Akulah cinta yang mengalir pada darah-darah ibu saat meregang nyawa melahirkan,
pada tetes keringat ayah yang tak pedulikan letihnya membanting tulang,
yang mengendap pada hati Sang guru saat mengalirkan ilmu pada anak didiknya
yang lirih terdengar isak pada dua pertiga malam dengan penuh harap pada-Nya.
Â
"cintailah aku walau hanya dengan remahan sisa makananmu agar cukup mengganjal perutku" ujar pengemis itu
sementara di sampingnya seorang bocah kurus berkudis tak mau diam merengeng menahan lapar, dingin dan kasih sayang.
aku hanya butuh cinta dengan memberiku lapangan kerja, sebagai sumber nafkah keluargaku
tambahi terus aku ilmu, agar kebodohan tak menyesatkanku, membawaku pada kegelapan yang tak jangkau
atas nama cinta jangan biarkan para renta membawa beban berat di hidupnya, kasihani dia..sayangi dia..
karena dari rahim-rahim mereka engkau pernah bersemayam di sana dengan penuh cintanya
Â
lalu pada cinta yang mana lagi engkau hendak sembunyikan kebusukanmu yang rakus memakan uang rakyat
dengan dalih cinta, engkau umbar janji-janji sakti pendongkrak kemenanganmu...
kami sudah tak begitu peduli dengan cinta yang kau semai saat kampanye tiba
karena kami tahu tak ada cinta yang abadi dari mulut-mulut busuk dari politisi macammu
dan engkau tahu bukan, beda tipis antara cinta dan benci
itu semacam hubungan kamu dengan istri-istrimu atau antara kamu dan sekretarismu.
Â
Sudahlah.......
dengan cinta , engkau boleh menatapku manja setelah  tertunai hasratmu
karena....
bila tak ada cinta sakitnya luar biasa
maka...
berterimakasihlah pada Pemilik Cinta abadi itu..
Â
sumber gambar : ini
Kudus, 13 Pebruari 2016
'salam hangat penuh cinta'
Dinda Pertiwi
Â
Â
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI