RUU Cipta Kerja Omnibus law yang menjadi bahan pemberitaan akhir-akhir ini karena adanya penolakan dan gelombang demo besar-besaran oleh para buruh, merupakan PR tersendiri bagi Pemerintah untuk menjembatani antara yang pro dan kontra RUU tersebut agar tidak semakin meluas dampaknya.Â
Berbagai upaya musyawarah untuk mencapai titik temu belum juga ada kata sepakat. Bahkan pihak buruh telah merencanakan demo besar-besaran yang melibatkan ribuan bahkan ratusan ribu buruh dalam skala nasional.
Penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (khususnya) klaster Ketenagakerjaan sepertinya belum juga reda. Mereka berpendapat bahwa RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang juga disebut sebagai RUU sapu jagat akan merugikan para buruh. Padahal berbagai cara sosialisasi telah dilakukan, agar pekerja memahami bahwa tujuan pemerintah justru untuk  memperbaiki kesejahteraan pekerja.
Para Buruh menilai bahwa RUU Cipta Kerja lebih memihak dan menguntungkan pengusaha, sehingga perlu ditolak dengan mogok nasional dan demo secara besar-besaran.
Poin yang menjadi penolakan para buruh, yaitu dibebaskannya penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/ Kota ( UMKSK), hingga pengurangan nilai pesangon.
Menurut Ketua Umum KASBI -- Nining Elitos, RUU Cipta kerja Omnibus Law tidak jauh beda dengan usul reisi UU 13/2003 yang telah diupayakan sejak tahun 2006, namun telah ditolah para buruh.Karena banyak hak buruh yang dihapus atau tidak berlaku. Misalnya pada kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
RUU CIPTA KERJA TELAH SELESAI DIBAHAS
Pembahasan RUU Cipta Kerja telah selesai  dibahas oleh pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR, melalui diskusi yang cukup alot. Banyaknya yang pro dan kontra serta demo buruh secara yang bermunculan.
Pembahasan soal pesangon, upah minimum dan jaminan kehilangan pekerjaan semuanya telah diputuskan dengan tuntas. Bahkan seluruh fraksi telah setuju dengan poin-poin tersebut, termasuk juga elemen terkait mulai DPR, pemerintah, Serikat Pekerja dan pengusaha.
Pemerintah dan DPR telah mendapat mendapat masukan dari stakeholder, yang akhirnya menyetujui tetap adanya pesangon dengan jumlah 32 kali gaji. Dengan rinciannya, 23 kali ditanggung oleh pemberi kerja dan pengusaha, sedang sisanya ditanggung oleh pemerintah. Masih tetap sama dengan Undang-undang existing yang berlaku sekarang.
Upah minimun Kabupaten (UMK) telah disepakati untuk tetap dijalankan, namun dengan syarat atau kriteria tertentu. UMK tetap menyesuaikan inflansi dan tidak dikelompokan secara sektoral. Dan UMK tetap dengan dasar pertimbangan pertumbuhan dan inflasi daerah.