Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pencegahan Korupsi dan Perlindungan Pegawai KPK

5 Februari 2019   17:24 Diperbarui: 7 Februari 2019   23:32 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:https://pixabay.com

Penganiayan terhadap pegawai KPK kembali terjadi ketika melakukan tugasnya di sebuah hotel di Jakarta Sabtu (2/2/2019). Teror dan penganiayaan pegawai KPK mengindikasikan ada pihak-pihak yang kurang senang bila korupsi lenyap dari bumi Indonesia.

Diakui keberhasilan pegawai KPK sukses melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dapat menyelamatkan uang negara yang dikorupsi. Namun disisi lain menjadi kegeraman dan kemarahan kelompok tertentu maupun pelaku, kroni para koruptor.

Kondisi korupsi yang masif terjadi di semua lini kekuasaan, menjadi "benalu" dalam upaya mensejahterakan rakyat.

Menurut Lord Acton:"Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely", kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut. Korupsi itu selalau mengiringi kekuasaan, dan kekuasaan itu dapat menjadi "penyebab" untuk melakukan korupsi, asal ada "niat dan kesempatan".

Walau ada niat tidak ada kesempatan, tidak terjadi korupsi, sebaliknya ada kesempatan tidak ada niat, korupsi pun menjadi nihil. Intinya untuk melakukan pencegahan korupsi sebenarnya ada pada setiap orang yang mendapat amanah untuk menjalankan kekuasaan.

Diakui kekuasaan (tahta) itu sangat menggoda para penguasa, selain harta dan wanita. Siapapun dapat tergelincir oleh godaan tahta, harta, dan wanita, ketika sedang berkuasa.

Orang yang sedang berkuasa, bila tidak dilandasi dengan niat tulus, ikhlas, amanah, jujur, mempunyai integritas tinggi, sangat mudah "tergoda" menyalah gunakan wewenang untuk memperkaya diri, kroni dan kelompoknya.

Godaan bisa berasal dari diri sendiri (internal) dan dari luar (eksternal), lingkungan kerja yang memberi keleluasaan karena kurang pengawasan. Walau hakekatnya setiap orang itu sudah diawasi selama 24 jam nonstop oleh para malaikat yang setia mencatat kebaikan dan keburukan kita, tetapi sering "lupa" karena hawa nafsu untuk berbuat kejahatan lebih dominan.

Apalagi yang mempunyai kedudukan sebagai pimpinan, tidak hanya mempertanggungjawabkan ketika serah terima jabatan, tetapi di "alam gaib" nanti, pasti dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Pencipta, Alloh SWT.

Jadi ketika di dunia fana pelaku korupsi dapat terbebas dari jerat hukum, percaya dan yakin pasti nanti akan menghadapi pengadilan yang hakiki. Tidak ada "pasal-pasal karet" yang bisa dimandulkan (ditafsirkan secara subyektif untuk menguntungkan penguasa/orang yang dibela). Tidak bisa berkilah dan bersilat lidah, tanpa ada pembela (lawyer), sekaliber kelas dunia sekali pun, kecuali amal kebaikannya.

Selain itu harta hasil korupsi yang diberikan untuk keluarga dan kroninya tidak memberi manfaat untuk tumbuh kembang, tidak menjadi asupan yang mempunyai nilai gizi seimbang. Akibatnya tumbuh kembangnya mengalami hambatan secara fisik, psikis, biologis, ekonomi dan sosial. Kalau sudah begini masih beranikan melakukan korupsi untuk memperkaya diri?

Upaya preventif tindak pidana korupsi dan pengawasan melekat sudah dilakukan. Andai semua orang menyadari dampak korupsi yang merugikan kehidupan umat, semestinya tugas KPK semakin ringan.

Masalahnya, di Indonesia KPK yang dibentuk berasarkan UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam perjalanannnya mengalami gangguan dalam menjalankan perannya.

Gangguan itu berasal para koruptor yang "zona nyamannya" terusik. KPK sebagai lembaga negara secara independen, bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, semestinya mendapat perlindungan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini mengingat tujuan KPK untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sejatinya KPK ini tidak perlu dibentuk apabila penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) sudah solid bertekad untuk memberantas korupsi. Namun karena masih ada penegak hukum yang "belum" terbebas dari tindak pidana korupsi, maka dibentuklah KPK.

Kewenangan KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, yang menyangkut kerugian negara minimum Rp 1 miliar (pasal 6 c, 11 dan 12).

Jadi KPK itu sejatinya justru turut meringankan tugas dari kepolisian dan kejaksaan. Bukan sebagai pesaing atau yang akan mengambil alih tugas dan kewenangan polri dan kejaksaan, karena masing-masing sudah ada porsinya.

Mengingat tugas KPK yang berat dan penuh resiko baik penganiayaan maupun teror terhadap keluarganya, alangkah baiknya kalau pegawai KPK juga dipersenjatai seperti polisi dan jaksa, bukan untuk gagah-gagahan tetapi melindungi diri dan pengamanan. Hal ini sebagai upaya preventif agar korban seperti Novel Baswedan yang disiram air keras wajahnya ketika akan menjalankan sholat Subuh di masjid dekat rumahnya tidak terulang lagi. 

Semoga pelakunya segera dapat ditangkap dan mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan ganjaran yang adil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bagaimanapun KPK sebagai lembaga independen yang dilindungi oleh UU, artinya lahirnya UU tersebut dibuat oleh pemerintah (Presiden) bersama-sama DPR.  

Yogyakarta, 5 Februari 2019 Pukul 17.16

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun