Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilarang Konser Musik Saat Pilkada 2020 di Masa Pandemi

26 September 2020   23:48 Diperbarui: 21 Oktober 2020   18:01 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi:https://www.kompas.com/

Konser musik di daerah menjadi hiburan gratis bagi rakyat kebanyakan untuk ketemu idola beraksi diatas panggung bergoyang, dengan kostum dan make up tebal walau siang hari. Apalagi dalam konser musik (biasanya dangdut) mendatangkan artis ibukota bersanding artis daerah, pasti menyedot penonton.

Walaupun sejatinya penonton tidak memahami isi deklarasi/kampanye paslon. Mereka datang hanya untuk melihat, mendengar, menikmati artis berbaju ketat dan mempertontonkan auratnya.    

Konser musik (dangdut, pop, jazz) dilarang dalam kampanye Pilkada 2020, karena mendatangkan kerumunan massa, yang berpotensi menyebarnya Covid-19. Mereka mengabaikan protokol kesehatan, termasuk para artis yang semestinya sebagai public figure dapat menjadi contoh masyarakat untuk taat dengan protokol kesehatan.

Di sinilah artis mempunyai peran signifikan untuk membantu pemerintah mengkampanyekan jaga jarak aman, memakai masker, cuci tangan di air mengalir dengan sabun. Pastinya para artis, paslon, panitia, tim pemenangan menerapkan protokol kesehatan, secara ketat. Termasuk pemeriksaan suhu tubuh, tempat cuci tangan, menjaga jarak aman, serta memakai face shield selama acara berlangsung.  

Namun yang terjadi di daerah, konser musik tetap berlangsung, sejak deklarasi paslon., sehingga keluarlah Peraturan KPU No.13 Tahun 2020. Awalnya konser musik diadakan di daerah yang secara geografi jauh dari ibukota.

Ternyata menjadi viral tersiar melalui media elektronik dan media sosial. Protokol kesehatan diabaikan, dianggap enteng, bahkan sengaja dilanggar. Dalam kondisi seperti ini siapa yang menjamin tidak terjadi klaster baru, mengingat virus itu tidak terlihat mata. Siapa yang bertanggung jawab bila acara deklarasi paslon dapat menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.  

Konser musik akhirnya dilarang, walau diakui masa pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama 7 (tujuh) bulan adalah masa "paceklik" bagi para penyanyi di Indonesia. Bagi penyanyi senior sudah mempunyai tabungan untuk menutup kebutuhannya. Bagaimana dengan penyanyi pemula yang menjadi tulang punggung keluarga?

Dalam kondisi pandemi Covid-19, pastinya di tuntut kreatifitas para musisi dan seniman memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara maksimal. Konser musik digital dapat menjadi solusi cerdas, kreatif, agar tetap eksis dan menghibur.

Larangan konser musik saat Pilkada 2020 justru menjadi tantangan bagi para musisi dan seniman untuk terus berkarya secara intelektual, elegan dan profesional. Dana kampanye dapat dialihkan untuk pembinaan bagi para seniman dan musisi pemula di daerah, sehingga dapur tetap mengepul tanpa menimbulkan klaster penularan Covid-19 melalui konser musik.

Yogyakarta, 26 September 2020 Pukul 23.10

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun