Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Orang Miskin Jangan "Takut Bermimpi" Kuliah di Perguruan Tinggi

19 Maret 2019   23:56 Diperbarui: 20 Maret 2019   00:10 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:http://indo-motivasi.blogspot.com

Lulusan SMA/MA/SMK pasti mempunyai "mimpi" untuk mewujudkan cita-citanya yang sudah digantungkan setinggi langit. Untuk meraih mimpi itu bagi lulusan yang mempunyai kemampuan intelektual dan finansial sangat mudah digapai. Bahkan dapat menentukan pilihan perguruan tinggi di luar negeri yang hebat seperti "Harvard University" dengan biaya sendiri tidak perlu mencari beasiswa. Demikian juga bagi yang mempunyai kemampuan intelektual biasa saja, tetapi orang tuanya kaya dan mempunyai perhatian dengan pendidikan, kuliah di perguruan tinggi swasta favorit sekalipun  adalah hal biasa.

Kondisi menjadi luar biasa ketika lulusan SMA/MA/SMK itu mampu secara intelektual tetapi tidak mampu secara finansial. Mutiara yang masih terpendam di dasar lautan itu harus diketemukan untuk dibersihkan dan digosok agar menjadi cemerlang. Negara harus hadir mendampingi anak-anak cerdas itu untuk menfasilitasi mendapatkan kesempatan yang sama kuliah di perguruan tinggi, sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945:"Setiap warganegara berhak mendapatkan pendidikan". 

Pendidikan dasar wajib dibiayai negara, sehingga dari PAUD, TK, SD, SMP idealnya gratis untuk yang berstatus negeri. Negara sudah memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD.

Kembali anak- anak cerdas, sering untuk bermimpi kuliah pun takut karena merasakan kondisi ekonomi orang tua yang serba kekurangan. Jangankan untuk membayar biaya kuliah yang menurutnya sangat tidak terjangkau. Bisa makan dengan gizi seimbang pun orang tuanya harus bekerja keras dengan upah yang rendah. Orientasinya sebatas "besok makan apa tidak", bukan "besok makan apa, atau besok makan dimana"? 

Tidak pernah berpikir anaknya melanjutkan kuliah, selain biayanya tinggi belum tentu setelah lulus dapat pekerjaan sesuai ijazahnya. Semakin menambah deretan panjang pengangguran sarjana, yang jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya. 

Data BPS 2018, ada 7 juta pengangguran, terdiri dari SMA/SMK 19,19 persen, Diploma (D1, D2, D3) 6,02 persen, dan sarjana 5,89 persen. Fenomena memprihatinkan bahwa kelulusan dari perguruan tinggi adalah awal perjuangan masuk arena persaingan yang semakin ketat.

Namun sejak Mendikbud M. Nuh, Presiden SBY pada tahun 2010, bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik dapat menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Pemerintah telah menyediakan beasiswa bidikmisi yaitu bantuan pendidikan yang diberikan selama 8 (delapan) smester untuk program D IV atau S1, dan 6 (enam) smester untuk program Diploma Tiga (D3). Beasiswa ini berupa pembebasan seluruh biaya pendidikan di perguruan tinggi, baik uang pangkal, uang SPP (sekarang Uang Kuliah Tunggal/UKT).

Selain itu mahasiswa bidikmisi juga mendapatkan uang saku untuk biaya hidup setiap bulan sebesar Rp 650.000,- naik menjadi Rp 700.000,- per bulan (2019). Mereka harus bisa mengelola biaya hidup ini untuk membayar kos dan makan selama sebulan. Untuk menambah uang saku, mahasiswa bidikmisi ada yang sambil bekerja paruh waktu, magang, dan mengikuti berbagai lomba sesuai minat dan hoby. Semua ini dapat dilakukan asal mahasiswa dapat mengatur waktu dengan baik. Memang perlu perjuangan, agar Indeks Prestasi Komulatif (IPK) minimum 3.00. Mengasah "soft skill" selama kuliah juga perlu, agar menjadi mahasiswa yang mempunyai kompetensi dan daya saing tinggi.

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) untuk tahun 2019 meningkatkat kuota beasiswa bidikmisi sebesar 44 persen, dari 57.200 (2018) kursi menjadi 130.000 penerima. 

Selain bidikmisi, pemerintah juga memberikan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK) Papua, Papua Barat dan wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (https://www.pikiran-rakyat.com). Artinya kesempatan untuk mewujudkan mimpi kuliah di perguruan tinggi semakin mempunyai peluang besar, sehingga walaupun dari keluarga kurang mampu boleh bermimpi meraih cita-citanya dengan fasilitas beasiswa dari pemerintah.

Syarat untuk mendapatkan bidikmisi dilakukan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), Penelusuran Minat dan Kemampuan Politeknik Negeri (PMDK-PN), Ujian Masuk Politeksi Negeri (UMPN), serta Seleksi Mandiri pada PTN dan PTS. Calon penerima bidikmisi wajib terdaftar pada sistem dengan memasukkan Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) dan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) yang valid.

Dikatakan mampu secara akademik dibuktikan dengan rekomendasi obyektif dan akurat dari Kepala Sekolah. Sedangkan dikatakan tidak mampu secara ekonomi, siswa pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP), atau pendapatan kotor gabungan orang tua/wali (suami isteri) maksimum sebesar Rp 4.000.000,- per bulan dan atau pendapatan kotor gabungan orang tua/wali dibagi jumlah anggota keluarga maksimum sebesar Rp 750.000,- setiap bulannya. 

Hal yang perlu mendapat perhatian adalah untuk memberikan informasi status "tidak mampu" ekonomi secara jujur dan benar, mengingat penyalahgunaan informasi sangat dimungkinkan. 

Oleh karena itu pihak Perguruan Tinggi perlu melakukan penelusuran kebenaran informasi, agar bidikmisi tepat sasaran. Jadi orang miskin boleh bermimpi kuliah di Perguruan Tinggi itu sudah bergulir sejak tahun 2010. Masih ada kelompok siswa mayoritas, tidak mampu secara ekonomi dan intelektual. Sangat memprihatinkan, sehingga tidak pernah mempunyai mimpi kuliah di perguruan tinggi.

Yogyakarta, 19 Maret 2019 Pukul 23.19     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun