Tujuh tahun telah berlalu, Linggar pun semakin tumbuh remaja. Dia tahu apa yang dilakukan ibunya itu hal tidak bagus. Linggar juga merasa asing dan jauh dari ibunya. Walaupun ibunya telah mencukupi segala keperluannya. Linggar menjadi remaja yang beringgas dan salah gaul. Di umurnya yang masih muda Linggar sudah mengenal sex, minum-minuman keras dan juga narkoba. Anggreni tak bisa menasehati anak semata wayangnya.
Kemarahan Linggar pada Agus semakin menjadi-jadi, karena Linggar merasa Aguslah yang telah mengoyak keutuhan dan ketenangan keluarganya. Walaupun Linggar tahu bahwa segala kebutuhan hidupnya dan juga ayahnya telah dicukupi Agus.
Dengan membawa sebilah pisau Linggar mendatangi kantor Agus, hendak menikam Agus dengan pisau yang dibawanya. Untunglah Agus sempat menghindar walaupun perutnya sedikit kena sobekan pisau Linggar. Teman-teman dan sekuriti sempat mengamankan Linggar sebelum akhirnya melepaskannya kembali.
“Tunggu………pembalasanku ….Agus..!!!!”.
Anggreni hanya bisa terpekur menangis, tak tahu harus bagaimana menjelaskan pada anaknya. Karena dia menyadari bagaimanapun dia dalam posisi yang salah. Namun semua sudah terlanjur , rasanya sulit untuk lepas dari semua ini.
“Ya…..Tuhan……masih adakah jalan kebaikan bagi hamba…” keluh Anggreni yang telah lama melupakan Tuhannya.
sumber gambar :ini
Kudus, 8 Januari 2016