Tradisi Jelang Ramadan
Tradisi menjelang Ramadan di kota Kudus yang dikenal sebagai Kota Wali karena di Kudus terdapat dua wali dari Walisongo, yaitu Sunan Kudus dan Sunan Muria. Masyarakat kota  Kudus menyambut Ramadan dengan tradisi Dandangan yang sudah diadakan sejak jaman Sunan Kudus.
Dandangan adalah semacam pasar malam tradisional yang pelaksanaannya ada di sekitar Menara Kudus sampai ke Alun-alun Simpang Tujuh Kudus. Awal mula tradisi dandangan adalah berkumpulnya para santri untuk mendengar bedug yang ditabuh sebagai penanda memasuki Bulan Ramadan di Menara Kudus. Karena banyak orang berkumpul maka di situ banyak orang jualan makanan sebagai bekal untuk makan sahur mengawali Ramadan tiba. Namun lama kelamaan bukan hanya bahan makanan yang dijual , tetapi aneka macam kebutuhan , mainan tradisional, pakaian bahkan  segala macam kebutuhan hidup ada dijual di sana.
Pelaksanaan dandangan biasanya 2 minggu menjelang Ramadan tiba, para pedagang sudah memenuhi sepanjang jalan Sunan Kudus, dari Menara ke barat sampai di Pasar Jember, dan Menara ke timur sampai ke Alun-alun Simpang Tujuh Kudus. Aneka permainan ala-ala pasar malam pun tak mau ikut ketinggalan, ada di arena dandangan ini.
Pada dahulu kala moment dandangan dimanfaatkan oleh para gadis di Kudus Kulon yang biasanya dipingit, untuk keluar dari rumah dan mereka janjian  akan bertemu dengan jodohnya di area dandangan tersebut.
Sore hari pada saat dandangan terakhir ( sehari menjelang Ramadan) akan  diadakan kirab Dandangan yang menampilkan kirab budaya oleh para seniman kota Kudus.
Karena ada pandemi covid-19 untuk tahun ini pelaksanaan Dandangan ditiadakan, Â jadi baru tahun ini kota Kudus menyambut Ramadan tanpa didahului moment dandangan. Karena harus memenuhi protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus Corona.
Tradisi Jelang Idul Fitri
Untuk tradisi menjelang Idul Fitri tidak ada perayaan khusus, namun setelah menginjak malam selikur ( malam ke 21 Ramadan) pada waktu saya masih kecil biasanya ada tradisi Maleman , yaitu dengan menghantarkan makanan ( bisa berupa nasi dan segala macam lauk-pauknya atau berupa jajanan) kepada para kerabat, saudara dan tetangga.Â
Namun tradisi itu sekarang sudah tidak banyak dilakukan oleh masyarakat kota Kudus lagi. Diganti dengan pelaksanaan shalat Hajat di masjid-masjid yang biasanya dilakukan pada jam 12 malam, namun karena ada jam malam terkait  adanya pandemi Covid-19 pelaksanannya dilakukan jam 10 malam di masjid-masjid. Tetapi penulis tidak pernah mengikuti karena patuh pada himbauan Pemerintah untuk beribadah dari rumah saja.
Menjelang lebaran begini para ibu-ibu biasanya sudah mulai menyiakan kue-kue lebaran, kalau di Kudus dengan membuat Keciput seperti pada artikel saya sebelumnya (Â Keciput, Kue yang Wajib Ada ada Setiap Rumah di Kudus ). Mulai membenahi dan membersihkan rumah, bahkan mengecat rumah biar tampak bersih seperti baru kembali. Siap menyambut tamu sanak saudara, kerabat, tetangga dan teman untuk datang ke rumah.
Pada saat lebaran di kota Kudus tidak ada hidangan ketupat, hanya opor ayam, sambal goreng dan lainnya. Karena ketupat di rayakan sebagai hari raya tersendiri, yang pelaksanaannnya 7 hari setelah Idul Fitri sebagai Hari Raya Kupatan. Pada saat Kupatan itulah baru ada hidangan kupat , lepet dan segala ubo rampenya.
Demikian tradisi menjelang Ramadan dan menjelang Idul Fitri di kota Kudus tercinta, semoga bisa menambah khasanah kebudayaan Nusantara.Terima kasih.
Kudus, 18 Mei 2020
Salam hangat,
Dinda Pertiwi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H