Mereka beranggapan bahwa uang adalah segalanya, karena dengan uang segalanya dapat diraih. Selalu "merasa" haus dan kekurangan uang yang sudah menjadi haknya, sehingga menganggu, menunda, mengambil hak orang lain.Â
Rasa haus rezeki uang ini bagaikan minum air laut, semakin banyak minum semakin kehauasan. Dari sinilah muncul sifat serakah, tidak  mensyukuri nikmatNya. Selalu melihat orang lain yang mempunyai uang lebih banyak, tanpa memperhatikan kemampuannya, "seperti pungguk merindukan bulan".
Namun bagi mereka yang beranggapan rezeki tidak harus berupa uang, selalu mensyukuri nikmatNya. Baginya kondisi sehat adalah suatu karuniaNya yang tidak dapat dinilai dengan uang berapapun. Bayangkan bila sakit dirawat di Rumah Sakit berapa biaya yang harus dikeluarkan, walau ada jaminan kesehatan ?. Oksigen, ketika sehat dapat dihirup dengan gratis, namun ketika sakit harus berbayar.
Selain itu hubungan pertemanan yang terjalin dengan baik adalah rezeki yang patut disyukuri. Niat  silaturahmi  dengan teman sekolah, kuliah ternyata dapat mendatangkan rezeki yang tidak pernah disangka.Â
Sambutan yang ramah, tulus ikhlas, perhatian, pengorbanan (waktu, tenaga, materi) dari teman yang kita kunjungi adalah rezeki yang tidak terhingga. Percayalah kalau kita niatnya baik dengan teman seperguruan (bukan untuk memanfaatkan kedudukan dan jabatannya), pasti jalinan silaturahmi semakin menambah kedekatan persahabatan.
Lingkungan sosial yang baik dimana kita tinggal atau bekerja adalah rezeki juga yang mendatangkan rasa aman, nyaman, rasa kekeluargaan, kegotongroyongan, saling memahami, menghargai, rukun dan penuh kedamaian.Â
Dapat dibayangkan bila lingkungan sosial kita egois, menang-menangan, tidak toleran, membuat tidak tenang dan tidak nyaman. Dimanapun berada orang sombong, angkuh itu pasti dibenci dan orang lain menjadi tidak simpati.Â
Oleh karenanya saat ini ada kecenderungan "lingkungan sosial" menjadi salah satu pertimbangan menentukan dalam pembelian rumah tinggal. Â Â
Terwujudnya rezeki selain berupa uang itu sangat tergantung pada sikap, perilaku, tindakan, ucapan yang kita lakukan.Â
Menanam bibit kebaikan tidak ada ruginya karena diyakini akan tumbuh kebaikan, kalau bukan kita yang merasakan, anak cucu kita yang memetiknya. Sebaliknya menyebar kedzoliman, permusuhan, seperti menggali lubang celaka untuk dirinya dan keturunannya. Sungguh menyedihkan bukan ?.
Yogyakarta, 31 Januari 2019 Pukul 00.25