Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Mudik Kami yang Pertama

7 Juni 2018   22:06 Diperbarui: 8 Juni 2018   06:58 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mudik lewat laut, tanpa melalui perkebunan Sawit Foto dokpri

Namun jauh-jauh hari aku sudah memberitahukan  keadaan yang sedang kami alami kepada Emak, dan kemungkinan besar kami tak dapat mudik lagi. Walaupun kangen luar biasa, kami harus bisa menahan. Dan berjanji agar tahun depan kami harus bisa mengatur waktu untuk pulang.

Tibalah saatnya, lebaran kali ini adalah lebaran kelima kami berada jauh dari Emak, jauh dari kampung halaman. Aku dan suami akan menepati janji mudik saat lebaran tiba. Rasa kangen pada Emak dan kampung halaman sudah tak tertahan lagi.

Jam 4 pagi, setelah selesai sholat subuh kami sudah  dijemput travel yang akan membawa kami ke kota dimana Bandara ada. Kira-kira 10 - 12 jam perjalan akan kami tempuh untuk bisa sampai ke bandara. Namun begitu aku tetap berusaha untuk puasa, walaupun ada keringanan untuk membatalkan karena sedang safar.

Pagi masih gelap ketika mobil L 300 yang akan membawaku dalam perjalanan selama 12 jam meninggalkan kampung tempat kami bermukim. Kebetulan semalaman listrik mati, kami hanya menggunakan lampu senter untuk penerangan, mengecek  agar semua bawaan kami tak ada yang ketinggalan.  Travel yang sudah kami pesan 3 hari yang lalu, harus melewati jalan lumpur di tengah-tengah perkebunan sawit. Karena beberapa hari ini hujan turun, jalan menjadi kubangan-kubangan lumpur yang membuat perutku  serasa dikocok-kocok , dibanting-banting.  Bahkan satu roda sempat slip dan harus ditarik dengan truck yang berada di depannya.

foto dari grup FB Kotabaru Pulau Laut
foto dari grup FB Kotabaru Pulau Laut
Tiga jam lebih dalam kubangan-kubangan lumpur, membuat pertahanku untuk tetap berpuasa goyah. Ketika sudah sampai di jalan raya beraspal, mampirlah travel ke sebuah warung yang ternyata buka pagi di bulan Ramadan ini.  Setelah ikut kencing di rumah dekat warung, akhirnya aku memesan teh hangat juga, karena perut rasanya sudah tak karuan. Ternyata kami baru sampai di Bungkukan, setelah hampir 4 jam perjalanan. Karena keadaan jalan yang begitu memprihatinkan. sebenarnya kami bisa saja memilih jalan laut yang lebih cepat. Sebagai pilihan untuk mudik berikutnya.

Mudik lewat laut, tanpa melalui perkebunan Sawit Foto dokpri
Mudik lewat laut, tanpa melalui perkebunan Sawit Foto dokpri
Travel segera melanjutkan perjalanan di jalan beraspal yang sudah lumayan mulus, sepanjang perjalanan rumah-rumah penduduk belum begitu padat, hanya di dekat pasar dan keramaian saja yang sudah lumayan padat penduduk. Yang paling aku suka pemandangan bukit-bukit batu cadas yang di tumbuhi lumut sehingga membentuk seperti gugusan pulau- pulau  pada peta. Bagus sekali, semua hasih tampak alami, hanya sebagian kecil saja yang batunya sudah diambil dan dimanfaatkan warga.

Hampir jam 12 siang kami sudah memasuki Sungai Danau, di sana kami pernah tinggal sebelum sebelum pindah ke tempat kami yang sekarang. Ternyata Sungai Danau semakin ramai, mini market, keramaian dan toko-toko besar sudah banyak berjajar di kanan-kiri jalan. Hampir dua tahun kami meninggalkan ternyata kemajuannya begitu menyolok. Mungkin dengan semakin banyak perusahaan tambang baru, sehingga semakin banyak pendatang di tempat ini.

Travel singgah sebentar untuk makan siang dan sholat dhuhur, karena ternyata hampir seluruh penumpang telah membatalkan puasanya. Menu Sop daging membuat kami agak bergairah kembali melanjutkan perjalanan.

Sepanjang perjalanan dari Sebamban, Serindai, Sungai Cuka, Kintap dan Asam-asam banyak sekali perusahaan-perusahaan tambang batubara baru dalam skala kecil sampai sedang. Terowongan jalan untuk lalu lintas truck tambang juga banyak kami lewati. Karena kendaraan tambang tidak boleh menggunakan jalan umum, maka biasanya perusahaan tambang membuat jalan sendiri sampai ke tempat pengapalan batubara di pinggir laut.

Jalanan tak begitu ramai jadi kendaraan yang kami tumpangi bisa melaju agak kencang. Karena jadwal penerbangan kami jam 16.30 dan jam 15.30 sudah harus chek in, rasanya deg-degan juga. Karena hingga jam 13.30 kami belum juga melewati Pelaihari. Untung sopir sertinya sudah terbiasa dan tahu jadwal penerbangan, jadi dia bisa mengambil celah untuk terus melajukan kendaraannya. Karena begitu sampai Jorong jalanan sudah mulai agak ramai, walau masih tetap lancar.

Tepat adzan Asar kami sudah memasuki daerah Liang Anggang setelah melewati Cempaka daerah tempat pengasahan intan  dan berlian di Martapura. Alhamdulillah sebentar lagi sudah sampai ke Banjarbaru. Sepanjang perjalanan aku lihat suamiku bisa tidur pulas. Mungkin dia capek karena sehari-hari bekerja, dan ini merupakan cuti hari pertamanya. Lain dengan aku, walau semalaman tidak bisa tidur, tetap saja di perjalanan tak dapat memejamkan mata sedikit pun, aku lebih suka melihat-lihat pemandangan sepanjang perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun