Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dhandangan Tradisi Menyambut Ramadan Warisan dari Sunan Kudus

9 Mei 2019   20:04 Diperbarui: 9 Mei 2019   20:18 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banner Dhandangan Pemda Kudus

Sore itu untunglah matahari agak tertutup mendung, jadi terik yang menyengat sejak menjelang siang sudah agak berkurang. Ribuan masyarakat Kudus berkumpul di sekitar alun-alun Simpang Tujuh Kudus. 

Aku mengajak ponakanku untuk ikut menyaksikan prosesi  Visualisasi Dandangan yang akan dibuka oleh bupati Kudus Bapak Tamzil. Kami datang setelah sholat ashar di masjid besar Alun-alun Kudus.

Panggung untuk prosesi yang terletak di sebelah utara alun-alun Simpang Tujuh sudah diisi dengan lagu-lagu rohani oleh Arie Kusmiran dan grupnya.

Arie Kusmiran ikut memeriahkan Dhandangan dokpri
Arie Kusmiran ikut memeriahkan Dhandangan dokpri
Acara Visualisasi Dhandangan ini bertujuan untuk mengingatkan kita kembali asul-usul ternjadinya perayaan menyambut datangnya bulan suci Ramadan oleh masyakat Kudus. Acara dilanjutkan dengan pawai yang ikuti oleh situs-situs peninggalan di Kudus dan kesenian khas Kudus, seperti : Barongan, Gembong Kamijoyo atau Singo Barong. Acara Seni tradisi bukan hanya diikuti dari Kudus saja, namun dari daerah sekitarnya, seperti Pati, Demak, Jepara, Rembang dan Blora.

Masjid Wali Nganguk , situs tradisi ikut pawai dhandangan...Foto Dokpri
Masjid Wali Nganguk , situs tradisi ikut pawai dhandangan...Foto Dokpri
Tradisi Dhandangan sendiri sudah dimulai sejak jaman Sunan Kudus, yaitu pada tahun  454 M ( 1459 H ). Dhandangan sendiri berasal dari suara bedhug yang ditabuh " dang-dang..." oleh para santri, sebagai penanda dimulainya bulan Suci Ramadan.

Sumur Masjid Wali desa Jepang dalam pawai Dhandangan foto dokpri
Sumur Masjid Wali desa Jepang dalam pawai Dhandangan foto dokpri
Para santri itu diutus oleh Sunan Kudus atau Syeikh Dja'far Sodiq untuk ke berbagai daerah di Kudus dengan menabuh bedhug, agar masyarakat tahu kalau besok pagi puasa Ramadan dimulai.

Kami hanya sebentar saja melihat acara prosesi yang di panggung  dan pawai depan alun-alun , selanjutnya , Gaza ponakanku  minta dibelikan kapal othok-othok yang merupakan mainan khas yang di jual saat Dhandangan seperti ini.

kapal othok2 di area Dhandangan Foto dokpri
kapal othok2 di area Dhandangan Foto dokpri
Menyusuri jalan Sunan Kudus yang penuh dengan penjual aneka rupa membawa kembali ingatku pada puluhan tahun yang lalu, saat aku masih kanak-kanak. Karena hampir semua mainan masa lalu masih ada di jual di area Dhandangan ini. Antara alun-alun sampai ke Menara Kudus penuh sesak dengan pedagang dan pengunjung, apalagi ini adalah hari terakhir Dhandangan. 

Dhandangan sendiri biasanya berlangsung selama 2 minggu sebelum Ramadan dimulai, namun pawai dan panggung visualisasi hanya ada pada hari terakhir.

Aneka mainan miniature peralatan rumah tangga dari bahan tanah atau kasongan, arumanis, martabak, kerak ketan, dragon snack dan lain-lain, mulai dari kuliner, mainan anak-anak, pakaian, buku  sampai wahana permainan anak-anak semua ada di Dhandangan. Sekitar 300 pedagang memenuhi area Jalan Sunan Kudus, Jalan Madurekso, Jalan Kyai Telingsing, Jalan Pangeran Puger, Jalan Wahid Hasyim, Jalan K. H. A. Dahlan, Jalan Menara, serta jalur Kudus- Jepara penuh dengan pedangan. Juga disediakan gerai  UMKM  dari luar kota Kudus.

aneka dagangan di dhandangan foto : dokpri
aneka dagangan di dhandangan foto : dokpri
Setelah membeli arumanis, kami berjalan menyusuri jalan Sunan Kudus yang padat pengunjung dan pedagang. Gaza ingin bermain di wahana pernainan yang ada di sekitar pasar Jember.

Awal mula adanya pedagang di area Dhandangan, karena pada waktu itu banyak orang yang berkumpul di sekitar Menara Kudus, untuk mendengarkan bedhug ditabuh sebagai tanda puasa Ramadan dimulai. Juga untuk menyediakan makanan untuk sahur para santri dari Sunan Kudus. 

Namun sekarang area orang berjualan semakin meluas, tidak hanya di sekitar Menara saja. Rupa dagangannya pun sudah mengikuti perkemangan jaman, walau kekhasan yang masih ada dari aku kecil sampai sekarang.

Kami berjalan sangat lamban karena banyaknya pengunjung. Pada jaman dahulu event Dhandangan di pergunakan untuk mencari jodoh juga. Karena pada saat Dhandangan para putri Kudus Kulon yang biasa dipinggit pada tembok-tembok yang tinggi keluar untuk menyaksikan Dhandangan, pada saat seperti itulah para pemuda mulai mengincar gadis-gadis Kudus Kulon yang cantik-cantik untuk dipersunting.

Peristiwa Dhadangan menunjukan semangat orang Kudus yang terkenal dengan Gusjigang. Yaitu Bagus, Ngaji dan Dagang. Seorang pemuda Kudus harus mempunyai budi pekerti yang bagus, harus pinter ngaji dan juga harus pintar mencari rejeki dengan berdagang.

Waktu sudah maghrib, kami harus segera pulang karena pengunjung semakin padat takut bertambah macet jalanan. Lagi pula kami harus segera mempersiapkan untuk  sholat tarawih yang malam nanti sudah dimulai.

Kudus, 9 Mei 2019

Salam hangat,

Dinda Pertiwi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun