Penyanyi dangdut yang sedang naik daun selalu mengatakan:"ayahnya adalah cinta pertama", karena begitu dekat secara emosional dan fisik. Ayahnya menemani dan mengantarkan mulai dari nol, merintis karir sejak masih kecil bernyanyi dari panggung ke panggung.
Hubungan ayah - anak perempuan sangat dekat, melindungi, mengayomi, memberi rasa aman, nyaman, menjaga kehormatan dan nama baik keluarganya. Sosok ayah menjadi panutan dan kekuatan dalam menghadapi persoalan hidup.
Tulisan ini terinspirasi dari kisah nyata dialami oleh gadis belia, yang harus bekerja keras mengandalkan suara demi keluarga. Sengaja nama dan tempat tidak disebutkan untuk melindungi privasinya.Â
Seseorang ketika memutuskan memasuki dunia hiburan, harus siap lahir, batin, mental, spiritual, emosi dan empati karena sangat rawan dan rentan dengan hal-hal yang negatif. Apalagi bermodal wajah cantik alami, tantangannya dua kali lipat lebih berat, besar dan komplek.
Gadis kampung ini masih sangat polos pikirannya. "Merasa" mempunyai orang tua angkat di kota hanya ditampung sementara di rumahnya, dan  orang itu tidak pernah bilang sebagai anak angkatnya. Posisinya sebatas sesama anggota komunitas yang baru pulang dari Jakarta, sehingga perlu isolasi mandiri. Orang itu bersedia  menampung sementara gadis tersebut karena ada imbalan dari Pemda. Pastinya tidak ada "makan siang" yang gratis, apalagi saat kondisi sulit seperti saat ini.Â
Kemudian kepolosan lain dari gadis kampung bersuara merdu, saat turun panggung mendapat suitan menggoda lawan jenis. Mencolek, memegang, menggandeng, merangkul, menyikep atas nama keamanan, dianggap bentuk perhatian dan perlindungan. Tindakan ini tanpa disadari sudah masuk kategori pelecehan verbal dan fisik terhadap dirinya.
Disinilah kehadiran seorang ayah sangat diperlukan, sebagai sosok kuat untuk melindungi anak perempuannya dari tindakan pelecehan sampai kriminal. Apalagi anak gadisnya menjadi penyanyi bergenre dangdut yang penggemarnya didominasi kelompok marjinal. Walau pun diakui dangdut sudah disenangi oleh semua kelas di masyarakat, kenyataan di kampung-kampung tetap sebagai hiburan yang murah meriah.Â
Oleh karenanya anak perempuan sebagai penyanyi dangdut mestinya didampingi, diantar jemput dan ditunggui ayahnya saat manggung menghibur penonton. Kalaupun bukan ayahnya, minimum diwakilkan kakak laki-laki agar tidak menjadi "obyek" pelecehan para penonton dan lingkungan sosialnya.
Walaupun diakui sudah banyak penyanyi dangdut perempuan yang menutup aurat, berhijab karena menyadari lingkungan kerjanya sangat rawan dengan tindakan tidak senonoh yang merugikan kaum perempuan. Kehadiran seorang ayah disampingnya sangat diperlukan.
Apalagi penyanyi tersebut mempunyai paras cantik alami, tanpa polesan "make up" tebal, dan operasi plastik pun sudah memancarkan kecantikannya. Aura kecantikan semakin terpancar secara batiniah karena diiringi sikap, perilaku, tutur kata, sopan santun, sederhana, rendah hati, dan berbakti dengan orang tua. Â Â
Masalahnya, anak perempuan dari kampung yang cantik ini dilepas sendirian untuk mengarungi dan menjalani dunia entertain. Padahal dunia hiburan selalu gemerlap seperti sorotan lampu warna warni, lingkungan sosial dengan pola hidup glamour dan hedonis. Semua ini dapat membawa gadis polos ke alam mimpi, hidup di awang-awang, tidak menginjak tanah. Akibatnya gadis polos itu hidup di dua dunia, dunia nyata dan dunia sandiwara, penuh kepura-puraan demi sebutan "artis daerah" yang terkenal.