Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keluarga Kunci Mewujudkan SDM Unggul, Benarkah?

21 Agustus 2019   10:49 Diperbarui: 22 Agustus 2019   18:29 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:https://pixabay.com

Berdasarkan pidato kenegaraan Presiden Jokowi dalam Sidang Paripurna DPR dan DPD tanggal 16 Agustus 2019 kata SDM disebut 14 kali dibandingkan ilmu pengetahuan 11 kali, teknologi 8 kali. 

Sedang dalam sidang 2018 kata ekonomi paling banyak disebutkan yaitu 24 kali, pembangunan 20 kali, infrastruktur 11 kali (Kompas, 19/8/2019). Artinya SDM pada tahun 2019 ini mendapat prioritas  untuk ditangani secara serius, terencana, terprogram, terkoordinir dan berkesinambungan.

Namun yang perlu diingat bahwa membangun "manusia seutuhnya" (pinjam istilah era orde baru) itu tidak seperti membalik tangan yang dapat dilaksanakan dan dinikmati dalam tempo singkat. 

Perlu proses panjang, melibatkan eskekutif, legislatif dan yudikatif pusat dan daerah. Perlu kebijakan yang tidak dapat berdiri sendiri dan hanya menjadi tanggung jawab dari kementerian pendidikan dan kebudayaan, tetapi melibatkan semua kementerian dalam kabinet kerja jilid I dan II.  

Membangun manusia seutuhnya berarti membangun jiwa dan raganya, fisik dan psikis, individu dan sosial, budaya dan teknologi. Semua itu porsinya perlu seimbang, selaras, dan seirama agar terbentuk harmoni SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga hati nurani, berbudi pekerti, berbudaya, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Ketidak seimbangan dalam diri setiap manusia berpotensi menimbulkan pandangan sempit, intoleransi, radikalisme, pragmatisme dan "merasa" paling benar, paling hebat, yang mengabaikan, meremehkan pandangan dan pendapat orang lain.

Diakui sampai saat ini pendidikan dengan "tri pusat" (keluarga, sekolah, masyarakat) mempunyai peran signifikan untuk mewujudkan SDM unggul. 

Makna istilah unggul menurut KBBI adalah:"lebih tinggi (pandai, baik, cakap, kuat, awet, dan sebagainya) daripada yang lain-lain. Unggu juga berarti "utama" (terbaik, terutama). 

Namun terwujudkan SDM unggul perlu ada koordinasi dengan bidang lain seperti kesehatan, agama, sosial, budaya, ketenagakerjaan, hukum dan HAM, politik dan hankam, dan lain-lain.

Keluarga menjadi titik sentral pertama dan utama dalam perannya untuk mewujudkan SDM unggul. Tidak dapat dipungkiri semua SDM sejatinya mendapat perawatan, pengasuhan, bimbingan, didikan, belaian kasih sayang, teladan dari keluarga inti yang terdiri dari ibu, bapak, dan anak. 

Artinya orang tua terutama ibu yang pertama dan utama menjalin "rasa batin" dengan anak sejak masih dalam kandungan, lahir tumbuh kembang, sampai dewasa. Masalahnya belum semua ibu menyadari peran penting ini dalam kiprahnya menyiapkan generasi unggul menuju Indonesia maju.

Diakui, untuk menjadi ibu seutuhnya tidak pernah ada sekolah formal yang menghasilkan ibu ideal. Jadi calon ibu dan ibu muda lebih banyak mendapat ilmu tentang keibuan dari nenek moyang dan lingkungan sosialnya. 

Beruntung kalau mendapat lingkungan sosial yang baik dan benar, karena ada juga lingkungan sosial yang justru "menghilangkan" peran keibuan. Apalagi di era digital ini semua dilakukan dengan sentuhan layar di smartaphone.

Oleh karena itu kalau ada anak bermasalah dapat kiranya ditelusuri bagaimana kehidupan keluarga intinya dan "kehadiran" ibu dalam keluarga tersebut. Kenapa ini penting ? 

Anak milenial saat ini sering merasakan orang tua tidak hadir dalam hidupnya. Walaupun serumah tetapi masing-masing mempunyai kesibukan dan kegiatan sendiri. 

Ada tetapi tidak ada, dan yang tidak ada serasa ada di dekatnya. Kondisi ini berakibat jiwa-jiwa anak yang kosong, gersang nasehat, teladan perbuatan dan perkataan baik. 

Akibatnya anak semakin jauh dari dunia nyata dan lari ke dunia maya. Padahal di dunia maya yang nir filter semua informasi dapat masuk dengan leluasa sehingga mudah terpapar hoaks, pornografi, dan propokasi.

Munculnya SDM unggul tidak harus dari keluarga kaya harta syarat fasilitas untuk akses pendidikan, informasi, kesehatan, tetapi dari keluarga miskin pun mempunyai kesempatan. Modalnya adalah  kasih sayang, kehangatan, komunikasi, dan teladan dari orang tua. 

Tengoklah para anggota Paskibraka Nasional yang jumlahnya 68 orang sebagai generasi unggul, berasal dari keluarga yang beragam. Juga para remaja yang telah berhasil menjadi pemenang lomba tingkat nasional dan dunia di bidang sains dan teknologi. Satu kuncinya, yaitu semangat pantang menyerah, berjuang, berusaha dan berdoa. SDM Unggul, Indonesia Maju.

Yogyakarta, 21 Agustus 2019  Pukul 10.13   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun