Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketahanan UMKM Saat Merebaknya Pandemi Covid-19

7 April 2020   18:58 Diperbarui: 7 April 2020   20:56 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak diumumkan wabah pandemi Covid-19 oleh WHO tanggal 11 Maret, strategi penanganan dan upaya pencegahannya sudah dilakukan di negara-negara yang sudah terpapar, termasuk Indonesia. 

Ternyata apa yang waktu itu Covit-19 terjadi di negara nun jauh disana, sudah ada di negara tercinta Indonesia. Walaupun tiap negara mempunyai cara yang berbeda untuk menekan wabah Covid-19, pastinya rasa kemanusiaan lebih dinomorsatukan diatas kepentingan lainnya. 

Tidak ada waktu untuk berdebat, saatnya bersatu padu melawan musuh bersama Covid-19. Garda terdepan paramedis (dokter, perawat, laboran, pegawai Rumah Sakit), telah berjuang dengan ikhlas, rela meninggalkan keluarga demi kemanusiaan, jangan menjadi korban lagi karena masalah birokrasi dan ego sektoral.

Melawan wabah Covid-19 dengan memutus rantai penularan, telah diambil tindakan pembatasan sosial "social distancing", telah diganti dengan istilah "psysical distancing". 

Istilah ini diwujudkan dengan bekerja dari rumah (work from home/WFH), belajar dan beribadah dari rumah, menunda pertemuan yang dihadiri orang banyak, tidak mengunjungi orang sakit. 

Para ASN/PNS, pegawai BUMN, perusahaan multinasinal, perusahaan swasta bekerja dari rumah.  Pelayanan "front office"berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 

Para siswa belajar di rumah, mahasiswa kuliah secara "on line". Kondisi ini menuntut perubahan cepat, siap tidak siap harus siap.  Demikian juga beribadah di masjid, gereja, pura, wihara dilakukan di rumah. Semua orang dihimbau tetep tinggal di rumah "stay at home".

Dampak "stay at home" dirasakan di sektor informasl karena tidak ada lagi konsumen yang memanfaatkan barang dan jasanya. Lagi-lagi kondisi ini menjadi pilihan yang sangat sulit, tetapi keputusan cepat, tidak ambigu harus segera diambil. 

Dua pilihan antara "nyawa manusia" dan kondisi ekonomi yang sangat berat. Jujur bukan sebagai orang yang kompeten dari segi ekonomi, namun sebagai konsumen dapat merasakan. 

Harga-harga kebutuhan pokok merambat naik (bawang merah Rp 45.000,-/kilo gram, bawang putih (Rp 40.000,-), bawang bombay Rp 159.950,- . Harga naik tetapi barang tidak ada misalnya gula pasir merek tertentu sudah hilang dari peredaran. Namun untuk telur Rp 22.000,-/kg dan daging ayam Rp 32.000,- karena permintaan dan daya beli menurun.

Para konsumen saat ini sedang "di rumah saja" bekerja, belajar dari beribadah di rumah. Diakui suasana menjadi lenggang, tidak ada kerumunan massa, karena untuk memutus wabah covid-19. 

Namun masih ada yang harus tetap bekerja seperti tenaga kesehatan, polisi, tentara, petugas kebersihan, teller, kasir, masinis, sopir truk untuk pemasok bahan makanan, dan pengendara ojol. 

Untuk mereka ini patut diacungi jempol perjuangan dan pengorbanannya, khususnya untuk tenaga kesehatan yang langsung menghadapi pasien covid-19, selain beresiko terpapar dengan nyawa taruhannya juga menghadapi "stigma" masyarakat yang menolak kehadirannya.

Terlepas dari semua itu para pelaku UMKM juga mengalami kelesuan karena pembeli sedang "menghilang" mengikuti anjuran pemerintah untuk "tinggal di rumah". Akibatnya UMKM yang notabene bergerak di sektor informal mengalami masa sulit. 

Berbeda waktu terjadi krisis moneter (krismon) 1998, saat itu UMKM justru solid, tetap bertahan karena konsumen masih ditemukan di berbagai tempat. Namun saat ini di kegiatan dan kesibukan berkurang, bahkan terhenti sejak mewabahnya Covid-19. 

Apalagi di zona merah, mobilitas orang terhenti karena untuk memutus rantai penularan Covid-19. Agar tidak melintas ke kota lain ada himbauan "tidak mudik saat lebaran". 

Kenyataannya justru para perantau kembali ke daerah, mereka memilih mudik lebih awal karena bertahan bagi para pekerja di sektor informal (UMKM) dalam kondisi darurat ini pendapatannya berkurang atau nol. Padahal kebutuhan makan tidak dapat ditunda, yang harus dipenuhi setiap hari.

Namun saat merebaknya Covid-19 UMKM sebenarnya tetap dapat bertahan ketika semua orang tetap bertahan di rumah. Caranya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk promosi dan penjualan secara "e-commerce", pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik. 

Dalam kondisi demikian "dompet digital" sangat diperlukan, termasuk jaringan internet yang bagus dan cepat. Jasa kurir seperti pengendara ojol pun tetap mendapat order, disinilah terjadi simbiosis mutualisme kerjasama saling menguntungkan dengan tetap mengindahkan protokol kesehatan menghadapi Covid-19. 

Era disruption sudah sangat terasa bukan hanya di lingkungan kerja, pemerintahan, tetapi dalam kehidupan sehari-hari di depan mata. Dalam kondisi seperti saat ini tukang sayur pun sudah mengemas dagangannya dengan apik, bersih, rapi. Artinya kalau para pelaku UMKM melakukan evolusi dan revolusi dalam masa "physical distancing" dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Sebagai konsumen dapat melakukan transaksi melalui aplikasi belanja "on line", kebutuhan pokok tercukupi, para pelaku UMKM tetap jalan dan pengendara ojol tetap mempunyai pendapatan. Barang produksi dari pelaku UMKM tetap ada pembelinya, yang dianter melalui ojol. 

Tidak ada salahnya juga menambahkan tip/tambahan uang untuk para pengendara ojol. Inilah makna gotong royong untuk membantu mereka yang masih "terpaksa" harus melakukan pekerjaan demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan ada rumah makan yang memberi sebungkus nasi dan lauknya kepada pengendara ojol saat ada pemesanan di warung makannya.

Yogyakarta, 7 April 2020  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun