Harian Kompas tanggal 9 Januari 2019 memberikan penghargaan bagi 12 kota cerdas di seluruh Indonesia, yang dikategorikan dalam kota metropolitan (Surabaya), kota besar (Denpasar), kota sedang (Manado) dan kota kecil (Padang Panjang).Â
Indikator penilaian berdasarkan Litbang Kompas dalam Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI), 2018 yang mengacu pada model lingkaran kota cerdas menurut Boyd Cohen, penggiat kota cerdas internasional.Â
Menurutnya ada 6 dimensi cerdas, yaitu lingkungan, masyarakat, ekonomi, kualitas hidup, pemerintahan dan mobilitas. Dimensi masyarakat cerdas mempunyai bobot yang paling tinggi (29 persen), kualitas hidup 20 persen, lingkungan 16 persen, pemerintah 12 persen, ekonomi 12 persen, dan mobilitas 11 persen (Kompas, 14/1/2019). Â
Penilaian kota cerdas bukan hanya berdasarkan pada pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai basis pelayanan, tetapi membangun semangat komunitas untuk bersama-sama mewujudkan kecerdasan warga.Â
Kota cerdas terbentuk karena warganya yang cerdas, bukan kotanya, karena kota itu benda mati yang dapat hidup karena kegiatan warganya. Secanggih apapun teknologi informasi dan komunikasi dan sehebat, selengkap apapun program terintegrasi, tidak ada manfaatnya tanpa ada sumber daya manusia baik sebagai warga maupun pengambil kebijakan.
Untuk menuju kota cerdas tentunya setiap kota mempunyai persoalan yang berbeda dan cara mengatasinya. Namun intinya ada 6 (enam) dimensi yang meliputi lingkungan, masyarakat, ekonomi, kualitas hidup, pemerintahan, dan mobilitas.Â
Dikatakan cerdas disini adalah cara cerdas masyarakatnya, dan cerdas cara menyelesaikan persoalan yang muncul dalam setiap dimensi yang menjadi tolok ukurnya. Masyarakat bukan sekedar sebagai obyek dari setiap dimensi, tetapi subyek untuk berkontribusi menyelesaikan persoalan secara cerdas.
Menurut sosiolog dari UI Daisy Indira Yasmine:"Roh kota cerdas bukan pada seberapa gampang dan masifnya koneksi internet, penerapan berbagai aplikasi, dan aneka platform berbasis digital, tetapi pada membangun semangat komunitas, kebersamaan adalah modal utama". (Kompas, 14/1/2019).Â
Artinya menumbuhkan semangat kebersamaan lebih utama daripada berbagai aplikasi, aneka platform yang berbasisi digital. Hal ini perlu karena integrasi untuk menuju kota cerdas itu tanpa semangat kebersamaan adalah suatu kenistayaan.
Surabaya sudah membuktikan semua itu, sehingga mendapat predikat kota cerdas kategori metropolitas. Hal ini sangat mustahil tanpa kerja keras, kerja cerdas dari para pengambil kebijakan, stakeholder, masyarakat sebagai subyek dari program menuju kota cerdas.Â
Kerja keras, tegas, disiplin dibawah pimpinan bu Tri Rismaharini sebagai walikota dua periode terbukti telah merubah "image" kota kumuh, panas, tidak aman menjadi bersih, tertata rapi, dengan taman kota yang indah, teduh, menarik, aman dan nyaman.