Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Bola Itu Bulat tetapi Lentur

24 Februari 2019   21:37 Diperbarui: 24 Februari 2019   21:54 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu cabang olah raga yang menjadi kegemaran semua golongan usia dan kelas sosial adalah sepak bola. Kenangan indah ketika anak-anak ketika masih SD begitu senangnya dengan permainan bola bahkan mempunyai cita-cita sebagai pemain bola.

Lulus SD maunya melanjutkan di sekolah sepak bola, karena mengidolakan Kurniawan Dwi Yulianto anak Magelang yang menjadi salah satu dari sedikit pemain bola Indonesia yang menjadi pemain bola di Eropa. Pastinya mendapat gaji yang tinggi dengan nilai dolar, menggiurkan bukan ?.

Sebagai orang tua tentu memberi wawasan, bahwa pendidikan tetap nomor satu untuk bekal masa depan. Bermain bola itu sekedar hoby saja bukan tempat untuk mencari rejeki. Sang anak mengikuti nasehat orang tua, melanjutkan SMP, SMA, kuliah, walau tetap senang bermain bola. Ketika SMP sambil sekolah bola di salah satu klub yang berada di Yogyakarta.

Waktu-waktu luang kakinya selalu bermain bola di lapangan komplek bersama teman-teman sebaya atau di rumah, sehingga kaca tempat piala, hiasan pecah adalah hal biasa. Hasilnya pernah membawa nama kesebelasan SMP dalam kejuaraan sepak bola antar pelajar. Menfasilitasi perlengkapan untuk bermain bola seperti sepatu, bola, kaos kesebelasan idola dari luar negeri, deker dan kaos kaki adalah wujud dukungan terhadap hobynya.

Saya mengerti dimana tempat membeli perlengkapan sepak bola di kota Yogyakarta, namun tidak pernah mengerti bagaimana teknis bermain bola, apalagi lika-liku pertandingan. Tahun 2018, ketika dunia persebakbolaan dihebohkan dengan model pengaturan skor, ternyata bola yang bulat itu dapat menghasilkan nilai rupiah jutaan. 

Bola yang bulat tetapi lentur, sehingga oleh "oknum" dapat dipermainankan skornya dengan imbalanan uang mencapai ratusan juta rupiah. Buktinya Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola Kepolisian RI yang telah dibentuk  tanggal 22 Desember 2018 menetapkan Ketua Umum PSSI Joko Driyono sebagai tersangka kasus pengaturan skor pertandingan. Satgas telah menyita 75 dokumen, uang tunai Rp 300 juta di apartemen tersangka, dimana Rp 160 juta diduga sebagai "uang panas"berkaitan dengan  tindak pidana suap.

Sebagai awam yang bukan pecndu bola pastinya ikut prihatin terbongkarnya mafia pengaturan skor. Betapa tidak, para pemain sebagian generasi milenial telah berjuang keras untuk membawa nama kesebelasannya ternyata terdampak "virus" ketidak jujuran, yang semestinya sangat menjunjung tinggi nilai sportivitas. Suatu kondisi yang bertolak belakang antara nilai-nilai kebaikan, kejujuran, sportivitas dengan kenyataan di lapangan.

Bagaimana mungkin secara nalar bola yang bulat itu ternyata sangat lentur dapat masuk ke gawang sesuai dengan kehendak sang "dalang". Padahal gerakan kaki dan kepala pemaian itu secara spontan dan strategis menggiring dan menyundul bola menuju gawang lawan.

Tugas berat di pundak Satgas Antimafia Bola untuk dapat mengungkap pengaturan skor di dunia persepakbolaan di Indonesia. Ditetapkan Joko Driyono sebagai tersangka semoga dapat menuntaskan dan membuat jera para pelaku yang telah bermain tidak sportif di luar lapangan.

Semakin miris ketika ada pertandingan para suporter yang mendukung kesebelasan idolanya menjadi korban sia-sia akibat "keberingasan" antar suporter pendukung kesebelasan. Para suporter anak-anak muda semestinya menjadi generasi penerus ada yang  menjadi korban dalam liga sepak bola di Indonesia.

Kasus tewasnya suporter Persija Jakarta Haringga Sirila (23) tahun menyisakan duka mendalam bagi keluarganya, yang tewas karena korban pengeroyokan. Menghilangkan nyawa orang lain bagaimanapun tetap sebagai suatu tindak kejahatan pidana  Betapa kerasnya lingkungan permainan sepak bola, sebagai ajang mencari pemain terbaik untuk masuk dalam tim nasional, demi berkibarnya Merah Putih di tingkat internasional.

Kenyataan sering terjadi kerusuhan ketika ada liga sepak bola. Apalagi para suporter ketika mengikuti perlawatan di luar kota dengan bekal minim (bondo nekad/bonek), kadang membuat keresahan karena ulahnya. Melihat suporter tanpa bekal cukup sering menumpang truk kosong.

Sebagai orang tua selalu timbul pertanyaan ketika melihat mereka berombongan dipinggir jalan, apakah mereka pamit orang tuanya ?. Kenapa mengijinkan pergi keluar kota demi kesebelasannya. Bagaimana sekolahnya, mengingat masih usia anak-anak.  Mereka pergi tanpa pengawalan, tanpa bekal uang dan makanan  yang cukup. 

Namun bukan berarti membolehkan segala cara ketika perut mulai lapar, memaksa mengambil hak milik orang lain, bagaimanpun ini dapat meresahkan dan menganggu ketertiban. Apakah ini sebagai "imbas" dari dunia persepakbolaan di Indonesia yang kesandung "mafia pengaturan skor".

Yogyakarta, 24 Februari 2019 Pukul 20.16   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun