Mohon tunggu...
Sri Sutrianti
Sri Sutrianti Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP

tertarik belajar menulis sebagai upaya ekspresif terapi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Los Angeles Membara

12 Januari 2025   06:50 Diperbarui: 12 Januari 2025   06:50 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Santa Ana datang memenuhi janji

menyisir tebing-tebing Palisades

mengeringkan tanah yang  merekah tanpa hujan.
Langit biru, laut tenang
Los Angeles, masih berdansa di bawah matahari.
Hollywood gemerlap, suara gelas saling beradu
aroma pesta dan suara gegap gempita

Di taman-taman megah, lampu-lampu perak berkedip
mobil-mobil mewah berderet rapi
para selebritas tertawa, berdansa, melupakan waktu.
Di vila-vila tepi laut, percakapan penuh ambisi mewarnai malam,
dan dunia berputar di bawah tangan mulus yang pongah.
"tidak ada yang bisa mengusik kami"
angin mulai berbicara, membawa bisikan dari jauh.

Dari jauh seorang lelaki, dalam gigilnya
menyalakan pohon Natal kering menjadi bara
 meminta api untuk memeluknya
dalam dingin yang tajam untuk tubuh tanpa rumah.
Tapi api itu tak mau mendekap lembut,
Dia meronta bak  kuda liar di padang tanpa batas.
 Menjelma naga, mengunyah udara, menelan bumi.

Api itu meliar, tanpa jeda
Santa Ana meniup Sangkakala
meniupkan roh kematian ke setiap sudut kota.
Rumah-rumah megah  mewah runtuh
tiang-tiang marmer retak, kaca-kaca pecah
Suara yang pongah mulai luluh
dan suara berganti  jeritan ketakutan.

Hollywood hancur dalam hitungan jam
Ribuan mimpi mewah membubung jadi abu.
Piala emas, gaun mahal, lukisan klasik,
semuanya musnah tanpa perlawanan.
Di sana, bintang tak lagi bersinar,
hanya ada kehampaan
dan kesunyian

Los Angeles tak lagi bersuara
Tebing-tebing Palisades berdiri hitam dan dingin
Menjadi kuburan raksasa di tepi laut.
Hanya ada puing-puing dan asap
Kota megah dan gemerlap kini menjadi reruntuhan
hampa.

Matahari muncul di balik abu yang menggantung di langit.
Cahaya menyentuh reruntuhan rumah
Los Angeles tak lagi hidup
Kota pesta itu telah mati
Hanya arang dan abu yang tersisa
Meninggalkan kekosongan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun