Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

"Bermula dari Al Quds", Memahami Kudus dari Para Penyairnya

14 Desember 2018   12:43 Diperbarui: 14 Desember 2018   14:20 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto dokpri
foto dokpri
Ciri yang melekat pada orang Kudus, Gusjigang  . Gus ( Bagus : baik), yakni wong  Kudus harus memiliki kebagusan dalam berperilaku ( tindakan ) dan fisik ( penampilan) , bagus rupa  dan bagus laku  . Wong Kudus harus  pinter ngaji  , Wong   Kudus harus pandai dalam menuntut ( mencari) ilmu. Gang  (dagang; wirausaha). Wong  Kudus harus pandai berdagang pandai berwirausaha. Eksistensi  Gus Ji Gang  ini juga diangkat dalam dua puisi yang berjudul " Gusjigang" karya Gilang Maharani Esa  dan " Gusjigang" oleh Yit Prayitno.

Fenomena pertentangan Kudus Kulon dengan Kudus Wetan dengan Kaligelis sebagai pembatasnya juga diungkapkan oleh Mukti Sutarman Espe dalam puisinya ' Kudus Kulon-Kudus Wetan" . 

Dahalu kala  fenomena pertentangan terasa kental bagai ada tembok pemisah. Kawasan Kudus Kulon disebut sebagai daerah santri, dengan ciri khas pakaian, rumah dan mata pencaharian mereka, sangat berbeda dengan kawasan Kudus Wetan yang terletak di sebelah timur Kaligelis disebut sebagai kaum abangan, dengan ciri khas pakaian, dan mata pencahariannya pula. 

Namun fenomena tersebut sekarang sudah melunak, tak hanya ada kulon dan wetan, namun ada juga lor dan kidul   Perbedaan itu tinggal kenangan, karena yang ada kebersamaan dalam membangun Kudus yang sejahtera.

Tempat-tempat bersejarah di Kudus, juga diangkat dalam beberapa puisi di antologi " Bermula dari Al Quds" ini. Seperti dalam pusii " Patiayam" oleh Yit Prayitno, " Malam di Puncak Rahtawu" oleh Jumari HS, " Rahtawu" oleh Bin Subiyanto M, " Merindu Rahtawu" oleh Gilang Matahari Esa, "Rahtawu" oleh Darmanto Nugroho.

Rejenu yang merupakan tempat wisata alam dengan 3 mata air yang berbeda-beda rasanya, yaitu : manis, asam dan tawar dan fenomena alamnya yang indah menjadi inspirasi tiga penyair : yaitu  "Rejenu" oleh Bagus Dwi Hananto, " Rejenu" oleh Amir Yahyapati ABY,  dan Pipiek Isfianti dalam puisinya " Air Tiga Rasa"

Makam Sunan Kudus, dan Makam Sunan Muria masih menjadi inspirasi terbanyak dari para penyair dalam antologi puisi ini. Walaupun mereka mengungkapkan dengan sudut pandang dan cara yang berbeda-beda.  

" Kanjeng Sunan Muria" dan " Di Makam Sunan Muria" oleh Jimat Kalimasadha lebih menyoroti pada perjalanan batin menuju Makam kedua sunan tersebut. 

Sedang " Di Makam Sunan Kudus" dan " Elegi Gunung Muria" oleh Jumari HS berisi pergulatan batin penulis saat berada di tempat tersebut. Sedang Amir Yahyapati ABY dalam puisinya " Di  Makam Sunan Kudus" dan " Ke Makam Sunan Muria" lebih banyak menggambarkan keindahan alam ketika berada di kedua tempat tersebut.Bin Subiyanto M dalam " Sunan Muria" mengungkapkan tentang perilaku batin seorang sunan pada waktu itu. 

Penyair Widya Ningrum dalam " Sabda Kanjeng Sunan Muria" mengungkapkan beberapa hal yang terjadi di Kudus yang berhubungan dengan laku para murid Kanjeng Sunan Muria, dan puisi " Kepel Sunan Kudus" menggambarkan kelezatan sego kepel atau biasa disebut sego jangkrik yang dibagikan untuk penziarah pada saat bukak luwur pada tanggal 10 Asyura.

Kuliner Kudus  bukan hanya menjadi favorit  masyarakat Kudus, namun juga menjadi favorit para penyair Kudus alam puisi-puisinya . Seperti : " Semangkuk Soto Pak Di" oleh Mukti Sutarman Espe, " Jenang Kudus Sebermula" oleh Jimat Kalimasada, :"Sate Kebo" dan " Soto Kudus" oleh Bagus Dwi Hananto, "Nasi Pindang"  dan " Semangkuk Soto Kebo" oleh MM Bhoernomo, Rohadi Noor dalam " Lentog" , " Sepiring Lentog Kenangan " oleh Imam Khanafi, " Sate Kebo Mbah Bibit " oleh Pipiek Isfiati , " Misteri Nasi Jangkrik" dan "Candu Pecel Pakis" oleh penyair wanita Myria Dian Farida. Kelezatan dan filosofi makanan khas Kudus tertuang dalam puisi-puisi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun