Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengatasi "Toxic Relationship" di Lingkungan PNS

26 November 2020   10:46 Diperbarui: 26 November 2020   10:58 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi milenial ternyata masih tertarik untuk menyandang status PNS. Bukan semata jaminan hari tua dan tunjangan kinerja, tetapi karena reformasi birokrasi berbasis TI cocok bagi jiwa muda. Untuk lolos PNS, syarat prestasi akademik, "melek teknologi", menguasai bahasa asing wajib dimiliki. 

Sedang kepribadian, sikap, perilaku, pengalaman, penampilan menarik menjadi nilai plus. Walau diakui Indeks Prestasi (IP) tinggi bukan jaminan  lolos Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Perlu ada keseimbangan hard skill, brain skill, soft skill dan "keberuntungan" yang dapat mengantarkan lolos Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Status CPNS, gaji masih 80 persen dari gaji pokok sesuai pangkat/golongan dan masa kerja. Untuk dapat menjadi PNS harus mengikuti diklat, agar gajinya 100 persen dan hak-hak yang melekat lainnya. 

Jadi CPNS wajib menjalani masa percobaan yang dilaksanakan melalui Proses Diklat Terintegrasi (Pelatihan Prajabatan), sesuai dalam UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pasal 63 ayat 3 dan 4 dan PP No.11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bila tidak lulus masih diberi kesempatan satu (1) kali, bila belum lulus lagi terpaksa tidak dapat diangkat sebagai PNS.

Bagi yang lulus Prajabatan, perjalanan meniti karir PNS wajib menyesuaikan irama kerja, yang penuh tantangan, hambatan, dan ujian. Kalau ujian tertulis dapat dijawab dengan ilmu yang dimiliki. 

Kenyataan, kedatangan PNS baru (yunior) tidak selalu disambut dengan suka cita oleh para senior, karena "dianggap" sebagai ancaman yang menghalangi kebiasaan tidak baiknya. 

Padahal semestinya disambut dengan suka cita, karena beban kerja dapat dibagi secara proporsional dan profesional. Para senior, merasa tidak nyaman, karena kalah bersaing dalam segala hal. Akibatnya muncul penyakit hati iri, dengki, srei, sebagai bibit "Toxic Relationship".

Toxic Relationship terjadi karena setiap orang mempunyai watak, dan karakter berbeda baik dan buruk. Ada PNS yang selalu ingin dihargai, dihormati, didengan pendapatnya, tetapi dia sendiri tidak imbal balik melakukan hal yang sama. Ada PNS banyak bicara sedikit kerja, karena untuk menutupi kekurangannya. 

Ada PNS seperti "tong kosong berbunyi nyaring, air beriak tanda tak dalam". Ada PNS  "merasa" sebagai anak emas dan dipercaya pimpinan, sombong, dominan, menonjol, egonya tinggi, menangan, tukang menggosip, menfitnah.

Ada PNS yang suka menjilat atasan, menginjak bawah, dan menyikut kanan kiri. Suka membolak balik fakta dan data dihadapan pimpinan, bermuka banyak, jiwa bunglon, suka mengadu domba. 

Paling beracun dan berbisa tutur kata memikat, halus, ternyata sebagai "kedok", topeng, untuk menutupi niat jahatnya. Sering mencuri ide orang lain diaku sebagai hasil karyanya, karena terlalu ambisius agar diakui keberadaannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun