ramah lingkungan(Suwandi ,S.2021).

Teknologi ringan juga mencakup perangkat pengukur kelembapan tanah manual yang memungkinkan petani memantau kebutuhan air tanaman secara lebih akurat. Dalam penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah, petani yang menggunakan alat ini mampu menurunkan frekuensi penyiraman sebesar 30%, yang pada akhirnya menghemat air dan tenaga kerja. Alat sederhana ini memberikan dampak besar dalam membantu petani mengelola sumber daya mereka dengan lebih efisien, terutama di wilayah dengan ketersediaan air yang terbatas.(Setyawan ,D,. dan Prihatin ,A. 2020).Teknologi ringan mendukung pendekatan pertanian presisi yang biasanya diasosiasikan dengan alat-alat canggih. Sebagai contoh, penggunaan sensor kelembapan tanah berbasis gravitasi memungkinkan petani mengoptimalkan pola penyiraman sesuai dengan kebutuhan tanaman. Teknologi ini diterapkan di lahan padi di Yogyakarta, yang menghasilkan peningkatan efisiensi penggunaan air hingga 40%, sekaligus meningkatkan hasil panen hingga 15%. Ini menunjukkan bahwa teknologi ringan dapat menjadi langkah awal menuju penerapan pertanian presisi di tingkat petani kecil.

Pembahasan lebih lanjut, keberhasilan implementasi teknologi ringan tidak lepas dari faktor-faktor pendukung seperti keterjangkauan biaya, kemudahan penggunaan, dan relevansi terhadap kondisi lokal. Namun, ada beberapa kendala yang perlu diperhatikan (World Bank2022 ). Salah satunya adalah rendahnya tingkat pengetahuan dan akses informasi petani mengenai teknologi ini. Banyak petani kecil yang masih bergantung pada metode tradisional karena kurangnya edukasi dan pendampingan terkait penggunaan teknologi ringan. Selain itu, distribusi alat-alat teknologi ringan sering kali tidak merata, terutama di daerah terpencil yang memiliki infrastruktur terbatas.

Dukungan kebijakan dari pemerintah dan kerjasama dengan lembaga pendidikan serta sektor swasta menjadi penting untuk mengatasi kendala tersebut. Pelatihan dan penyuluhan kepada petani mengenai manfaat teknologi ringan perlu ditingkatkan(Kementerian Pertanian Republik Indonesia 2023). Pemerintah dapat berperan dalam menyediakan subsidi atau insentif untuk mempermudah akses petani terhadap teknologi ini. Dengan langkah-langkah tersebut, teknologi ringan memiliki potensi besar untuk menjadi solusi strategis dalam mendukung pertanian berkelanjutan di masa depan.

Dampak Positif Teknologi Ringan Penerapan teknologi ringan telah terbukti memberikan hasil nyata dalam berbagai aspek pertanian. Sebagai contoh, irigasi tetes sederhana yang menggunakan pipa plastik berlubang untuk menyuplai air langsung ke akar tanaman mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air hingga 50% dibandingkan metode irigasi tradisional. Studi kasus di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa irigasi tetes sederhana ini meningkatkan hasil panen jagung hingga 25% dalam kondisi kekeringan ekstrem(Dixon ,J,. Gulliver, A, dan Gibbon, D 2001).

Perangkap hama berbasis feromon juga menjadi alat populer yang digunakan petani untuk mengendalikan populasi hama tanpa menggunakan pestisida kimia. Di perkebunan kakao di Sulawesi, perangkap ini berhasil menurunkan serangan hama penggerek buah kakao hingga 40%, sekaligus mengurangi biaya produksi sebesar 20%. Teknologi ringan seperti ini mendukung praktik pertanian organ(Tumuhairwe ,J,. dan Mw

esige, D 2019).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun