Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hati-hati Saat Menjadi Bos

18 Juli 2021   16:02 Diperbarui: 18 Juli 2021   16:08 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia kerja selalu ada bawahan dan atasan (pimpinan, bos) dengan kewajiban dan hak sesuai tanggung jawab yang dibebankan. Bawahan, pada masanya bisa menjadi bos asal memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku dan lolos uji kompetisi dan kompetensi secara formal dan in formal. 

Bos yang saat ini berkuasa pun dapat berakhir karena masa jabatan habis atau memasuki masa pensiun. Artinya menjadi bos itu tidak selamanya, ada batas waktu amanah dan fasilitas yang melekat dapat berakhir. Maka saat mendapat amanah menjadi bos perlu berhati-hati dalam bertindak dan bersikap., agar berakhir dengan "catatan baik". 

Bukan sebaliknya dalam perjalanan dapat tersandung masalah akibat ulah dan tingkah laku sendiri, atau para "pecundang" yang ada disekelilingnya. Menyandang gelar bos itu amanah, yang harus rela berkurban "mewakafkan" waktu, tenaga, pikiran untuk kepentingan institusi dan orang banyak. 

Berusaha menjauhkan sifat arogansi, yang mengandalkan "adigang, adigung, adiguna" (kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian), karena inilah sumber masalahnya.     

Selama masih aktif punya pengalaman mempunyai bos dengan berbagai sikap, karakter dan perilaku baik dengan dengan bawahan maupun atasan yang lebih tinggi. Ada bos yang tidak suka bawahan banyak usul dan melakukan perubahan. 

Apalagi usulan dari yunior yang dianggap "anak bawang, anak kemarin sore belum ada pengalaman di dunia kerja". Anehnya bos itu lebih asyik diajak ngobrol tentang filosofi kehidupan dan membaca lingkungan. Akibatnya ide-ide kreatif yunior yang berbekal ilmu yang dimiliki, selalu kandas. 

Walau bos yang lebih tinggi mengapresiasi ide-ide kreatif dan inovatif yunior, tidak serta merta dapat terealisir. Yunior baru dapat mengaplikasikan ilmunya menunggu bos pensiun. Berapa lama ?. Tergantung usia bos, bisa 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, memasuki batas usia pensiun. 

Namun masuknya para "fresh graduate" berbasis TI mampu meruntuhkan bos bertahan dengan gaya kepemimpinan transaksional (tidak suka ada perubahan), autokratis (semua diputuskan sendiri). Berubah menjadi gaya kepemimpinan demokratis (melibatkan tim), transformasional (melakukan perubahan), lassez-faire (tim membaantu memimpin).

Dari semua gaya kepemimpinan itu pernah merasakan dipimpin bos perempuan, yang sekilas baik, merombak sistem yang telah ada, meningkatkan kesejahteraan yang berkeadilan. 

Namun dibalik semua itu ternyata mempunyai rencana besar untuk "membisiki" bos besar dengan kekuasannya untuk menyingkirkan rival-rival yaang dianggap berbahaya. 

Caranya setelah berargumen ke bos besar dan menyetujui, dibuatkan Surat Keputusan (SK) Resmi ditanda tanganinya untuk "mematikan" karir seseorang. Licik sekali bukan ?. Bisa berlindung dibawah "payung kekuasaan bos besar". 

Prinsipnya setiap bawahan yang "dianggap" melakukan kesalahan  (misal tidak disiplin), bukan dibina dengan peringaatan lisan dan tertulis sampai 3 (tiga) kali, tetapi langsung "dibinasakan". 

Sadis, horor dan tega banget bukan ?. Kenapa ada bos yang cantik secara fisik, tetapi hati dan tindakannya seperti "monster" ?. Bos besar saja diperdaya sehingga "khilaf" mengikuti saja tanpa dicek dan diteliti secara obyektif, atau klarifikasi. Akibatnya staf potensial disingkirkan karena keberadaannya sangat menganggu sepak terjang dan rencana busuk selanjutnya.

Kenapa bos perempuan lebih sadis dengan bawahan perempuan ?. Walau tidak semua bos perempuan mempunyai sifat galak dan sadis, karena naluri keibuan, rasa empati, simpati dan toleransi lebih besar. Namun di dunia kerja nyata ada bos perempuan yang hilang nalurinya. 

Kondisi ini disebabkan dirinya mempunyai masalah kepribadian (iri hati), sehingga tidak senang bila mempunyai bawahan yang pangkat, pendidikan, lebih tinggi. Batas usia pensiun lebih lama, berprestasi, mempunyai tambahan pendapatan diluar gaji, mendapat apresiasi dan kepercayaan bos besar. 

Bawahan perempuan yang demikian menjadi rivalnya dalam berkarir. Diaturlah strategi halus dan kasar, agar bos besar dan setuju "menyingkirkan". Padahal bawahan biasa-biasa saja, tetapi prestasinya berpotensi menganggu kepentingan pribadi dan kroninya. Walaupun bawahan berprestaasi tidak diapresiasi, justru dicari  celah-celah kesalahan sehingga dapat memberikan hukuman.

Untuk bos seperti ini wajar bila bawahan tidak respek sedikitpun, karena hanya menyenangkan bos besar, tetapi menyikut kanan kiri dan menginjak bawahan atas nama penegakan "disiplin kerja". 

Saat sedang menjabat sudah menebarkan rasa kebencian dengan bawahan, maka ketika jabatan itu "lengser"/berakhir, pasti disambut dengan suka cita karena terbebas dari monster. Rasa hormat hilang, apalagi peduli dan simpati. Sungguh sangat menyiksa bukan ?. 

Akibatnya saat pelepasan purna karya pun, tidak punyai "nyali" untuk hadir dalam acara kehormatan tersebut. Semua itu menjadi pilihan, saat mendapat amanah menjadi bos benih yang ditanam itulah yang tumbuh. Menyebar benih baik saja belum tentu tumbuh tanaman yang baik, apalagi menyebar benih kebencian, permusuhan, dan tidak menyenangkan.  

Ketika mendapat amanah untuk menjadi bos, bila sesuai kaidah kepemimpinan, kemanusiaan, jujur, disiplin, bijaksana, adil, mensejahterakan, memberi kesempatan, menjalin komunikasi (atas, samping, bawah), menjaga lisan, saat lengser tetap disegani dan dihormati. 

Bos yang baik itu bukan ditakuti tetapi disegani, kata-kata yang diucapkan memberi motivasi dan semangat. Apalagi mempunyai wawasan luas dan bersedia berbagi ilmu yang dimiliki adalah anugerah dalam menjalani karirnya. Semua itu dapat memberi rasa aman, nyaman, tenang, tenteram sehingga produktivitas meningkat dan pelayanan semakin berkualitas. 

Jadi saat mendapat amanah menjadi bos lakukan yang terbaik mengingat kesempatan menanam kebaikan itu semakin terbuka luas. Jaga tutur kata, jangan sampai melukai hati siapapun, walau dengan satpam, juru parkir, tenaga pembersih sekalipun.  

Saat menjadi bos perlu menjaga lisan apalagi dengan bawahan yang teraniaya, merasa terzalimi,. Bila tidak terima dan mengadu kepada TuhanNya langsung didengar dan dikabulkan. 

Beruntung kalau doanya sekedar agar bosnya terbuka mata hatinyaa untuk bersikap adil. Kalau yang terucap kata-kata yang tidak baik apalagi mencelakakan karena membuat sakit hati yang mendalam yang lama dan sulit disembuhkan. 

Oleh karena itu betapapun bawahan pernah dizalimi oleh bos perempuan, tetap jaga ucapan supaya tidak mendoakan yang mencelakakan. Bos yang telah melakukan kejahatan, balaslah dengan kebaikan walau menyakitkan. Biarlah TuhanMu yang akan menjadi hakim seadil-adilnya, baik di dunia maupun di alam keabadian.

Yogyakarta, 18 Juli 2021 Pukul 13.55   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun