Sebagai warga Bantul, yang berbatasan dengan kota Yogyakarta merasa bangga atas capaiannya mendapat penghargaan peringkat ke-3 kota cerdas kategori kota sedang. Penghargaan ini pastinya bukan tujuan utama, karena yang paling pokok adalah pemerintah bersama stakeholder mencari solusi dengan cerdas menyelesaikan permasalahan.Â
Kota cerdas itu sendiri intinya memberi solusi masalah, sehingga masyarakat dapat merasakan dampaknya secara nyata, bukan sekedar slogan. Daya dukung kota Yogyakarta untuk menjadi kota cerdas, memiliki penduduk generasi milenial sebagai masyarakat terdidik yang responsif dengan perubahan. Pengembangan e-Goverment suatu keharusan dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.
Bertolak dari 6 (enam) indikator untuk menuju kota cerdas, bukan hal yang aneh kalau kota Yogyakarta berpotensi untuk mendapatkan peringkat pertama. Ruang publik sekaligus sebagai pendestrian masih terus dibenahi mulai dari Tugu sampai di titik nol, adalah garis "imaginer" sampai di alun-alun utara dan Keraton Yogyakarta.Â
Sepanjang pendestrian ini dikenal stasiun Tugu,  Malioboro, pasar Beringharjo, museum Vredreburg, istana Kepresidenan menjadi titik kumpul  masyarakat untuk belanja, kuliner, hiburan, atau sekedar bersantai melepaskan penat.Â
Lebih nyaman kalau pendestrian ini terbebas dari polusi knalpot kendaraan bermotor, apalagi Trans Yogya sudah seperti bis kota kota, mengeluarkan asap tebal yang menyesakkan dan tidak menyehatkan pengguna jalan.
Pemerintah bersama stakeholder terus berupaya agar emperan Malioboro berfungsi kembali sebagai tempat yang bersih, asri, aman, nyaman untuk berjalan, berdiskusi dan berekpresi bagi para seniman dimalam hari.Â
Geliat menuju kota cerdas di kota Yogyakarta terus diupayakan apalagi sebagai kota yang menyandang sebagai kota pariwisata, pendidikan, sejarah, budaya, perjuangan dan revolusi. Tiap musim liburan, kota Yogyakarta menjadi daerah tujuan wisata bagi para wisatawan nusantara dan mancanegara.Â
Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri untuk menuju kota cerdas, khususnya dimensi lingkungan karena para wisatawan itu  meninggalkan sampah berserakan seperti tisu, botol minuman, kerdus bekas makanan. Patut disayangkan kesadaran dan budaya untuk membuang sampah pada tempatnya masih memprihatinkan.
Yogyakarta, 18 Januari 2019 Pukul 0.47
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H