Dalam sudut pandang orang pertama ini pengarang bisa menempatkan diri sebagai pelaku atau tokoh utama, sehingga pengarang banyak menceritakan tentang kisah si aku atau saya ini, sebagai pusat pandang dalam sebuah cerita rekaan. Seperti dalam cerpen saya Kuyang
Pengarang juga bisa menempatkan diri sebagai pelaku sampingan dalam cerita tersebut. Dalam sudut pandang ini pengarang menjadi tokoh sampingan yang banyak menceritakan pelaku utama , yang bukan dirinya. Seperti cerpen Ranjang Pengantin untuk Suamiku
--   Sudut Pandang Orang Ketiga. Pengarang tidak ikut serta dalam sebuah cerita, atau tidak menjadi salah satu tokoh dalam peristiwa cerita rekaan tersebut. Pengarang hanya berdiri di luar cerita , biasanya Sudut Pandang Orang Ketiga ini ditandai dengan penggunaan Kata Ganti Orang Ketiga, seperti : Dia, Ia, atau menyebut langsung nama tokoh dalam cerita tersebut.
Ada 2 macam Sudut Pandang Orang Ketiga, yaitu :
1. Sudut Pandang Orang Ketiga pengarang hanya sebagai pengamat saja. Dalam cerita yang menggunakan sudut pandang ini, pengarang hanya mengetahui permasalahan atau konflik tokoh-tokoh dalam ceritanya secara fisik mereka saja. Seperti gerak-gerik tokoh, mimik wajah tokoh, pakaian tokoh. Pengarang tidak mengetahui konflik batin yang dialami para tokohnya. Seperti cerpen Santi Kekasih Istriku.
2. Sudut Pandang Orang Ketiga Serba Tahu. Pengarang mengetahui segala hal yang dialami dan dirasakan oleh tokoh-tokoh ceritanya. Jadi tidak hanya fisik, pakaian, gerak-gerik tokoh-tokohnya namun juga pengarang mengetahui konflik batin, masa lalu, penyesalan dan segala hal yang terjadi dalam batin tokoh-tokoh cerita rekaannya. Seperti cerpen Gendam. yang pernah saya tulis.
6. Amanat atau Pesan.
Pengarang tentu mempunyai amanat atau pesan tertentu yang hendak disampaikan kepada masyarakat pembaca melalui karyanya. Cerita yang disuguhkan pasti mempunyai pesan-pesan tertentu, seperti pesan moral dalam cerita-cerita Legenda ( cerita tentang terjadinya suatu tempat), Fabel ( cerita tentang binatang). Pesan politik seperti cerita-cerita yang di tulis oleh pengarang jaman Lekra. Pesan Keagamaan seperti dalam cerita-cerita tentang Nabi, dan lain sebagainya. Seperti dalam dongeng yang pernah saya tulis Burung Pelatuk Perindu.
Pengarang tidaklah mutlak harus memenuhi unsur-unsur insintrik tersebut di atas, karena kebebasan pengarang dalam mencinptakan sebuah karya. Namun bila ingin ceritanya lebih berbobot dan mudah dipahami oleh pembaca sebaiknya pengarang mengetahui unsur-unsur yang ada dalam suatu karya cerita rekaannya.
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi teman-teman yang tertarik dengan dunia kepenulisanan Cerita Rekaan atau Fiksi.
Kudus, 1 Pebruari 2015