Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Net Zero Emissions, Bebas Emisi Itu Dimulai dari Diri Sendiri

21 Oktober 2021   20:25 Diperbarui: 21 Oktober 2021   20:55 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image caption : ilustrasi cerobong industri yang menyebabkan emesi karbon di udara, sumber foto : id.lovepik.com

Apa sih Net Zero Emissions atau nol- bersih emisi itu?

Istilah yang belakangan ini sering muncul sejak menjadi sorotan pada Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Paris pada tahun 2015, dengan mewajibkan negara industri dan negara maju mencapai nol-bersih emisi pada tahun 2050. Pada akhir April 2021, Presiden Joe Biden menggagas Climate Leader's Summit , istilah Net Zero Emissions atau disingkat NZE itu makin popular. Sejumlah negara menyampaikan komitmen untuk mencapai nol-bersih emisi pada tahun 2050.

Emisi atau karbon yang dihasilkan dari kehidupan dan peradaban manusia, sebenarnya tak bisa dihentikan selama manusia masih bernafas. Karena pernafasan itu sendiri proses  memasukan O2 atau oksigen dan menghembuskan CO2 atau karbon dioksida. Bila dikalikan jumlah manusia yang ada di bumi, yaitu sebanyak 7,8 miliar, emisi karbon dari hasil hembusan napas manusia sudah berkontribusi 5,8 % terhadap volume emisi karbon tahunan.

Jadi, bagaimana bumi akan mencapai nol-bersih emisi?

Bagaimana bisa bersih  tanpa emisi bumi kita ini !  Pengertian emisi harus dipilah-pilah dulu, emisi berasal dari karbon negatif yang diproduksi dari proses industri dan gaya hidup tidak sehatlah yang diusahakan menjadi nol. Bukan karbon yang dihempuskan waktu manusia bernafas. Karena karbon yang dihasil manusia sebenarnya bisa diserap sepenuhnya hingga tak menguap sampai ke atmosfer, secara alamiah karbon produksi manusia bisa diserap oleh tumbuhan, laut dan tanah.

Melalui siklus fotosintesis pohon, perairan dan tanah, memproses emisi karbon dari CO2 dengan reaksi kimia yang kompleks dan akan membentuk karbon dan oksigen. Oksigen  dibutuhkan oleh mahluk hidup, sedang karbon dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan menjadi bahan dasar logam.

Karbon  yang diproduksi secara besar-besaran oleh industri dan peradaban negatif  menjadi tidak terserap oleh tanaman, inilah yang menjadi penyebab utama pemanasan global. Dengan naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Sebenarnya ada 6 gas rumah kaca yang memiliki koenfisien pemanasan global tinggi, dan karbon dioksida jumlahnya paling banyak di atmosfir, namun ia paling rendah menyebabkan kenaikan suhu bumi. Sehingga karbon dioksida menjadi patokan pengukur konsentrasi gas rumah kaca lainnya.

Bila emisi itu tidak lepas sampai ke atmosfer ia akan menjadi polusi dan dibutuhkan tanaman dalam siklus fotosintesis. Sebenarnya Tuhan sudah memberi jalan keluar untuk membuat udara menjadi bersih dari emisi, yaitu dengan memanam lebih banyak pohon, mencegah degradasi lahan, dan tidak merusak ekosistem laut serta perairan.

Tanaman adalah cara termudah dan termurah yang disediakan Tuhan buat menangkap karbon dioksida dan membersihkan emisi di udara,  ini sudah menjadi pengetahuan dasar yang kita pelajari sejak bangku sekolah dasar. Hutan mampu menyerap 20% emisi karbon, sedangkan laut dan perairan 23%, sisanya tanah dan yang tak terserap akan menguap ke atmosfer. 

Sehingga gas rumah kaca di atmosfir menebal akibatnya kemampuan menyerap panas dari matahari dan emisi bumi, serta melepaskannya ke semesta luar angkasa berkurang. Yang terjadi akibatnya panas memantul kembali ke bumi. Itulah sebabnya disebut dengan efek gas rumah kaca, karena bumi seperti berada dalam rumah kaca yang suhunya naik pelan-pelan karena terperangkap panas di dalamnya.

Pada kenyataannya banyak manusia yang alpa, karena kebutuhan, keserakahan dan gaya hidup yang tak peduli dengan alam dan lingkungan. Adanya Revolusi Industri  tahun 1750  ditandai dengan penemuan mesin uap dan pemakaian bahan bakar fosil, konsentrasi rumah kaca naik hampir dua kali lipat, selama tiga abad. 

Padahal 10.000 tahun sebelumnya, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer stabil di angka 280 ppm sedangkan kini 414,3 ppm. Suhu bumi naik 1,2 derajat Celsius.  

Andai saja net-zero emissions berhasil diwujudkan pada tahun 2050, suhu bertambah 1,5 derajat Celsius, kenaikan suhu yang masih bisa ditoleransi oleh makluk hidup terutama manusia. Namun bumi masih tetap menghangat karena emisi yang kita produksi hari ini dan selama tiga abad terakhir.

Timbal balik perdagangan karbon yang digagas oleh negara-negara yang memproduksi karbon dirasa tidak adil, karena negara-negara industri seolah-olah cuci tangan, dan menyerahkan tanggung-jawab pemeliharaan hutan, alam dan lingkungan kepada negara berkembang yang telah mengupayakan penyerapannya karbon sedang mereka terus memproduksinya. 

Yang lebih adil adalah mereka harus menaikkan bauran energi terbarukan untuk keperluan industri, tidak  selalu menggantungkan dari energi fosil saja. Sehingga net-zero emissions bisa tercapai di bumi ini pada 2050 nanti.

Sebagai orang yang pernah hidup di area pertambangan, saya begitu miris bila mendengar deru mesin-mesin penumbang pohon. Baik yang lakukan masyarakat maupun perusahaan, hati saya sangat pilu namun apalah daya tak mungkin saya mencegahnya.  Menebangi pohon tanpa menggantikan dengan menanam pohon yang baru, sama saja kita mempunyai andil untuk memperbanyak emesi di bumi. 

Bahkan rehabilitasi hutan yang lakukan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan besar tidak sebanding dengan luas area hutan yang mereka hancurkan untuk digali tanahnya dan dikeruk bahan bakar fosil di dalamnya. 

Belum lagi perusahaan-perusahaan tambang ilegal yang membiarkan dan meninggalkan tanah bekas galian begitu saja tanpa menanami apapun. Belum lagi perusahaan-perusahaan kelapa sawit, yang luasnya melebihi hutan lindung yang sekarang masih ada.

Memang menjadi delema kita butuh kegiatan  yang menumbuhkan perekonomian, namun dari segi lain mereka adalah penyebab emesi di bumi tidak tertangkap oleh tanaman. Karena banyaknya jumlah tanaman yang mereka musnahkan.

Dunia memang fana, namun kita janganlah ikut-ikutan mempercepat kefanaan ini. Dengan merusak hutan, menebangi pohon sembarangan, merusak pantai dengan membabati hutan mangrove menjadi tambak ikan dan udang, menutup semua permukaan tanah dengan bangunan tanpa ada biopori, menyisakan makanan, memakai bahan plastik sekali pakai yang menimbulkan sampah plastik yang menggunung.  

Net Zero Emissions akan tercapai bila kita kerja keras bahu-membahu agar krisis iklim, pemanasan global dan bencana alam tidak terus-menerus menghantui, dengan diimbangi ilusi pertumbuhan ekonomi dengan proteksi lingkungan yang baik.

Net Zero Emissions Dimulai Dari Diri Sendiri

Sebagai hamba Allah, kita wajib untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi sekecil apapun. Sebuah tindakan perlu kita pikirkan akibatnya, bila itu membawa dampak yang kurang baik untuk alam sebaiknya kita tinggalkan.

Alhamdulillah, kami sekeluarga masih bisa mempertahankan pohon-pohon di halaman rumah, di saat para tetangga sibuk memenuhi tanahnya dengan bangunan baru. 

Dua pohon mangga di depan rumah, dan satu pohon mangga, pohon sukun, dan pohon-pohon lainnya di belakang rumah kami pertahankan keberadaannya. Selain tanaman-tamanan hias dan sayuran yang bisa kita manfaatkan untuk kebutuhan masak-memasak. Akibat baik yang saya rasakan saat siang terik tak perlu ada AC cukup buka jendela dan pintu biarkan oksigen dari pepohonan  yang menyejukkan, artinya kita bisa menghemat pemakaian listrik penggunaan AC.  

Selain menerima manfaat dari buah-buahan yang  dipetik  dari halaman rumah. Walaupun untuk itu kita harus lebih rajin menyapu dan merapikan tanaman, anggap saja sebagai olahraga.

Mulailah menyadarkan diri sendiri dan keluarga, untuk disiplin memelihara alam. Sebagai ibu rumah tangga, sebisa mungkin kita memasak secukupnya tidak meninggalkan sisa, selain menjadi boros sisa makanan akan menambah emisi karbon di bumi ini. Kalau terpaksa sisa bisa kita daur ulang menjadi makanan binatang atau ayam. 

Sisa-sisa nasi bisa kita olah menjadi kerupuk atau jajanan yang mempunyai nilai ekonomi, daripada dibuang begitu saja. Biasakan untuk selalu membawa wadah sendiri saat belanja, untuk mengurangi pemakaian kantong plastik sekali pakai. Bila sedang keluar rumah anak-anak dan suami , saya biasakan membawai mereka tumblir tempat minum agar tidak minum botol minum plastik sekali pakai.

Selain tetap membiarkan tumbuhan hidup di lingkungan rumah, saya juga tetap membiarkan bebatuan besar-besar tetap berada di tempatnya di area perkebunan kami yang terletak di kaki gunung Muria. Karena mengambil  batu-batu tersebut akan membuat tanah longsor karena tidak ada penahannya sama saja merusak alam.  

Secara ekonomi bebatuan itu akan laku dijual dan menghasilkan uang, namun tanpa kita sadari nilai ekonomi yang kita dapat tak sebanding dengan bencana yang mengintai.

Image caption : kegiatan Siap Darling  menanam mangrove di Mangkang tahun 2018, foto dokumen pribadi
Image caption : kegiatan Siap Darling  menanam mangrove di Mangkang tahun 2018, foto dokumen pribadi

Saya pernah mengikuti kegiatan penanaman pohon mangrove di pantai Mangkang Semarang, yang sebelumnya rusak karena adanya tambak-tambak udang dan ikan sehingga terjadi abrasi air laut di sepanjang pantai. Syukurlah sekarang mulai hijau kembali dengan adanya mangrove dan ekosistem  juga mulai tumbuh dengan baik. 

Penduduk bisa mendapatkan udang serta ikan yang menjadi habitat hutan mangrove, juga bisa memanfaatkan buah pohon mangrove untuk diolah menjadi makanan kecil yang mempunyai nilai ekonomi. Belum lagi bila nanti hutan mangrove sudah tertata bagus bisa dimanfaatkan sebagai kawasan wisata mangrove, yang tentunya akan mendatangkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

kegiatan siap darling di candi Gedong Songo Semarang/Dokpri
kegiatan siap darling di candi Gedong Songo Semarang/Dokpri

Kegiatan lain yang saya ikuti adalah penanaman  pepohonan di sekitar candi Gedong Songo  Kabupaten Semarang, pada bulan Maret tahun 2020 lalu, kegiatan ini merupakan upaya agar bumi hijau kembali, banyak emisi karbon yang bisa diserap oleh tanaman dan semakin banyak pula oksigen yang akan dilepas oleh tanaman.

Sebagai blogger mari kita ikut menyuarakan Net Zero Emissions  pada tulisan-tulisan kita agar semakin banyak orang yang sadar untuk segera menyelamatkan bumi dari kefanaan buatan manusia.

Itulah yang bisa saya lakukan, dalam berpartisipasi ikut menyukseskan  net zero emissions 2050 buat anak cucu kita kelak.

referensi tulisan : 1 dan 2 

Kudus, 21 Oktober 2021

Salam hangat

Sri Subekti Astadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun