Mesti lebaran kurang 13 hari lagi, Eyang Putri atau biasa kami memanggil Yang Ti sudah menyiapkan berbagai persiapan menjelang hari raya Idul Fitri. Mulai dari membersihkan rumah dan pekarangannya yang lumayan luas, mengecat rumah dan pagar. Sento dan Karto dua lelaki yang biasa dipanggil Yang Ti  untuk bersih-bersih rumah dan pekarangan seminggu sekali, sudah hampir seminggu ini datang.Â
Selain untuk membersihkan rumah dan kamar-kamar yang menurut Yang Ti akan ditempati anak-anaknya yang akan pulang saat lebaran nanti. Mengecat dinding rumah dan membetulkan pintu dan jendela kamar-kamar yang rusak karena sudah lama kosong. Dan putra-putri Yang Ti sudah lama tidak ada yang pulang.
Yang Ti sudah menelpon semua putra - putrinya agar lebaran ini semua harus pulang. Jauh-jauh hari sebulan sebelum Ramadan tiba Yang Ti sudah sibuk mengontak semua putranya yang berjumlah tujuh orang.
Yang pertama, Taufik  tinggal di Jakarta, ia menjadi salah seorang petinggi di sebuah BUMN bahkan sebentar lagi sudah pensiun. Taufik mempunyai istri yang berasal dari luar daerah, dan mempunyai 3 orang putra. Putri pertama yang dulu lahir di rumah Yang Ti, sangat disayang oleh Yang Ti, namanya Chaca saat ini sudah kuliah. Karena dulu sewaktu masih kecil Chaca dititipkan pada Yang Ti sampai beberapa tahun, sementara mama papanya menetap di Jakarta. Namun semenjak Chaca remaja, setiap mama papanya pulang ke rumah Yang Ti tidak pernah ikut lagi. " Maaf Chaca sibuk, Yang.." begitu kata Taufik kalau ditanya ibunya kenapa Cacha nggak pernah ikut lagi. Dua adik Chaca , Merry dan Bernat karena jarang bertemu neneknya, mereka tidak begitu dekat dan cenderung cuek terhadap Yang Ti.
Taufik, tidak langsung mengiyakan permintaan ibunya, untuk pulang saat lebaran nanti, karena belum tentu dia mendapat cuti panjang, bahkan harus siaga dengan pekerjaannya yang mengurus di perhubungan udara.
" Insyaallah ya Yang, tergantung situasinya, doakan semoga bisa ya, Eyang.." begitu jawaban Taufik.
Sedangkan Faisal, putra keduanya yang sekarang tinggal di Singapura bersama keluarganya, tidak bisa sepenuhnya berjanji untuk bisa memenuhi permintaan ibunya. Â " Saya usahakan, Bu...kalau Nina (istrinya) bisa sama-sama cuti " katanya.
Dinda anak ketiga, yang merupakan putri pertama Eyang sekarang tinggal di Kalimantan Selatan bersama keluarganya, mengatakan " Mungkin saya tidak bisa pulang tepat lebarannya , Bu. Karena saya harus ikut Mas Ilham (suaminya) untuk pulang ke Bandung dulu ".
Handa putri keempatnya, jelas-jelas mengatakan tidak bisa pulang. Karena kedua putranya sedang mengikuti ujian akhir sekolah. " Saya pulang habis lebaran saja ya, Bu...setelah anak-anak selesai ujian " janji Handa pada Yang Ti.
Sedang Kartika, putri kelima yang sekarang tinggal di Eropa bersama keluarganya. Tidak bisa janji pulang lagi saat lebaran nanti, karena dua bulan yang lalu baru saja berlibur ke Indonesia bersama keluarganya. Namun begitu Kartika hanya sempat menenggok ibunya sehari saja, itu pun tidak menginap di rumah Yang Ti, namun menginap di hotel.
Bayu, putra keenamnya yang baru menikah 2 tahun yang lalu, dan tinggal di Surabaya sedang mempunyai anak kecil yang baru beumur setahun, Â mengatakan " Bayu usahakan njih, Bu. Â Karena si kecil lagi sering sakit jadi belum berani perjalanan jauh dulu " alasan Bayu kepada ibunya.
Sedangkan Marta , putri bungsu Yang Ti yang saat ini sedang mendapat beasiswa  S 3 di Australia, mengatakan " Sekarang lagi sibuk-sibuknya kuliah, Ma..." Namun Marta berjanji akan mengusahakan pulang walau sebentar.
Selain menyiapkan rumah dan kamar-kamar buat putra putrinya agar nyaman selama berlebaran di rumah dan tidak perlu menginap ke hotel. Karena sesungguhnya rumah mereka sudah cukup luas dan bagus. Karena Eyang Ti termasuk rajin merawat rumah, dengan dibantu Karni pembantunya serta  Sento dan Karto untuk membersih kebun dan halaman seminggu sekali.
Yang Ti juga sudah mempersiapkan kue-kue lebaran kesukaan putra-putrinya sewaktu mereka masih kecil. Ada keciput, nastar, kue Keju, kue senprong, kacang  bawang dan masih banyak lagi. Sebagian Yang Ti membuat sendiri, sebagian lagi pesan pada toko kue langganan keluarga.
Lebaran masih kurang 5 hari semua sudah siap, bahkan semua kamar sudah dibersihkan dan dipasang seprai baru. Walau tanpa AC , kamar-kamar di rumah yang Ti cukup dingin karena fentalasi yang baik, dan masih banyak pohon rindang di sekitar rumah. Yang Ti paling tidak suka bila anaknya datang menengoknya namun tidak mau tinggal bermalam di rumah itu. Yang Ti sangat tersinggung, karena bagaimanpun rumah itu adalah rumah tinggal mereka semasa kecil.
Sejak suaminya meninggal 5 tahun yang lalu, dan semua anaknya tinggal di luar kota, Yang Ti tinggal sendiri di rumah yang luas ditemanai Karni , rewang yang setia karena sudah ikut sejak anak-anaknya masih kecil-kecil. Dulu ada 2  rewang di rumah itu, namun karena sudah tidak banyak orang dan pekerjaan semakin sedikit, Yang Ti hanya memakai 1 tenaga rewang saja. Bila ada perlu saja Yang Ti memangil tambahan tenaga untuk memasak.
Tiga hari menjelang lebaran belum ada satupun putranya yang datang, maupun menghubunginya. Yang Ti masih tampak semangat menyiapkan semua, bahkan sudah memesak 3 ekor ayam kampung untuk dibuat opor, masakan khas lebaran mereka.
Sehari menjelang lebaran, semua sudah siap. Baik rumah maupun semua masakan, ayam pun sudah dipotong tinggal dimasak saja. Yang Ti bahkan ikut turun ke dapur agar cita rasa masakan buat putra-putrinya, benar-benar ada sentuhan tangannya sendiri. Karena walaupun ada rewang, dari dulu Yang Ti selalu menyiapkan sendiri masakan buat  keluarganya.
Sampai takbiran berkumandang, tak ada satu putranya yang muncul. Beberapa kali Yang Ti menghubungi putra-putrinya namun tak ada satupun yang tersambung. Semua sedang sibuk. Sehingga Yang Ti semalaman menggenggam telpon genggamnya.
Ketika sedang menghubungi Taufik , putra pertamanya yang menjawab telpone sekretarisnya.
" Maaf, Bapak sedang sibuk. Ada yang bisa saya bantu.." kata sekretaris yang menjawab telponnya.
" Bilang saya ibunya, ya.." Jawab  Yang Ti dengan jengkel dan segera menutup telponnya.
Malam takbiran itu jadinya Yang Ti sendirian di rumah. Semua pembantunya pamit pulang mempersiapkan lebaran buat keluarganya lebih dahalu. Dan setelah shalat Idul Fitri janji akan datang lagi.
Pagi hari ketika Karni hendak masuk rumah, ternyata pintu rumah masih digembok dari dalam. Sampai berkali-kali menekan bel rumah tidak ada yang membuka. Hingga Karti menelpon ke handphone Yang Ti, tidak diangkat juga. Karena sudah lebih dari sejam tak ada jawaban akhirnya Karti minta bantuan ke tetangga-tetangga untuk bisa masuk ke rumah Yang Ti.
Tak disangka Yang Ti, sudah tergeletak tak bernyawa di ruang tengah dengan masih menggenggap telponnya.
Sepertinya Yang Ti kecapekan lahir batinnya. Tak  ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Yang Ti, semua masakan juga masih utuh tersaji di meja makan.
Kudus, 23 Mei 2019
Salam hangat,
Dinda Pertiwi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H