Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ondel-ondel Ngamen di Jalanan, Dilarang atau Didiamkan?

20 Desember 2018   11:47 Diperbarui: 31 Desember 2018   06:22 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jamak yang terjadi pertunjukkan itu ada di suatu tempat, waktu, ruang tertentu, yang melibatkan seniman dan penonton. Ondel-ondel adalah  bentuk pertujukan rakyat khas Betawi sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Ondel-ondel memerankan leluhur nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucu atau penduduk suatu desa. 

Bentuknya berupa boneka tinggi 2,5 meter, garis lingkar 80 cm, terbuat dari anyaman bambu diberi baju untuk laki-laki topeng wajahnya dicat merah dan perempuan dengan cat putih, rambutnya dari ijuk. Musik pengiring berupa tanjidor, bende yang dimainkan dalam suatu pertunjukkan untuk mengisi acara atau menjamu tamu kehormatan.

Bagi anak kecil walau bentuknya boneka tetapi karena tinggi besar dapat menakutkan. Masih ingat ketika ponakan takut dengan ondel-ondel, ketika melihat pasti ngacir atau bersembunyi dibalik orang dewasa. 

Namun anak kecil yang tidak takut dengan ondel-ondel, bahkan menggoda dan mengajak bermain, atau foto bareng. Apapun persepsi anak-anak kecil tentang ondel-ondel, pastinya sebagai pertunjukan seni dan budaya khas Betawi perlu dilestarikan keberadaannya, supaya anak-cucu mengenal dan bangga mempunyai warisan leluhur yang dikenal dunia.

Masalahnya, ondel-ondel saat ini sering ditemukan di jalan-jalan kampung di daerah Jakarta dan sekitarnya. Para pelaku melakukan ngamen dengan kostum ondel-ondel semata-mata untuk mengisi perut yang kosong dengan cara halal dan bukan meminta-minta. 

Kreativitasnya patut diapresiasi, masalahnya tindakannya itu tanpa disadari justru dapat merendahkan pertunjukan khas Betawi karena sebagai alat mengamen. Disisi lain juga menganggu lalu lintas di jalan apalagi di daerah macet, mengingat ondel-ondel perlu ruang gerak yang lebih luas.  

Dalam hal ini bila ada ondel-ondel ngamen di jalanan, bagaimana sikap yang berwenang melihat fenomena ini, seperti buah simalakama. Kalau melarang semestinya bukan hanya melarang tanpa dicarikan solusi. Mereka melakukan itu untuk menghidupi keluarganya, yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. 

Dilain pihak kebutuhan untuk makan sekedar mengisi perut tidak bisa ditunda. Apalagi mereka tidak mempunyai keterampilan, kompetensi atau jejaring (networking), untuk menghasilkan uang. Satu-satunya pekerjaan yang bisa dilakukan mengamen ondel-ondel di jalanan. Kalaupun mereka para perantau yang datang ke ibu kota Jakarta, tidak sekedar dikembalikan ke daerah asalnya.

Disisi lain bila didiamkan, mereka beranggapan karena tidak ada larangan, hanya didiamkan sehingga berjalan terus, bahkan menarik pemain baru di jalan lain. Dampaknya, selain menganggu ketertiban di jalan raya, juga dapat menimbulkan kemacetan, karena ruas jalan sempit. 

Laju kendaraan tidak lancar karena ondel-ondel di jalanan itu memakan badan jalan. Suasana berkendara yang tidak nyaman memicu seseorang menjadi mudah marah, tidak sabaran, dan dapat menimbulkan perselisihan diantara pemakai jalan.

Dalam hal ini pihak DLLAJR, dinas sosial, dinas kedudayaan dan instansi yang terkait lainnya perlu duduk bersama untuk memecahkan persoalan ondel-ondel yang mengamen di jalan. Kalau memang ondel-ondel masih diakui sebagai budaya yang perlu dilestarikan, maka para pemain di jalanan itu dapat direkrut untuk dipekerjakan dalam komunitas kesenian ondel-ondel. 

Apabila ini dapat dilaksanakan dengan baik dan membuat jadwal pertunjukan di suatu tempat secara rutin yang ditonton para wisatawan mancanegara dan nusantara, maka menjadi kota yang ramah dengan budaya lokal.

Pertunjukkan secara rutin disuatu tempat menjadi paket wisata yang menarik, seperti yang dilakukan oleh daerah-daerah di P. Bali, di berbagai tempat wisata yang khusus menyuguhkan atraksi budaya yang ada di daerah tersebut. Warga yang mempunyai potensi melestarikan budaya khas daerah dirangkul, dibina, dan diberdayakan. 

Disinilah pentingnya akademi komunitas yang memberikan sertifikat keterampilan kepada setiap orang sesuai dengan bakat dan minatnya. Secara tidak langsung dapat meningkatkan daya saing di percaturan ekonomi global, tanpa melupakan kearifan lokal yang dimilikinya.

 Disinilah kekuatan dan daya saing yang perlu ditumbuhkembangkan bukan untuk dimusnahkan apalagi dibinasakan. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan budaya Indonesia, yang sangat dikagumi oleh orang asing ketika berkunjung ke Indonesia.

Jadi kesenian ondel-ondel itu perlu dilestarikan dan diberi tempat, kesempatan untuk mengadakan pertunjukkan di tempat yang layak, bukan di jalanan yang justeru memberi kesan kurang menghargai budaya sendiri yang sering diklaim sebagai budaya yang adiluhung. Semoga tidak ada lagi ondel-ondel di jalanan karena sudah mendapat tempat pertunjukan yang aman, nyaman dan menyenangkan.

Yogyakarta, 20 Desember 2018 Pukul 11.16

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun