Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manuskrip Sebagai Informasi Sumber Primer dalam Keberagaman dan Peradaban Budaya Bangsa

26 Oktober 2018   09:38 Diperbarui: 26 Oktober 2018   16:59 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manuskrip Mahabarata Melayu, yang cerita tentang dewa2 tapi ada peringatan agar tetap beriman pada Tuhan foto dokpri

Ketika mengetahui bahwa Kompasiana akan mengadakan Unloc di Museum Sonobudoyo  Yogyakarta yang akan membahas soal manuskrip, betapa gembiranya, dan saya pun segera mendaftarkan diri untuk mengikutinya. Kenapa saya gembira, karena  baru kali ini ilmu yang pernah saya pelajari hingga lulus sebagai sarjana  filologi 28 tahun yang lalu, tak pernah bidang keilmuan saya disinggung dan dijadikan bahan kajian di era milenial yang cenderung mengesampingkan hal-hal yang berbau kuna. 

Termasuk tentang manuskrip ini sehingga ilmu filologi dari tahun ke tahun sepi akan peminat bahkan di jaman saya era tahun 90 an saja, dari 40 teman seletting hanya 7 orang saja yang tertarik mengambil spefikasi filologi, demikian hingga tiap tahun berkurang lagi peminatnya. Yang sudah lulus dan mempelajari filologi pun tidak lagi menggeluti bidang ini, seperti saya juga. 

Padahal tumpukan naskah-naskah klasik di museum-museum, dan perpustakaan-perpustakaan perlu untuk dijamah dan dikaji agar tak lekang budaya kita yang sesungguhnya. 

Dan yang lebih prihatin lagi manuskrip kita sebagai naskah klasik Nusantara, sekarang banyak yang diberada di luar negeri, sehingga justru kita harus ke luar negeri bila ingin memperdalam tentang naskah-naskah klasik kita sendiri. 

Karena ketidak pedulian inilah yang menjadikan kita menjadi bangsa yang  acuh tak acuh tentang asal asul dan budaya asli kita sendiri dan membiarkan budaya asing menggerus adab kita terus -- menerus. 

Manuskrip yang menceritakan Kehebatan Wanita Sufi yang mengasuh P. Diponegoro foto dokpri
Manuskrip yang menceritakan Kehebatan Wanita Sufi yang mengasuh P. Diponegoro foto dokpri
 Lokasi Museum Sonobudaya dulu merupakan tempat saya hilir mudik, mencari naskah babon atau manuskrip atau sumber primer  dari naskah yang sudah saya temukan di tumpukan koleksi buku di rumah,  sewaktu saya akan  mengerjakan skripsi. Karena pada waktu itu sebenarnya, manuskrip yang akan saya jadikan objek penelitian merupakan koleksi dari orang tua sendiri.

Namun saya  tetap harus mencari naskah babon yang serupa ke beberapa Museum dan perpustakaan, untuk mencari sumber penyebaran naskah. Akhirnya saya, mengupas Babad Djati  untuk skripsi saya, yang isinya tentang perdebatan religi antara tokoh-tokoh Walisongo dan Syeh Siti  Jenar yang dianggap menyimpang.  

Oke! saya tak membahas tentang skripsi  lebih lanjut, namun karena ada korelasinya dengan diskusi tentang manuskrip jadi tak apalah saya singgung sedikit.

Berbicara tentang manuskrip, kita tidak bisa lepas dari sejarah dan kebudayaan bangsa, karena manuskrip merupakan peninggalan tertulis, yang menggairahkan imaji untuk mengungkap apa yang terkandung di dalamnya. Manuskrip merupakan kesaksian tertulis dari tangan pertama bangsa yang bersangkutan dalam masa hidupnya.  Manuskrip menjadi sumber primer dalam mengungkap kebenaran dalam menyingkirkan hoax.

Manuskrip Mahabarata Melayu, yang cerita tentang dewa2 tapi ada peringatan agar tetap beriman pada Tuhan foto dokpri
Manuskrip Mahabarata Melayu, yang cerita tentang dewa2 tapi ada peringatan agar tetap beriman pada Tuhan foto dokpri
Melalui manuskrip kita bisa mempelajari secara lebih nyata dan seksama cara perpikir bangsa penyusunnya. Apa yang menjadi maksud pengarang pada saat itu.  Jadi kita bisa menempatkan teks ( dalam hal ini manuskrip) dari konteksnya, dari jamannya, dari kebudayaan masyarakat yang melingkupinya.  

Dan inilah tugas dari filolog-filolog untuk mengungkapkannya, menggugah generasi muda agar tak sekedar hanya bisa shere dan shere  saja tanpa peduli dengan sumber informasi primer. 

Seperti yang telah disampaikan oleh Bapak  Prof. Dr. Oman Fathurahman, selaku staf ahli menteri Agama RI, yang juga seorang Filolog. Bahwa hoaks itu berasal dari kemalasan kita mencari informasi sumber primer, dan hanya menggunakan informasi sumber sekunder yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam konteks kita yang hidup di era milenial dalam bersosmed , bila  sudah terbiasa memahami munuskrip, menjadikan kita tidak terlalu cepat merespon apa yang kita baca  dan kita lihat, namun pahami dulu informasinya, narasinya, teksnya, gambar dan caption-captionnya. 

Setelah paham cari konteksnya, bila sudah lebih paham luruskan niat apa yang menjadi maksud penulisnya. Jangan ikut terbawa arus hoax yang hanya menggunakan informasi sekuder saja. Tanpa memahani teks dan konteks.

Keberadaan manuskrip, yang menjadi objek penelitian filologi, banyak tersebar di seluruh wilayah nusantara, atau disebut dengan Sastra Nusantara atau  Sastra Klasik . Keberadaannya dalam masyarakat yang masih masyarakat tradisional lokal, banyak yang masih menyimpan secara pribadi, maupun yang sudah diserahkan pada museum-museum untuk di rawat dan ditelaah.

Luasnya wilayah dan keanekaragaman budaya Nusantara memberikan kepada kita berbagai macam warisan budaya yang memberi corak dalam kehidupan bangsa Indonesia. Manuskrip merupakan warisan rohani bangsa Indonesia yang merupakan perbendaharaan pikiran, cita-cita dan pedoman hidup masyarakat pada konteksnya.

Kelompok Bahasa Manuskrip Nusantara  

Di Nusantara sendiri ada 18 kelompok bahasa pada manuskrip Nusantara . Seperti : Aceh, Arab, Bali, Batak, Belanda, Bugis-Makasar- Mandar, Jawa-Jawa Kuna, Madura, Melayu, Minagkabau, Sansekerta, Sasak, Sunda-Sunda Kuna, Ternate, Wolio, Bahasa-bahasa Indonesia Timur, Bahasa-bahasa Kalimantan, dan Bahasa-bahasa Kalimantan.

Manuskrip juga dibagi dalam  fase Sejarah Kebudayaan Nusantara

  •  Fase pengaruh India, yaitu fase sampai abad 14 M
  •       Dengan ciri-ciri : - pengaruh Hindu-Budha 
  •                                                    Bahasa Sansekerta  dan Jawa Kuna.
  •                                                    Aksara Pahlawa dan Jawa Kuna.
  • Fase pengaruh Islam , yaitu antara abad 14-19 M
  •     Dengan ciri-ciri  - Agama Islam
  •                                                Bahasa Arab, Melayu , Jawa dll.
  •                                                Aksara Jawi,  Pegon.
  •                                                aksara Arab + bahasa Melayu = disebut Jawi
  •                                                aksara Arab + bahasa Jawa  = disebut Pegon
  • Fase pengaruh Eropa , yaitu mulai abad 19
  •     Dengan ciri-ciri : - Agama Nasrani
  •                                                  Bahasa Eropa, Latin
  •                                                  Aksara Romawi

Oleh sebab itu seorang filolog memerlukan kejelian, ketelitian, kesungguhan, di samping modal utama ilmu pengetahuan, pemahaman bahasa manuskrip, serta pemahaman pola pikir saat itu, yang tentu berbeda dengan pola pikir kita sekarang.

Isi Manuskrip                                

Manuskrip bisa berisi suasana pemikiran yang termasuk kehidupan budaya bangsa, dapat mencakup berbagai bidang, seperti  : filsafat, keagamaan, pengobatan, masalah-masalah teknis pembangunan rumah tinggal, pengadaan tanah ladang, dan berbagai jenis ketrampilan dan keahlian, yang menyangkut kehidupan berbangsa secara menyeluruh.

Manuskrip Suatu Kitab yg di dalamnya terdapat juga cacatan kematian foto. dokpri
Manuskrip Suatu Kitab yg di dalamnya terdapat juga cacatan kematian foto. dokpri
Bahkan soal gempa yang sering melanda  di Nusantara juga sudah dibahas dalam suatu manuskrip, karena memang dari dahulu Nusantara yang terletak di daerah cincin api sering terjadi adanya gempa. 

Secara pribadi penulis, juga pernah menerjemahkan dan sedikit mengulas manuskrip koleksi keluarga yang berisi tentang sexualitas dan mempostingnya di Kompasiana seperti ini.

Hasil pemikiran  dalam manuskrip tersebut, tentu meberikan sumbang sih kepada berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti : sastra dan bahasa, kedokteran, kemasyarakatan, keagamaan, moral , hukum adat, arsitektur, dan lain-lain yang berguna dalam kehidupan bangsa seutuhnya.

Kecenderungan terjadinya percampuran jaman dalam manuskrip bisa saja terjadi , misalnya dalam kaidah bahasa, percampuran pemikiran, dan percampuran isi itu sendiri.  Misalnya,  dalam suatu manuskrip  yang membahas tentang suatu kitab, isinya terdapat pula tentang catatan kematian seseorang yang dianggap penting oleh penulisnya atau catatan penting lainnya, karena keterbatasan media tulisan pada saat itu.

Bahan Manuskrip

Bahan untuk menulis manuskrip bisa bermacam-macam tergantung dari macam dan era jaman manuskrip tersebut dibuat. Misalnya, manuskrip di Jawa dan Bali sejak permulaan abad ke-15  mempergunakan lontar, sedang di Jawa pada abad 18-19 sudah mempergunakan kertas yang diimport dari Eropa, masa sebelumnya bisa  menggunakan dluwang yang terbuat dari kulit pohon yang digeprek hingga menjadi pipih dan bisa ditulisi.

Sedang prasasti yang dibuat penguasa, biasaya berisi tentang suatu pengumunan  terbuat dari batu atau logam yang  lebih awet.

Untuk mengetahui usia manuskrip selain yang sudah tertulis pada kolofon yang memuat kapan , jam dan tanggal manuskrip dibuat, bisa juga di lihat dari bahan , aksara, bahasa dan juga isi manuskrip tersebut.

Untuk menghindari kerusakan manuskrip yang berakibat hilangnya  kesempatan untuk mempelajari isi kandungan manuskrip, saat ini sudah dilakukan digitalisasi naskah manuskrip, menggunakan peralatan yang lebih modern. Sedang manuskripnya bisa tersimpan dengan baik di museum. Sehingga menghindari kerusakan yang lebih parah karena berulangkali dibuka.

Kerusakan dan hilangnya  manuskrip  

Manuskrip danger yang menyebabkan rusak atau hilangnya manuskrip
Manuskrip danger yang menyebabkan rusak atau hilangnya manuskrip
Kerusakan dan hilangnya manuskrip bisa terjadi karena berbagai faktor. Seperti adanya gempa dan tsunami, karena binatang serangga atau insects, banjir dan lain sebagainya yang karena alam.

Namun kerusakan dan hilangnya manuskrip juga bisa  faktor sosial politik, karena peperangan dan juga karena penolakan oleh suatu kelompok. Seperti yang terjadi di Marawi, Paseban dan Kuningan. Karena pemahaman yang berbeda .

Oleh sebab itu alangkah baiknya, bila memahami suatu manuskrip tidak dengan cara halal haram, tetapi baiknya memandang manuskrib sebagai khasanah budaya bangsa yang wajib dilestarikan keberadayaannya. Bukan dengan konteks keimanan, yang tentu kita sendiri sudah harus memperkuat ketauhidan kepada Tuhan kita sendiri., sebelum mendalami manuskrip .

Museum Sebagai Pengelola Koleksi Naskah.

Seperti yang telah dipaparkan oleh Bapak Ery Supriyadi selaku kepala Museum  Negeri Sonobudoyo Yogyakarta, bahwa museum adalah lembaga yang berfungsi untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat. 

Museum bertugas untuk mengelola , mengembangkan koleksi, bimbingan edukatif, mendokumentasikan dan mempublikasikan benda-benda koleksi museum yang memiliki nilai budaya dan ilmiah. 

Karena museum berfungsi untuk pelaksanaan pengumpulan, perawatan, pengawetan, dan penyajian benda yang mempunyai nilai budaya dan ilmiah. Pelaksanaan perpustakaan, informasi, dan dokumentasi ilmiah. 

Penyebarluasan hasil penelitian dan pengkajian benda koleksi museum yang mempunyai nilai budaya dan ilmiah. Pelaksanaan bimbingan dan penyajian benda koleksi museum yang mempunyai nilai budaya dan ilmiah.

proses digitalisasi naskah agar dapat dipelajari dengan mudah
proses digitalisasi naskah agar dapat dipelajari dengan mudah
Museum juga melaksanakan Konservasi Prefentif terhadap manuskrip atau naskah lama. Dengan melakukan control terhadap faktor penyebab kerusakan naskah. Dengan cara membatasi intensitas cahaya dan ultraviolet, melakukan control temperature dan kelembaban, membuat kotak untuk naskah, membuat penyangga pada naskah yang dipamerkan. 

Dan yang paling utama adalah melakukan digitalisasi naskah, agar naskah asli tidak berkali-kali dipegang untuk menghindari kerusakan  naskah. Membunuh serangga yang menggerogoti naskah dengan berbagai cara.

Demikian tidakan yang dilakukan museum dan para filolog agar manuskrip bisa tetap bermaanfaat bagi bangsa Indonesia tercinta ini.

foto dokumen pribadi
foto dokumen pribadi
Kudus, 26 October 2018

Salam hangat,
Dinda Pertiwi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun