Reformasi birokrasi mulai dapat dirasakan oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Bantul, khususnya dalam pelayanan publik, terus melakukan inovasi yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Sebagai warga Bantul yang berdomisili di daerah Banguntapan berbatasan dengan wilayah Kota Yogyakarta, tentu sangat senang dengan pelayanan yang terus meningkat.
Pelayanan mulai dari  Kelurahan, Kecamatan, sampai Kabupaten sudah berubah wajah, khususnya di bagian "front office". Urusan surat menyurat memanfaatkan komputer yang terprogram dan berjejaring antar bagian, sehingga pelayanan lebih cepat, tepat, dan gratis. Tidak ada lagi kotak yang disodorkan petugas yang  diisi uang dengan suka rela atau seikhlasnya oleh masyarakat. Bahkan ada tulisan "zona bebas pungutan liar (pungli)", yang terbaca oleh semua orang yang sedang mengurus surat-surat.
Prosedur dan syarat untuk mengurus pun dapat dilihat dengan jelas, transparan, dan berkeadilan. Artinya warga dididik untuk antri dengan mengambil nomor antrian di mesin atau manual, sehingga yang datang lebih dahulu mendapat pelayanan lebih awal. Jadi pelayanan tidak berdasarkan pada status, jabatan, kedudukan, pangkat, kekerabatan, dan perkronian, semua harus mengambil nomor antrian.
Kondisi ini pastinya jauh berbeda ketika belum reformasi. Waktu itu tidak berdasarkan antrian, tetapi hanya ditumpuk, sehingga lama, rawan pungutan liar bila ingin cepat, dan banyak orang yang "menjual jasa" untuk mengurus surat-surat.
Bahkan sampai tukang parkirpun mempunyai "jejaring" dengan petugas sehingga dapat mempercepat urusan. Walau sejatinya hal ini sangat merugikan orang yang sudah datang sejak pagi hari.
Namun semua itu tinggal kenangan, karena ada perubahan yang signifikan di bidang pelayanan, sehingga menutup kesempatan para penjual jasa untuk beroperasi. Disisi lain masyarakat juga merasa senang karena tidak ada "biaya" tambahan untuk membayar penjual jasa pengurusan.
Kantor-kantor di Bantul yang sudah memberi pelayanan prima berbasis teknologi informasi dan komunikasi adalah kantor pelayanan terpadu pajak kendaraan di Samsat, Polres untuk mengurus SIM,SKCK.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk urusan sertifikat tanah benar-benar sudah melakukan reformasi birokrasi, bahkan sehari selesai, asal semua syarat sudah lengkap.
Jadi tidak ada alasan lagi untuk menunda mengurus sertifikat kepemilikan tanah. Selain itu untuk urusan kependudukan mulai dari pengurus Kartu Identitas Anak (KIA), akta kelahiran, kematian, KTP, Kartu Keluarga semuanya sudah berbasis TI, yang dapat diakses melalui website. Kantor pelayanan publik di kabupaten Bantul ada dalam satu lokasi Komplek II Perkantoran Pemkab Bantul, Jl. Lingkar Timur, Manding, Area Sawah, Trirenggo, Kec. Bantul, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55714. Jam pelayanan Senin -- Kamis pukul 07.30 -- 16.00, Jum,at pukul 07.30 -- 14.30. Berdasarkan pengamatan pada tanggal 31 Desember 2018 sebagai hari "kejepit" dan menjelang tahun baru pun pelayanan tetap buka seperti biasa. Sungguh semangat para pegawai patut mendapat acungan jempol.
Petugas pelayanan dilakukan oleh pegawai generasi "now" yang sangat familiar dengan TI, ramah, cepat. Namun satu hal yang menjadi kendala ketika sudah mengambil nomor antrian untuk mengurus KIA cucu, mendapat nomor 8 H.
Petugas tidak memanggil yang sudah memiliki nomor antrian, atau memberi informasi sudah sampai nomor berapa. Sedang bagian lain tetap memanggil  sesuai nomor antrian, lewat mikrofon.  Melihat nomor antrian lebih besar dari 8 H  sudah selesai dilayani,  maka berinisiatif bertanya kepada petugas untuk mengurus KIA. Baru mendapat pelayanan, tidak sampai 10 menit KIA sudah ditangan.
Masalahnya, petugas kurang komunikatif untuk menginformasikan pelayanan sudah sampai nomor antrian berapa.
Selain itu ruangan kantor pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) kesannya semrawut orang lalu lalang, penuh sesak karena antara "front office" dan tempat duduk ruang tunggu jaraknya terlalu dekat. Alangkah lebih baik kalau dilakukan "redesign" ruangan pelayanan agar kesannya nampak lega, luas, dan tertata.
Bangunan yang atapnya rendah dan design front office melingkar, memberi kesan ruangan semakin "sumpek". Apalagi pelayanan untuk difabel menjadi satu, semestinya memerlukan ruangan khusus. Mainan anak-anak  ang ditaruh di dalam area pelayanan, semakin menambah ruangan menjadi sempit.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah pakaian yang dipakai oleh petugas di depan pintu masuk, dengan portur tubuh yang tinggi besar, baju atas (warna biru tua) yang dipakai ternyata "kependekan", akibatnya kurang enak dipandang mata. Andaikan baju atasan yang dipakai lebih panjang dan lebih longgar sesuai dengan postur tubuhnya, pasti semakin berwibawa dan elegant. Semoga.
Yogyakarta, 2 Januari 2019 Pukul 12.38
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H