Debat Capres dan Wapres putaran pertama bertema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme telah usai tadi malam, banyak pengamat menilai "kurang greget" dibanding tahun 2014. Waktu yang ditunggu-tunggu di depan TV sejak sore menjadi sirna ketika menyaksikan suasana yang formal, monoton, karena kisi-kisi pertanyaan sudah diberikan.Â
Tema debat putaran pertama ini  sebenarnya menarik dan pemilih sudah menantikan argumen, statemen, pendapat, komitmen para paslon Capres dan Cawapres untuk menyelesaikan permasalahan hukum, HAM, korupsi dan terorisme di Indonesia. Pilihan kata kunci yang tepat, pas dengan waktu terbatas  diakui tidak mudah, apalagi dilihat dan didengar oleh jutaan pasang mata dan telinga di Indonesia. Namun para paslon sudah melakukan yang terbaik untuk mengikuti tahap debat putaran pertama.
Bagi saya tetap ada yang menarik dari debat tadi malam yaitu pernyataan salah satu paslon yang berkomitmen untuk meningkatkan gaji penegak hukum (hakim, jaksa, polisi) agar tidak tergoda untuk melakukan korupsi.Â
Juga para advokat menjalankan amanah dari pemberi kuasa bekerja secara profesional, jujur, sesuai kode etik. Jadi, kalau sudah sejahtera hidupnya maka tidak terpengaruh oleh iming-imingan yang sifatnya kebendaan dan duniawi.Â
Harapannya, sebagaimana semboyan yang sering dilontarkan oleh para dosen ketika kuliah di Fakultas Hukum yaitu:"hukum tetap ditegakkan, sekalipun langit runtuh". Hukum adalah panglima yang pedangnya tidak hanya tajam ke bawah, tetapi juga ke atas.
Semua ini bukan sekedar klise, omong kosong, tetapi hukum dapat memberikan "rasa keadilan" bagi para pencari keadilan. Hal ini sesuai pasal 27 ayat 1 UUD 1945:"Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
Artinya semua warga negara itu mempunyai kedudukan yang sejajar, sama dimata hukum dan pemerintahan. Tidak boleh ada perbedaan/diskriminasi karena status, kedudukan, pangkat, jabatan, jenis kelamin, agama, asal-usul. Jadi kalau ada laporan dari orang kecil yang merasa dirugikan aparat hukum harus menindaklanjuti, bukan hanya orang yang berkuasa saja yang mendapat perhatian.
Dalam penjelasan UUD 1945 juga ditegaskan bahwa:"Indonesia, ialah negara yang berdasar atas Hukum (Rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Artinya dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum, yang mengandung kewajiban dan hak, agar ada keterbitan dan rasa keadilan dalam masyarakat.Â
Dapat dibayangkan bila suatu negara tidak ada hukum yang mengaturnya, maka berlaku "hukum rimba", siapa yang kuat itulah yang menang. Dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum, yang diatur dalam konstitusi, sehingga kekuasaan itu tidak sewenang-wenang karena berdasarkan pada konstitusi.
Untuk menjalankan hukum yang memberi rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian diakui perlu mempunyai kekuasaan. Tanpa kekuasaan maka supremasi hukum (upaya untuk menegakkan hukum dan menjadikan hukum sebagai panglima), untuk melindungi dan menjaga stabilitas berbangsa dan bernegara sulit dilaksanakan. Jadi ada pengakuan hukum sebagai aturan main (rule of the game) dalam kehidupan yang dilakukan secara jujur (fair play).
Siapa yang menjaga gawang bahwa hukum itu sebagai panglima ?. Tentunya para penegak hukum yang terdiri polisi, jaksa, hakim dan advokat. Kalau polisi, jaksa, hakim digaji oleh negara, sedang advokat dibayar oleh orang yang menguasakan perkaranya.Â