Mohon tunggu...
Sri Sutrianti
Sri Sutrianti Mohon Tunggu... Guru - Guru IPA SMP

tertarik belajar menulis sebagai upaya ekspresif terapi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepanjang Nafasmu

13 Juli 2024   07:00 Diperbarui: 13 Juli 2024   07:09 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Kecubung kesayangan Ibuku, dokpri.

Tulisan ini belum sempat aku bacakan di depan Beliau saat itu , 

karena kondisinya makin memburuk di hari Ulang tahunnya.

Buuu, 

sedap malam baru saja mekar di halaman. Menebar keharuman, jauh mewangi, dikirimkan angin hingga ke tepian masa kecilmu.

Nafasmu, masih dihela gunung dan sungai-sungai di dusun. Betapa megahnya masa lalu, berkilau seperti laut senja, tak sirna dihempas waktu.

Jalan-jalan mungkin masih memanjang di benakmu. Kampung yang biru di Rangkasbitung, rumah panggung, kokok ayam, dan jejak kaki orang Baduy, adalah kenangan masa kecilmu yang indah.

Bersama, menyusuri kota kelahiranmu. Dokpri
Bersama, menyusuri kota kelahiranmu. Dokpri
Tapi seperti kisahmu, nenek melahirkanmu bukan di rumah yang teduh. Tapi malah di atas truk yang melaju. Kelahiran seorang bayi mungil yang dramatik dan memilukan. Itu tahun 1947, tujuh puluh enam tahun yang lalu. Seperti jadi perlambang, bahwa hidupmu adalah deru perjalanan, dari satu kampung ke kampung lain, dari satu kota ke kota lain.

Di usia 7-8 tahun, semestinya jadi masa kecil yang bahagia, tapi Ibu malah tak punya halaman rumah untuk bermain, karena harus pindah dari satu tempat ke tempat lain. Ibu pindah dari Solo ke Surabaya. Lalu tragedi terburuk pun terjadi. Di usia 12 taun, Ibu harus kehilangan sosok ibu yang meninggal karena ditikam lelaki yang mengasihinya karena dia dalam keadaan mabuk.  

Masya Allah..... masa kecil Ibu penuh tragedi memilukan, kenangan pahit yang pasti sulit dilupakan.

Tapi Alloh Nu Maha Asih teras ngalungsurkeun kanyaahna ka Ibu. Lalakon Ibu nu pulang anting dina kapeurih, teras anjog kana lawang kabagjaan. Ibu ditepangkeun sareng tuang rama. Bapa nu kakara gok tepang dina yuswa Ibu 12 taun. Kacipta ku abdi, kumaha rangsakna hate Ibu, taun-taun teu terang ka nu janten bapa. Kacipta keueungna Ibu, sabada indung maot ku bapa tere. Kacipta bagjana Ibu nalika harita tiasa gok paamprok sareng nu jadi bapa teges. Tangtos juuh cisoca Ibu harita. Ibu teras cicing di Ciwidey. Hirup deui dina liliuh lembur nu tiis tingtrim. Tapi lalakon Ibu horeng panjang keneh. Ti Ciwidey Ibu teras dicandak ngalih ku Aki, transmigrasi ka Lampung. Hirup di antara tatangkalan nu baradag di paleuweungan Sumatera.

Pohon Kecubung kesayangan Ibuku, dokpri.
Pohon Kecubung kesayangan Ibuku, dokpri.
Bu, bunga terompet mekar kembali di halaman. Aku kadang seperti mendengar lengkingan terompet, sangkakala waktu. Bunyi yang mengingatkan panjangnya perjalanan Ibu.  Hutan seperti menumbuhkan pohon dan bunga-bunga di benak Ibu. Hutan begitu lekat di kenangan Ibu. Lihatlah, tanaman di sekitar rumah, kuping gajah, dan tanaman lain, adalah bentuk cinta Ibu yang terus tumbuh dan ditumbuhkan bagi kami, anak-anakmu.
Ibu adalah sosok wanita tangguh.
Ibu bisa tersenyum di saat duka, tetap ceria di saat menderita. Aku ingat betul, Ibu sering mendengarkan musik, lagu Melayu atau keroncong. Aku yakin itu cara Ibu mengenang masa lalu. Melupakan derita tapi sekaligus mengingatnya.

Ibu mah hegar saban waktos.
Malah sok teterekelan sagala dina tangkal kai padahal tos sepuh. Tiasa keneh senam arobik atawa sasapedahan. Dina yuswa 70 taun Ibu malah ludeung keneh naekan tangkal, dugi ka eknging musibah, Ibu ragrag tina tangkal jambu. Harita Ibu teu damang, ngalungsar sababaraha sasih.    

Kastuba Merah. Dokpri
Kastuba Merah. Dokpri
Ibu, daun kastuba masih memerah di halaman. Semarah semangatmu untuk hidup. Bertahan dari penyakit yang menderamu. Kami anak-anakmu mungkin bukan melati yang mekar di angin pagi. Bukan sedap malam yang menebar keharuman di dadamu. Tapi kami ingin tumbuh setia mendampingimu.      
Ibu. Dokpri
Ibu. Dokpri
Hari Selasa tgl. 3 Mei 2023, adalah ulang tahunmu yang ke-76.76 tahun Ibu telah menempuh perjalanan panjang dan terjal, berjuang membesarkan kami anak-anakmu. Sepanjang nafasmu, kami damai dan tegar. Semoga Allah memberimu pahala berlimpah. Tetesan keringat dan air mata Ibu, adalah lukisan pelangi dalam jiwa kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun