Perjalanan ini dimulai dengan semangat pagi yang membuncah di Bandung. Tepatnya di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat di Jalan Surapati 71.Â
Jam menunjukkan pukul 05.20, ketika para peserta mulai berdatangan untuk mengikuti kegiatan eksplorasi mengenal habitat anggrek spesies yang diorganisir oleh DPD PAI Jabar.
Abah Leo, salah satu tokoh yang disegani, dengan ramah menyambut sambil melakukan cek kehadiran. Suasana pagi itu dipenuhi dengan canda tawa dan antusiasme yang tinggi.
Sekitar pukul 06.30, setelah seluruh peserta berkumpul, kami pun berfoto bersama di titik pemberangkatan pertama. Senyuman merekah menghiasi wajah-wajah sumringah ini.
Kami bersiap untuk memulai petualangan besar. Kemudian, rombongan berangkat menuju titik kumpul kedua, yaitu area parkir Gedung Sabilulungan Kabupaten Bandung.
Perjalanan menuju Gedung Sabilulungan berlangsung kurang lebih  35 menit. Setelah semua dipastikan hadir, kami kembali mengambil foto bersama. Keakraban dan kekompakan semakin terasa saat kami mengabadikan momen tersebut sebelum melanjutkan perjalanan ke Ranca Upas.
Pukul 07.30, kami melanjutkan perjalanan ke lokasi eksplorasi anggrek di Ranca Upas. Kami menikmati sarapan pagi di kendaraan. Suasana hangat di dalam bus diiringi dengan percakapan ringan tentang Anggrek dan keindahan alam yang akan segera kami jelajahi.
Informasi yang diberikan sangat berguna bagi kami untuk mempersiapkan diri sebelum memasuki kawasan hutan. Hutan yang  masih penuh ragam pohon,  dan masih gelap lebat.
Batang-batang Rasa mala, Mahoni, Suren dan Puspa, tampak menongol dengan pelbagai derajat warna, nuansa coklat-abu-abu-hijau, bertaut dengan belukar yang tak tepermanai yang mungkin bermula di zaman purba.
Setelah semua penjelasan selesai, kami kembali berfoto bersama, mengabadikan semangat dan kebersamaan sebelum memulai eksplorasi yang sesungguhnya.
Sepanjang perjalanan Narasumber, Bapak Romi menjelaskan, Â Bahwa Anggrek memiliki ciri khas masing-masing. Mereka hidup di hutan dari yang bersifat terestrial sampai epifit.Â
Ada anggrek yang tumbuh subur di hamparan  humus  basah di bawah perdu- perdu yang saling menjalin, dengan contoh Nepenthes. Ada pula yang menempel di batang pohon, cabang dan ranting. Jika kita perhatikan, itu menunjukkan habitat yang sesuai untuk mereka, ketika kita akan membudidayakannya.
Anggrek yang tumbuh di atas humus yang basah menunjukkan kesukaannya dengan tanah yang sangat subur, menyimpan kelembaban dan tidak terlalu suka dengan sinar matahari yang terik. Dan sebaliknya Anggrek yang ada di ranting pohon menunjukkan kesukaannya dengan sinar matahari yang cukup banyak dan angin yang cukup besar.
Berapa puluh bahkan ratus tahun mereka terhimpun dalam hutan  Panjang di sekeliling penangkaran Rusa, Ranca Upas ini.  Ribuan batang pohon tua dan muda saling merapat. Jalin menjalin bersama perdu, tanaman merambat, lumut dan cendawan. Sepanjang perjalanan, tumbuh rimbun gugus pakis yang entah sejak kapan menyembunyikan jalan setapak.
Di sebuah hutan Tropis, pohon-pohon saling merapat, terkadang bertaut, semua bergerombol dengan semak dari jenis dan zaman yang berjauhan.
Dalam hutan ini kita tak  melihat keterpisahan, mereka hidup bersama: dari akar yang kukuh, saling berjalin, mencengkeram ruang, dengan lengan perkasa. Kami tidak hanya menikmati keindahan alam tetapi juga mendapatkan sensasi magis, megah dan eksotik  yang tak terbantahkan.
Kemudian kami turun, terlihat  hamparan kopi, perdu, Cabe Gendot, Kubis-kubisan dan  daun wortel. Bumi dibudidayakan dengan telaten di lereng ini.Â
Sesekali terdengar deru  sepeda motor tua yang datang untuk mengangkut hasil bumi itu.  Tidak mau  terhambat oleh jalan mendaki yang buncah dan bongkah tanah basah karena deras hujan. Pengendaranya akan turun dengan mesin yang dimatikan, penuh semangat dan tangkas, kemudian membawa hasil panen ke arah tempat pengepul di bawah, melalui ladang cabai dan seledri.Â
Melintasi tenda-tenda putih yang berjejer di sekitar  perkebunan Palawija itu.Beberapa kali kami berhenti untuk mengambil foto bersama di dalam kawasan eksplorasi.Â
Setiap sudut Cadas Panjang menawarkan pemandangan yang memukau, dan momen-momen tersebut kami abadikan  dengan kekaguman akan sensasi rasa yang sulit kami representasikan.
 Semangat kami masih menyala, meskipun lelah mulai terasa. Di separuh Desa Lebak Muncang, tanaman  jadi monoton. Hutan tropis yang tadi  menakjubkan itu seperti kehilangan diversitasnya. Pohon-pohon kayu putih yang tadi  menguasai area. Yang tadi berjajar rapi.
Berganti pemandangan menjadi sengkedan-sengkedan "tanaman produktif" Â hamparan perdu, daun wortel, Strawberry, Brokoli dan Selada air. Dan entah kenapa saya merasakan sensasi lain. Sensasi magis, megah dan eksotik itu telah hilang di sini. Tanaman di sini terlihat rapi, jinak dan benderang.
Saya pulang dengan hati yang penuh rasa kagum terhadap keajaiban alam dan tekad untuk terus menjaga kelestariannya. Sesaat saya tertegun: jika ada yang berharga dengan  apa yangakan  kami lakukan itu.  Maka itu adalah membuat sesuatu yang bukan untuk diri sendiri.
Pohon-pohon itu mempertautkan mereka yang akan hidup dengan kami yang akan mati. Yang akan terbenam seperti humus yang kami injak-injak  sepanjang perjalanan di hutan tadi, dan kemudian dilupakan.
"Harapan itu seperti jalan di hutan: semula tak ada. Ia jadi ada karena berulangkali orang menembus belukar yang di sana". -Lu Xun.