Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Rumah Saja, Menggairahkan Menulis di Kompasiana

23 Mei 2020   01:06 Diperbarui: 23 Mei 2020   14:04 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:https://www.liputan6.com/Lourdia Mahartika

Merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia bukan saja berdampak pada persoalan kesehatan, tetapi sosial, budaya, agama, ekonomi, politik, pendidikan, dan dunia kerja. Akibat ulah pandemi Covid-19 dunia terusik termasuk Indonesia, sehingga untuk memutus rantai penyebarannya sesuai dengan protokol kesehatan keluar ketentuan stay at home/ di rumah saja. 

Artinya secara bertahap sekolah,  kantor, tempat ibadah ditutup, semua dilakukan dari rumah. Walaupun muncul persoalan baru yang tidak pernah terbayang dalam benak karena sekolah, kerja dan beribadah semua di lalukan di rumah.

Jejaring internet menjadi andalan untuk melakukan komunikasi, koordinasi, silaturahmi dan mengerjakan pekerjaan kantor, sekolah, kuliah, mendengarkan kultum ustad. Persoalan muncul karena internet hanya lancar untuk wilayah Indonesia bagian barat, di Indonesia bagian tengah dan timur sering timbul tenggelam, bahkan hilang sama sekali. 

Banyak kisah para mahasiswa saat mengerjakan tugas dari rumah harus mencari sinyal dengan naik pohon di tengah hutan. Sangat tidak aman dan tidak nyaman, belum untuk siswa SD-SMA yang tidak semua orang tuanya mempunyai smartphone atau mampu membeli kuota untuk mengerjakan tugas sekolah.

Perubahan aktivitas, mobilitas, dan kesibukkan, yang tanpa persiapan ini harus disikapi dengan cepat berubah dan menyesuaikan diri agar tidak menimbulkan masalah lebih lanjut. Prinsipnya mengikuti himbauan, arahan dan aturan yang diputuskan oleh para pengambil kebijakan. Sayangnya masyarakat selalu mengalami perubahan cepat, kontradiksi, jadi membingunggkan. Himbauan, larangan, baru efektif setelah ada edukasi dan sosialisasi, ternyata sudah berubah. 

Akibatnya masyarakat memutuskan sendiri bebas keluar rumah, berkerumun di pasar dan mall, sadar atau tanpa sadar beresiko terpapar Covid-19. Sudah ada larangan mudik dan semua transportasi ditutup, jalan raya dibeli portal dan petugas berjaga 24 jam tanpa kenal lelah, tiba-tiba transportasi boleh beroperasi dengan protokol kesehatan.

PSBB di berbagai kota diberlakukan, para orang tua patuh menahan rindu lebaran kesepian, tidak bersama anak-anak, mantu dan cucu-cucu. Anak-anak yang pekerjaannya di zona merah setia selama 3 (tiga) bulan tidak keluar rumah. 

Para tenaga kesehatan berguguran sebagai pahlawan kemanusiaan, tiba-tiba orang-orang itu, siapapun mereka berbondong-bondong memadati bandara, mall, stasiun, "dianggap" pandemi Covid-19 usai (padahal masih ada) karena tidak kasat mata. Sungguh kondisi ini melukai mereka yang taat tetap tinggal di rumah, sampai rela jenggot, rambut, kumis tumbuh lebat karena takut keluar untuk mencukur dan merapikan.

Terlepas dari semua kondisi ini sebagai orang yang berusaha menghindari paparan Covid-19, memilih tetap di rumah. Kalaupun terpaksa keluar rumah, patuh mengikuti protokol kesehatan. Memakai masker, menjaga jarak aman, menghindarai kerumunan, cuci tangan dengan sabun di air mengalir. 

Pada saat di rumah ini pun perlu menyesuaikan dengan cepat karena terbiasa beraktivitas di luar rumah, sehingga saat menyelesaikan pekerjaan kantor bisa konsentrasi. Namun  bekerja di rumah tentu banyak gangguan, apalagi yang mempunyai anak-anak masih balita dan batita, ada rengekan dan keributan , dapat membuyarkan penyelesaaian pekerjaan. 

Tantangan semakin berat bagi ibu yang bekerja kantoran. Selain urusan rumah tangga yang selalu ada, masih dituntut menggantikan peran guru kelas membimbing anak-anaknya mengerjakan tugas sekolah.

Masa PSBB di rumah saja, banyak pekerjaan yang dilakukan. Membereskan rumah dan menyalurkan bakat yang belum terwujud. Mengembangkan potensi diri, bukan "rebahan" dan "mager". Bersama seluruh anggota keluarga di rumah saja selama 24 sebagai "quality time", secara kuantitas dan kualitas. Bagi yang masih aktif bekerja di kantor, memulai pekerjaan di rumah menjadi kikuk,  ritme kerja  tiba-tiba berubah. Berbeda dengan para pensiunan dirumah saja adalah hal biasa sudah menjadi rutinitas. 

Mengisi detik, menit, jam, hari, bulan, tahun dengan lebih menggairahkan menulis di Kompasiana adalah pekerjaan di rumah yang mengasyikkan. Mengulik tulisan pilihan editor, yang masuk kategori "highlight" dapat menambah referensi untuk produk tulisannya.

Selama di rumah saja dikatakan "menggairahkan" menulis di Kompasiana, karena sudah lama "off", padahal sebelumnya produktif sekali. Sengaja tidak mengikuti tantangan menulis setiap hari selama Ramadan, karena pingin menulis yang tidak dikejar "deadline". Jadi tulisan itu spontan saja ketika ada ide melintas langsung ditulis supaya tidak hilang. 

Menulis di Kompasiana bukan hoby baru karena sejak menjalani profesi sebagai pustakawan, bukan sekedar tuntutan profesi harus menulis, tetapi mewujudkan ide terpendam sejak SD yang suka membaca tetapi belum pernah menulis. 

Menulis di Kompasiana menyenangkan selain dapat berkenalan dengan para kompasianer  diseluruh Indonesia bahkan di luar negeri seperti Pak Tjip dan bu Tjip sepasang suami istri yang tinggal di Australia. Membaca dan saling memberi komentar untuk tulisan yang diproduksi adalah bentuk silaturahmi digital.

Yogyakarta, 22 Mei 2020 Pukul 21.37

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun